Pengamatan Koin Romawi Ungkap Krisis Ekonomi 2.100 Tahun yang Lalu

By Sysilia Tanhati, Rabu, 13 April 2022 | 12:00 WIB
Untuk membayar hutang perang, pemerintah memperbanyak jumlah koin dengan melakukan devaluasi mata uang. (Butcher et al/Warwick University)

"Satu teori adalah bahwa Gratidianus menetapkan nilai tukar antara dinar perak dan perunggu (paduan tembaga yang ditambahkan ke koin)," kata Butcher. Ada juga yang berpendapat bahwa ia menerbitkan metode untuk mendeteksi dinar palsu. Sehingga ini memulihkan kepercayaan pada koin itu.

Teori-teori ini sudah ada sejak lama. Tetapi Butcher telah mengajukan penjelasan baru berdasarkan penemuannya dan Ponting. Menurut mereka, setelah 86 SM, orang Romawi berhenti mencampurkan paduan tembaga ke dalam koin perak mereka.

"Yang lebih penting adalah bahwa sekitar waktu Gratidianus menerbitkan dekritnya. Isinya tentang standar kehalusan meningkat tajam, membalikkan penurunan dan mengembalikan dinar ke mata uang berkualitas tinggi," katanya.

Kekaisaran dan Republik datang dan pergi, namun tidak dengan inflasi

Studi baru ini mengungkapkan berapa lama masyarakat telah dipaksa untuk menghadapi inflasi atau devaluasi jumlah uang beredar. Inflasi adalah masalah bagi Republik Romawi pada tahun 90 SM. Dan lebih dari 2.100 tahun kemudian, ini juga masih menjadi masalah besar bagi dunia modern.

Kekhawatiran atas utang perang menyebabkan keputusan Republik Romawi untuk melakukan devaluasi mata uangnya pada awal abad ke-1 SM. Butcher menambahkan, “Meski ini menyebabkan inflasi namun merupakan solusi yang tampaknya praktis dan perlu pada saat itu.”

Kebenaran terakhir adalah bahwa siklus inflasi adalah hasil yang tak terhindarkan dari memiliki semua jenis sistem moneter. Terlepas dari waktu atau tempat dalam sejarah.