Pengepungan Tirus, Jejak Alexander Mengubah Pulau Jadi Semenanjung

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 15 April 2022 | 12:00 WIB
Dua menara penggempur (siege tower) berdiri gagah menghalau serangan Tirus terhadap pekerja pembuat tanggul yang dibuat Alexander. (Giuseppe Rava/Pinterest)

Nationalgeographic.co.id—Tirus, Lebanon, kota pesisir yang penuh dengan peninggalan arkeologis. Jika berplesiran ke sini, Anda akan mendapati kota ini memliki daratan yang menjorok ke Laut Mediterania, yang sebelumnya hanyalah pulau yang terpisahkan 0,8 kilometer dari daratan. Terhubungnya pulau ini tidak lepas dari kisah Alexander dalam ekspedisinya menguasai Asia 2.352 tahun yang lalu.

Awal mulanya, Alexander memang berniat untuk menguasai Persia di Babilonia. Akan tetapi, setelah berhasil menguasai beberapa daratan di Asia Kecil (Turki), Alexander bergerak menyisiri pesisir Mediterania Timur Tengah. Penyisiran itu dimaksudkan untuk menguasai negeri-negeri di sana, seperti Palestina dan Fenisia dari kekuasaan Persia agar kapal-kapalnya tidak mengganggu kepentingan Makedonia.

"Kebanyakan kota Funisia, yang tidak terlalu senang dikuasai Persia, membuka gerbang mereka bagi para penakluk Makedonia," tulis Rupert Butler sejarawan perang bersama timnya dalam Perang yang Mengubah Sejarah I. "Namun Tirus sangat bermusuhan dengan kota Sidon yang juga dihuni sesama orang Funisia. Jadi, ketika Sidon memihak Alexander, orang Tirus memutuskan untuk melawannya."

Orang-orang Tirus menaruh harapan tinggi terhadap Darius III dari Persia untuk membantu, tetapi bantuan itu tidak pernah datang.

Meski demikian, mereka tidak begitu mengkhawatirkan nasibnya sendiri, sebab mereka berdiri di sebuah pulau kecil yang dibentengi tembok tinggi mencapai 50 meter. Di setiap tembok juga dilengkapi ketapel besar untuk mengokohkan pertahanan.

Demi bertahan hidup pun, mereka memiliki persediaan makanan yang didapat dari dua pelabuhan di utara dan selatan pulau. Hal inilah yang membuat Tirus selama ratusan tahun, bahkan bangsa Asyur yang mencoba menguasainya di abad ketujuh SM juga gagal mengepung mereka.   

Pelajaran terdahulu dimanfaatkan oleh Alexander. Ia memulai pengepungan pada awal 332 SM dengan membuat tanggul yang menghubungkan daratan utama ke kota pulau itu.

"Namun, pembangunan tanggul memiliki sejumlah kendala," papar Butler dan timnya. "Sekalipun secara teknis tidak terlalu sulit, besarnya tugas tersebut membutuhkan banyak sumber daya manusia." Karena tidak mampu dilakukan pasukan Alexander, penduduk dari kota Fenisia yang bersekutulah yang melakukannya.

Saat tanggul semakin dekat, Tirus menghujani para pekerja dengan hujan panah dan ketapel. Segera Alexander membangun pagar kayu runcing untuk melindungi para pekerja. Ia juga membangun dua menara penggempur (siege tower) di ujung tanggul yang tingginya mencapai 46 meter terbuat dari kulit agar kebal dari panah api.

Kunci Alexander pada babak awal pengepungan ini terdapat pada para pekerjanya. Ia terus berpikir mencari cara melindungi mereka, bahkan ketika orang-orang Tirus berhasil menghancurkan menara penggempur dengan menghantamkan kapal-kapalnya yang berisi barang mudah terbakar.

Sayangnya, alam berpihak pada orang-orang Tirus. Tanggul itu diterjang ombak; tenggelamlah sebagian besar pembangunan.

Maka, dalam babak kedua serangan, Alexander mendapat pertolongan dari 80 trirema (kapal perang besar) dari Funisia, diikuti oleh Siprus yang mengirimkan 200 trirema. Armada baru ini mengalahkan armada laut Tirus, lalu bergerak memblokade kedua pelabuhan. Terputuslah suplai makanan Tirus.