Tiga Cara Bagaimana Stres Bisa Berdampak Mengerikan pada Kesehatan

By Utomo Priyambodo, Selasa, 19 April 2022 | 13:00 WIB
Depresi (Lutfi Fauziah)

Nationalgeographic.co.id—"Pressure pushing down on me, pressing down on you, no man ask for," begitu kata lirik lagu dari David Bowie dan Queen. Ada juga pepatah tua yang bebunyi, "Be kind, for everyone you meet is fighting a hard battle."

Pendek kata, perasaan tertekan atau stres menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan setiap manusia. Ini adalah perasaan ketegangan emosional atau fisik yang dapat berasal dari peristiwa atau pemikiran apa pun yang membuat seseorang merasa frustrasi, kesal, atau gugup.

Ketika stres diabaikan, kita menempatkan tubuh kita pada risiko risiko kesehatan yang serius. Semakin banyak stres yang kita lawan, semakin kita sulit mempertahankan gaya hidup sehat. Orang-orang di bawah stres tinggi sering kurang berolahraga, mengalami kualitas tidur yang buruk, makan makanan yang buruk, dan berjuang untuk membuat keputusan yang tepat.

Dan ketika kita mendapati diri kita terperosok dalam stres yang mendalam untuk jangka waktu yang lama, hal itu dapat mulai berdampak sangat serius pada kesehatan kita secara keseluruhan. Jadi, bagaimana berbagai bentuk stres dapat memengaruhi tubuh Anda dalam jangka panjang?

Ada banyak penelitian selama bertahun-tahun yang mendokumentasikan bahaya dari terlalu banyak frustrasi. Berikut adalah tiga penelitian yang menunjukkan betapa buruknya stres dan bagaimana stres dapat memperburuk kesehatan secara keseluruhan, seperti dikutip dari StudyFinds.

1. Tekanan pekerjaan meningkatkan risiko penyakit Alzheimer

Jika pekerjaan Anda selalu membuat Anda dalam suasana hati yang buruk, Anda tampaknya perlu mengambil karier lain yang membuat Anda lebih bahagia. Sebuah studi baru menyimpulkan bahwa memiliki pekerjaan yang penuh tekanan dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

Para ilmuwan mengatakan bahwa stres kerja merusak area otak yang dipicu selama tekanan emosional. Area otak yang dikenal sebagai sumbu HPA (hipotalamus pituitary adrenal) ini melepaskan hormon stres, termasuk kortisol.

Tingkat kortisol yang tinggi telah dikaitkan dengan kehilangan memori, dan bahkan penyusutan materi abu-abu otak. Studi menunjukkan bahwa stres memicu peradangan di HPA, mengganggu pembersihan protein jahat yang dikenal sebagai beta amiloid dan tau. Mereka mengumpul di otak, menghancurkan neuron-neuron. Sel-sel kekebalan yang disebut mikroglia tidak dapat membunuh mereka.

Selain itu, variasi genetik dalam jalur ini dapat memengaruhi cara sistem kekebalan otak berperilaku yang mengarah pada respons disfungsional. Di otak, ini menyebabkan gangguan kronis pada proses normal, meningkatkan risiko degenerasi saraf berikutnya, dan akhirnya demensia.

2. Tekanan finansial terkait dengan serangan jantung

Orang-orang dengan stres finansial tinggi ternyata 13 kali lebih mungkin menderita serangan jantung, menurut sebuah studi. Adapun orang-orang yang menghadapi frustrasi kerja kemungkinannya hampir enam kali lebih besar untuk menderita serangan jantung.

Dalam studi tersebut, 212 peserta direkrut, setengahnya menderita serangan jantung, juga dikenal sebagai infark miokard akut. Hasil dikumpulkan tentang bagaimana depresi, kecemasan, dan berbagai stresor lainnya - termasuk yang bersifat pribadi, profesional, dan finansial, memengaruhi mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang tidak mengalami kesulitan keuangan dianggap tidak mengalami tekanan finansial. Orang-orang yang bisa mengatasi tekanan finansial, tetapi membutuhkan beberapa dukungan tambahan memiliki tekanan keuangan ringan. Mereka yang memiliki penghasilan, tetapi berjuang untuk memenuhi kebutuhan dikatakan memiliki kesulitan keuangan sedang. Dan mereka yang tidak memiliki penghasilan dan sering berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar dianggap berada dalam kesulitan keuangan yang signifikan.

     

Baca Juga: Awas! Rambut Memutih Dalam Semalam Karena Sindrom Marie Antoinette

Baca Juga: Studi Terbaru: Berpikir Realistis bagi Mental, Bantu Kurangi Stres

Baca Juga: Menerapkan Stoikisme, Demi Hilangkan Stres Menjalani Kehidupan

Baca Juga: Studi Baru: Mahasiswa Menghindari Interaksi Sosial Saat Sedang Stres

  

Stres dan depresi memang ditemukan terkait erat dengan serangan jantung. Namun masalah uang dan pekerjaan juga merupakan faktor risiko yang substansial, lapor studi tersebut.

3. Memicu gen untuk menua lebih cepat

Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa stres benar-benar membuat orang menua lebih cepat pada tingkat genetik. Studi ini menunjukkan bahwa mengalami stres mempercepat perubahan kimiawi dalam DNA seseorang yang secara alami terjadi seiring bertambahnya usia.

Secara keseluruhan, 444 orang berusia antara 19 dan 50 tahun diperiksa dalam penelitian ini. Mereka menyumbangkan sampel darah yang dianalisis para peneliti menggunakan "GrimAge" serta biomarker lain yang mengukur kesehatan seseorang.

GrimAge adalah jam epigenetik yang memprediksi berapa lama seseorang akan hidup dari usia sebenarnya. Para sukarelawan juga menyelesaikan kuesioner yang mengukur tingkat stres mereka dan seberapa tangguh mereka terhadap tekanan mental semacam itu.

Temuan mengungkapkan bahwa meskipun stres membuat orang menua lebih cepat, memperkuat regulasi emosi dan pengendalian diri Anda dapat menghalangi dampak genetik stres. Stres terus-menerus dapat menyebabkan risiko penyakit jantung, kecanduan, gangguan kesehatan mental, dan gangguan terkait obesitas yang lebih tinggi seperti diabetes.