Peninggalan dan Cerita Keluarga, Cara Mengungkap Sejarah Rakyat

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 20 April 2022 | 11:00 WIB
Duduk dari kanan ke kiri: Pestiati memangku Sri Parwati, Dokter Tjip, Ny. Mien Tjipto, dan Pratomo memangku anak pertamanya (Sri Pandansari Agustini). Di belakang dua pria merupakan kerabat Dokter Tjip tahun 1942. Peninggalan seperti foto dan cerita di lingkup keluarga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan sejarah tentang rakyat yang terlupakan. (Koleksi Hanifditya/Keluarga Pestiati)

  

"Ketika menelusuri ini, harus melihat mana yang ranah publik seperti negara, lingkungan, masyarakat, dan peraturan-peraturan, dengan ranah privat. Jadi bagaimana keluarga dengan rentang periode sejarah tertentu itu terpengaruh oleh arus zaman, kebijakan, dan lingkungan sekitarnya."

Di sisi lain, bisa juga ranah privat suatu keluarga keluarga menginterpretasikan publik. Misal, bagaimana peristiwa Mei 1998 dipahami oleh keluarga Tionghoa di Jakarta sebagai diskriminasi rasial dan mengancam keamanan mereka. Pemahaman akan berbeda pada keluarga yang tinggal di Makassar yang mengingat peristiwa itu sebagai masa di mana harga kebutuhan banyak yang naik.

(Keempat dari kiri, dirangkul) Andi Pakkanna bersama para veteran lainnya di Bantaeng yang terdiri dari AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia) dan PPI (Penerjang Penjajah Indonesia) berpose bersama anak-anaknya pada 1980-an di Bone. Foto seperti ini bisa menjadi sumber sejarah yang harus digali dengan analisis ketika mencari sejarah keluarga dengan konteks yang besar. (Dok. Keluarga Pakkanna)

Keunggulan dari penelitian sejarah berbasis keluarga, menurut Grace, ada banyak keunggulan. "Salah satu sisi positif sejarah keluarga itu kita tidak perlu berbenturan dengan birokrasi untuk melihat arsip, dan perizinannya. Dia bisa sangat mudah, apa lagi kalau itu sejarah keluarga sendiri," jelasnya.

Beberapa sumber bagi peneliti bisa menggunakan dokumen ego, seperti akte kelahiran, buku harian, buku asosiasi keagamaan, atau surat pribadi.

Tetapi, tidak semua keluarga punya tradisi menulis. Di Indonesia, kebiasaan menulis untuk buku harian hanya dilakukan kalangan elit. Tentu tidak ada waktu bagi masyarakat petani di desa pada masa lalu untuk membuatnya. Maka, sumber yang bisa dipakai sebagai penggantinya adalah cerita lisan.

Sosok The Sin Nio, salah satu veteran pejuang kemerdekaan Indonesia. Sejarahnya cukup samar untuk diungkap. Foto ini diambil dari majalah, yang menjadikannya sumber sejarah yang bisa digali oleh sejarawan berbasis keluarga. ()

Sumber lainnya yang bisa dipakai adalah visual seperti foto keluarga atau dokumentasi film. Foto dan video kerap dijadikan sebagai lampiran pemanis dalam artikel dan penulisan makalah, padahal ada konteks yang bisa dipahami di dalamnya. Grace mengatakan, ada alasan mengapa foto dan video dibuat dengan latar dan pakaian seseorang yang dibuatnya demikian. Dokumen seperti ini, di masa lalu, tentu bagi seseorang di dalamnya hendak membangun persepsi seperti apa ia terlihat.

Perlu juga konteks sekitar untuk membangun analisis sejarah. Sumber-sumber terkait masa itu bisa dipakai dari koran atau laporan yang menyangkut tempat dan waktu yang berhubungan dengan keluarga.

Grace menuturkan, ketika semua fakta, peristiwa, dan konteks seperti ekonomi, sosial, dan politik telah dikumpulkan, analisis yang perlu dilakukan bagi sejarawan adalah pandangan histrois yang kritis. Pandangan kritis bisa berupa pertanyaan misalnya, bagaimana posisi suatu keluarga dalam struktur kelas, ras, dan gender yang lebih luas, atau bagaimana relasi kuasa yang ada di dalam dan sekitar keluarga.