Mengapa Bangsa Romawi Kerap Memiliki Kaisar yang Gila dan Sesat?

By Sysilia Tanhati, Senin, 25 April 2022 | 13:00 WIB
Alih-alih mengutuknya sebagai seorang tiran, orang-orang meratapi Caesar sebagai seorang martir. ( Vincenzo Camuccini)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Romawi adalah salah satu kerajaan paling kuat yang pernah ada. Romawi mendominasi dunia Mediterania selama berabad-abad. Pada abad-abad terakhir, kekuasaan Romawi terbagi antara timur dan barat. Terkadang seorang kaisar harus memerintah keduanya. Namun, biasanya kekuasaan dibagi, kaisar memerintah bersama dan mengatur wilayah geografis yang terpisah.

Kaisar Romawi yang memegang kekuasaan menjalani kehidupan yang aneh, istimewa, dan berbahaya. Kehidupan mereka dicatat sejarah, ada yang menarik, heroik, gila, dan bahkan sesat.

Beberapa kaisar Romawi yang paling terkenal dalam sejarah adalah kaisar yang sesat, megalomaniak, atau gila. Sebut saja Caligula dan Nero, kisah kepemimpinannya membuat banyak orang mengernyitkan dahi.

Menurut standar modern, beberapa kejahatan kaisar Romawi sangat menakjubkan. Sebut saja pembunuhan ibu, saudara, dan keluarga serta inses.

Kisah-kisah gila dan tidak masuk akal ini menimbulkan pertanyaan. Jika kaisar-kaisar ini gila, bagaimana mereka bisa menjadi pemimpin salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di dunia?

Clifford Ando, seorang profesor klasik dan penulis Imperial Ideology and Provincial Loyalty in the Roman Empire, dan Anthony Barrett, seorang profesor klasik dan penulis Lives of the Caesars memiliki jawabannya.

Keduanya memperingatkan bahwa cerita yang paling memalukan tentang kaisar Romawi tidak boleh ditelan mentah-mentah. Sejarawan kuno harus ‘menjilat’ kaisar baru dengan cara menulis kisah penuh cela tentang kaisar sebelumnya.

“Para kaisar baru juga sering berargumen bahwa kaisar-kaisar gila di masa lalu adalah masalah terbesar Romawi,” ungkap Ando.

Namun alasan mengapa kaisar gila bisa terpilih menjelaskan tentang kelemahan besar dalam sistem Romawi. Pemimpin buruk ini mengandalkan sistem suksesi yang jarang memberi penghargaan kepada pemimpin terbaik.

Sekilas tentang kaisar Romawi

Kekaisaran Romawi tidak memiliki hukum anak sulung yang tetap, di mana semua properti dan gelar diberikan kepada anak sulung.  

Setelah di atas takhta, tidak ada jalan keluar yang mudah. Kaisar tidak memiliki batasan masa jabatan atau rencana pensiun. Itu adalah pekerjaan seumur hidup. Seorang kaisar biasanya berakhir dan meninggal saat menjabat.

Ada ‘kaisar baik" dan ‘kaisar jahat’, namun sebagian besar kaisar melakukan hal-hal yang dianggap absurb.

Kaisar yang buruk biasanya masih muda. “Mereka adalah bayi-bayi dana perwalian yang manja, tidak berprestasi, dan menuntut orang untuk menyembah mereka,” ungkap Leslie Livingstone dilansir dari laman The Geographical Cure.

Kaisar yang baik menahan diri dan menolak kehormatan ilahi. Mereka khawatir tentang administrasi, keadilan, dan kesejahteraan Romawi. Juga soal perluasan dan perlindungan wilayah Romawi. Kaisar seperti ini biasanya akan didewakan setelah mereka meninggal.

Mengapa ada begitu banyak cerita sadis tentang kaisar Romawi? Salah satu alasannya adalah bahwa Romawi adalah tempat yang penuh kekerasan. Pembunuhan, persekongkolan, racun, fitnah, pemerkosaan, dan persekongkolan adalah hal yang biasa terjadi sehari-hari.

Bangsa Romawi yang haus darah menyukai permainan gladiator, perburuan binatang, dan eksekusi di depan umum. “Maka tidak heran jika kekerasan adalah hiburan di masa Romawi Kuno,” tambah Livingstone.

Alasan lain untuk cerita aneh tentang kaisar Romawi yang beredar di zaman modern adalah bahwa sejarawan Romawi sering bias. Sejarawan mendistorsi kebenaran atau tidak benar-benar tahu apa yang benar. Ini karena mereka tidak menulis tentang peristiwa kontemporer.

Sejarawan Romawi lebih mirip dengan tokoh sastra. Mereka ingin memasukkan ‘kisah tentang kegilaan’ itu ke dalam sejarah. Apa yang sering berlalu sebagai sejarah kuno adalah seni retoris, desas-desus yang diperkuat, atau bahkan distorsi besar.

Karya-karya sejarawan juga bermotif politik. Orang yang memenangkan posisi kaisar-lah yang menulis sejarah. Jadi untuk melegitimasi dinasti mereka, sejarawan memfitnah dinasti sebelumnya, biasanya dengan kisah-kisah kejahatan seksual yang keji.

Romawi juga memiliki budaya penghapusan sejarah. Jika seorang kaisar tidak populer atau jahat — seperti Nero, Caligula, Domitian, atau Commodus — dia ‘dihapus’ atau dikecam. Senat akan mengeluarkan Damnatio Memoriae, yang mengutuk ingatan seseorang.

Jika seorang kaisar dikutuk, senat akan menghancurkan semua gambar kaisar. Patung-patung dihancurkan atau kepalanya dicopot atau diukir ulang. Nama-nama dihapus dari teks dan prasasti. Koin ditarik atau wajah dicoret.

Bahkan hukum seorang kaisar dapat dibatalkan. Tidak peduli seberapa hebat seorang kaisar, dia tidak dapat bertahan hidup di Roma Kuno sendirian. Sejarah menunjukkan bahwa tiga konstituen lain membantu menentukan keberhasilan seorang kaisar. Itu adalah senat, pengawal praetorian, dan militer. Jika mereka kehilangan salah satu cabang itu, kedudukan kaisar jadi goyah.

Kaisar Romawi memiliki tingkat kelangsungan hidup yang buruk. Hanya sekitar 30% meninggal karena penyebab alami. Semua orang lainnya meninggal karena pembunuhan, peperangan, atau ‘bunuh diri’ yang dipaksakan. Sekitar 30% hingga 40% kaisar dibunuh, paling sering oleh tentara mereka sendiri atau Praetorian Guard.

  

Baca Juga: Jatuhnya Takhta Romawi Barat, Tanda Dimulainya Abad Pertengahan

 Baca Juga: Ketika Homoseksualitas di Romawi Kuno Jadi Sebuah Status Sosial

 Baca Juga: Koin Romawi: Alat Pembayaran dan Propaganda Pemerintah Romawi

 Baca Juga: Persia dan Romawi Berperang selama 721 Tahun, Siapa Pemenangnya?

    

Mengapa kaisar gila dan aneh ini mampu memerintah mengendalikan wilayah yang begitu luas?

Banyak dari kaisar ini memiliki lingkaran penasihat yang sangat kecil. Mereka yang melakukan pekerjaan kasar dalam menjalankan kekaisaran yang luas.

"Jumlah orang yang memiliki akses langsung ke kaisar sebenarnya agak kecil," kata Ando. Kaisar memerintah melalui jaringan pejabat dan pejabat itu sering kali lebih kompeten. Merekalah yang menopang kegilaan yang terjadi di atasnya.

Terlebih lagi, kebanyakan orang yang tersebar di seluruh Kekaisaran Romawi yang luas tidak terlalu memperhatikan.

"Tidak masalah seberapa gila Caligula," kata Barrett, ​​"kecuali dia melakukan sesuatu yang gila dengan kebijakan pajak."

Mereka yang tinggal di provinsi militer dapat terpengaruh oleh dekrit kaisar. Namun bagi yang tinggal di provinsi sipil yang jauh hampir tidak memperhatikan perubahan dari satu kaisar ke kaisar lainnya.

Semua itu menggarisbawahi kebenaran sebenarnya tentang kekuatan kekaisaran di Roma. Ya, ada beberapa kaisar gila dan beberapa rumor mungkin benar. Tetapi hal yang paling aneh tentang Kekaisaran Romawi bukanlah para kaisar melainkan struktur politik yang membuat kaisar begitu kuat sejak awal.