Pandemi Berikutnya Datang Karena Perubahan Iklim Tak Terhindari

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 7 Mei 2022 | 09:00 WIB
Perubahan iklim mendorong terjadinya pandemi berikutnya yang tidak bisa dihindari. Mampukah kita bertahan? (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Iklim bumi terus menghangat. Para ilmuwan mewanti-wanti dampaknya pada pergeseran paksa habitat hewan liar ke daerah dengan populasi manusia. Dampaknya tidak hanya konflik antara manusia dan hewan liar, tetapi juga peningkatan lompatan virus ke manusia (zoonosis) yang menyebabkan pandemi berikutnya.

Sebuah penelitian diterbitkan pada 28 April 2022 di jurnal Nature oleh berbagai ilmuwan dari lintas negara. Mereka melakukan penilaian komprehensif tentang bagaimana perubahan iklim akan membentuk penyebaran virus mamalia global.

Dalam makalah berjudul "Climate change increases cross-species viral transmission risk", mereka menyebutkan bahwa pergeseran membawa peluang lebih besar bagi penyebaran virus zoonosis. Bahkan hal ini bisa terjadi seperti Ebola atau virus corona untuk muncul di daerah yang baru, sehingga jadi lebih sulit dilacak sumbernya.

Untuk melihat peluang itu, para peneliti berfokus pada pergeseran jangkauan geografis. Mereka mengamati perjalanan yang dapat dilakukan beberapa spesies saat mereka bergeser ke daerah baru sebagai habitat. Mereka memproyeksikan akan ada berbagai, bahkan, ribuan virus yang terbawa hewan liar dan mengintai manusia.

"Analogi terdekat sebenarnya adalah risiko yang kita lihat dalam perdagangan satwa liar," kata Colin Carlson, penulis utama studi dan asisten profesor peneliti di Center for Global Health Science and Security at Georgetown University Medical Center.

"Kami khawatir tentang pasar [hewan] karena menyatukan hewan yang tidak sehat dalam kombinasi yang tidak alami menciptakan peluang untuk proses kemunculan bertahap ini—seperti bagaimana SARS melompat dari kelelawar ke musang, lalu musang ke manusia," terangnya dalam publikasi Georgetown University Medical Center.

"Tetapi pasar tidak lagi istimewa; dalam iklim yang berubah, proses semacam itu akan menjadi kenyataan di alam, di mana pun."

Baca Juga: Karena Sangat Terdampak, Generasi Muda Harus Paham Krisis Iklim

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim Begitu Nyata tapi Minim Penanganan Pemerintah

Baca Juga: Kunci Hadapi Tantangan Hari Ini dan Nanti: Meninjau Kembali Sejarah

Kekhawatiran Carlson dan tim ialah habitat hewan akan bergerak secara tidak sesuai di tempat yang sama dengan pemukiman manusia.

Akibatnya, dapat menciptakan titik-titik baru untuk risiko limpahan. Sebagian besar proses ini mungkin sudah berlangsung di dunia dengan suhu yang lebih menghangat saat ini. Maka, upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mungkin tidak bisa menghentikan peristiwa yang tengah berlangsung ini.

Kelelawar yang merupakan mayoritas penyebaran virus baru seperti SARS dan corona, terlihat terdampak akibat kenaikan suhu. Habitat asal mereka yang makin panas, akan memungkinkan mereka untuk melakukan perjalanan jarak jauh untuk menyebarkan virus paling banyak.

Para peneliti memperkirakan peran sentral kemunculan virus baru dari kelelawar adalah di Asia Tenggara sebagai titik penyebaran global.

"Pada setiap langkah simulasi kami mengejutkan. Kami telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk memeriksa ulang hasil tersebut dengan data yang berbeda dan asumsi yang berbeda, tapi model ini selalu membawa kami pada kesimpulan ini" ucap Carlson.

Lewat laporan sebelumnya di National Geographic Indonesia, saat ini ada jenis virus yang berasal dari kelelawar yang ditemukan di Asia Tenggara, khususnya di Malaysia. Virus Nipah namanya (NiV).

Virus ini dikenal menyebar karena menipisnya luas kawasan habitat kelelawar karena deforestasi. Virus ini bahkan mengancam manusia dengan mutasi seperti virus corona, dan bisa menular lewat kotoran dan urin kelelawar yang bertengger di pepohonan.

"Tidak jelas persis bagaimana virus baru ini dapat memengaruhi spesies yang terlibat, tetapi kemungkinan banyak dari mereka akan menyebabkan risiko konservasi baru dan memicu munculnya wabah baru pada manusia," Carlson menjelaskan.

Penelitian tentang perubahan iklim dan penyebaran virus zoonosis bukanlah yang pertama dilakukan. Sebelumnya, penelitian lain juga menyebutkan bagaimana perubahan iklim bisa menyebarkan virus seperti corona kepada manusia. 

Penggundulan hutan secara langsung memang merusak habitat asli hewan pembawa virus. Penggundulan juga mendorong iklim global berubah. Sehingga, selain kebutuhan vegetasi, kondisi lingkungan global yang berubah mengakibatkan hewan pembawa virus juga bermigrasi.