Nationalgeographic.co.id—Bagi kita sekarang, prosedur melubangi kepala demi menyembuhkan penyakit mental seseorang adalah hal yang mengerikan. Namun hal itu sering terjadi dan lazim di masa lampau.
Pada pertengahan 1900-an, puluhan ribu prosedur lobotomi tercatat dilakukan di seluruh dunia. Prosedur ini bertujuan untuk memutuskan koneksi ke lobus frontal otak, dengan tujuan mengobati gejala penyakit mental, atau hanya membuat pasien lebih mudah ditangani. Ini dicapai dengan teknik mulai dari menyuntikkan alkohol langsung ke otak hingga memalu pemecah es ke rongga mata.
Bagaimana metode pengobatan tersebut bisa dipakai dan diterapkan ke banyak orang? Apa pengaruhnya terhadap para pasien yang menjalani lobotomi, yang seringkali tanpa persetujuan mereka?
Gottlieb Burckhardt, seorang psikiater dari Swiss, tercatat sebagai salah satu yang pertama mencoba bedah psiko modern pada tahun 1888, pada pasien skizofrenia. Meskipun ia tampaknya tidak memiliki pelatihan bedah, ia memutuskan untuk mengambil bagian dari otak pasiennya dalam prosedur yang disebut eksisi kortikal serebral fokal.
Enam orang menjalani operasi otak terbuka ini. Satu meninggal karena komplikasi lima hari sesudahnya, dan yang lain kemudian meninggal karena bunuh diri. Lainnya mengalami epilepsi, dan kelemahan, dan tidak dapat memahami tulisan atau ucapan (afasia sensorik). Operasi itu dianggap "berhasil" pada tiga pasien, yang digambarkan menjadi "tenang" berkat prosedur tersebut.
Hasil Burckhardt mengejutkan dan membuat ngeri komunitas ilmiah. Ide-idenya tentang bedah psiko (psychokosurgery) disimpan, meskipun tidak lama.
Subjek bedah psiko terkenal berikutnya sebenarnya adalah dua simpanse bernama Becky dan Lucy. Pada tahun 1935, ahli saraf John Fulton dan Carlyle Jacobsen mempresentasikan laporan tentang menghilangkan bagian depan lobus frontal para primata itu. Para simpanse itu selalu marah jika mereka tergelincir dalam kegiatan sehari-hari mereka, tetapi setelah operasi ini hal itu tidak terjadi. Para simpanse disebut tampak tenang dan bahagia.
Presentasi yang menentukan di International Neurological Congress ini mengilhami pria yang kemudian memenangkan Hadiah Nobel untuk pengembangan lobotomi modernnya (yang menurut banyak orang harus diambil kembali).
Siapa yang menemukan prosedur lobotomi?
António Egas Moniz, seorang ahli saraf dari Portugal, mengambil inspirasi besar dari karya Burckhardt, Fulman, dan Jacobsen. Pada tahun yang sama dia melihat hasil simpanse yang dipresentasikan itu, dia melakukan apa yang dianggap sebagai lobotomi pertama pada pasien manusia. Pada saat itu, prosedurnya disebut leukotomi.
"Saya memutuskan untuk memutuskan serat penghubung neuron-neuron dalam aktivitas," tulis Moniz seperti dilansir IFL Science. Dia melakukan ini dengan mengebor dua lubang ke tengkorak pasiennya, lalu menyuntikkan etanol ke materi putih lobus frontalnya.