Merapah Rempah: Ketika Pesona Rempah Menyimpan Bencana Pagebluk Kuno

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 12 Mei 2022 | 12:00 WIB
Wabah Yustinianus pada abad keenam. Rempah-rempah begitu memikat keinginan manusia untuk mendapatkannya, namun rempah juga menyimpan bencana. (Public Domain)

Kutukan wewangian surgawi, ketika rempah-rempah menyimpan bala maut dalam kekuatan daya pikatnya.

    

Nationalgeographic.co.id—“Penyakit ini selalu bermula dari pesisir dan dari sana masuk ke bagian dalam,” demikian catat Procopius. Dia merupakan sejarawan Bizantium abad keenam, yang melaporkan tentang pagebluk di Konstantinopel, Turki. Kelak, pagebluk ini

dikenal sebagai “Plague of Justinian” atau Wabah Yustinianus—karena terjadi pada masa Kaisar Yustinianus, penguasa Romawi Timur.

Menurut catatan sang sejarawan, pagebluk hebat itu bermula di selatan Alexandria, Mesir, pada 540. Kemudian berjangkit ke Palestina dan menjalar hingga ke Konstantinopel pada musim semi 542. Pagebluk ini menyebar dari pelabuhan utama ke pelabuhan lain, dan tampaknya tidak mengikuti pola musiman apa pun.

Dia mengungkapkan bahwa penyakit ini sama sekali belum dikenal. Procopius juga menyebutnya sebagai penyakit kiriman dari Tuhan. Catatannya menerangkan bahwa angka kematian meningkat dari 5.000 dalam sehari menjadi lebih dari 10.000.

Sebelum jatuh sakit, demikian ungkapnya, korban kerap bermimpi tentang kedatangan makhluk gaib dalam wujud manusia. Makhluk ini menyentuhnya, sehingga menularkan penyakit. Namun, ada pula korban yang hanya mendengar suara aneh. Warga mengunci pintu rumah karena takut disambangi tamu yang tak diundang itu. Mereka resah sepanjang malam-malam yang tak berkesudahan.

Sejarawan modern memperkirakan Plague of Justinian telah mencabuti nyawa 30-50 juta orang! Tanda-tanda orang yang terinfeksi biasanya demam mendadak dalam beberapa hari. Kemudian di bagian selangkangan, ketiak, paha, dan lehernya mengalami pembengkakan atau pelepuhan seukuran kacang polong —belakangan disebut bubos. Kematian bisa terjadi kapan saja.

Procopius juga mengisahkan beberapa pasien bunuh diri dengan menceburkan diri ke sungai. Bahkan, Kaisar Yustinianus pun terjangkit pagebluk. Selangkangannya bengkak. Untungnya, sang kaisar berhasil menjadi penyintas wabah maut ini.

Respons manusia pada setiap pagebluk tampaknya memiliki pola-pola yang berulang. Procopius mengabarkan, pagebluk itu dibarengi simpati masyarakat, baik bagi mereka yang harus bekerja keras merawat para korban maupun bagi korban

yang terkulai. Ajaibnya, para dokter dan perawat cenderung tidak terinfeksi meski mereka berkontak langsung dengan pasien. Tampaknya penyakit itu tidak menyebar melalui kontak langsung.

Bagaimana penyakit itu menyebar? Jaringan perdagangan dunia timur dan barat bersimpul di kawasan Bizantium, yang bertumpu pada ibu kotanya di Konstantinopel. Jaringan ini menautkan Mesir, Arab, India, dan Tiongkok. Kapal-kapal dagang dan kereta-kereta para kafilah pengangkut rempah telah memunculkan peluang bakteri atau virus yang terbawa angkutan itu.