Merapah Rempah: Ketika Pesona Rempah Menyimpan Bencana Pagebluk Kuno

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 12 Mei 2022 | 12:00 WIB
Wabah Yustinianus pada abad keenam. Rempah-rempah begitu memikat keinginan manusia untuk mendapatkannya, namun rempah juga menyimpan bencana. (Public Domain)

Tampaknya migrasi manusia dan perdagangan antarkawasan pula yang menyebabkan pagebluk pes di Eropa mereda. Pada sekitar abad ke-18, kawanan

tikus cokelat asal Norwegia menyebar ke daratan Eropa Barat. Turner mengungkapkan, tikus cokelat ini tidak terinfeksi bakteri penyebab pes. Semesta pun mendukung, populasinya yang kian melebihi tikus hitam sehingga menjadi alasan meredanya pagebluk pes di Eropa.

Rempah menjadi salah satu faktor penyebaran penyakit,” kata Syefri Luwis, peneliti sejarah. “Kedatangan orang-orang Eropa dan daratan Asia ke Nusantara tidak hanya membawa misi perdagangan, tetapi tanpa sadar juga membawa penyakit.”

   

Baca Juga: Merapah Rempah: Benarkah Lapu-Lapu Membunuh Magellan? Simak Kisahnya

Baca Juga: Merapah Rempah: Mengungkap Narasi Asal-Usul Kesejatian Indonesia

Baca Juga: Temuan Ahli Antropologi di Balik Mantra Misterius dari Barus

Baca Juga: Rempah Timor: Dari Kronik Cina Sampai Kedatangan Penjelajahan Eropa

Baca Juga: Histori Eropa dalam Perburuan Rempah yang Mendorong Neo-Imperialisme

   

Penyebaran ragam penyakit ke Nusantara mengikuti pelayaran Jalur Rempah. Syefri menambahkan bahwa pusat-pusat penyebaran wabah biasanya di kawasan pelabuhan, seperti sipilis dan cacar.

Sipilis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang dibawa oleh orang-orang Eropa—kendati tidak menjadi sebuah wabah, penyakit ini cukup mematikan. Sipilis telah mencapai India bersamaan dengan pendaratan Portugis pada 1498. Kemudian sekitar 1505 telah menyebar.

Penyakit ini diduga sampai ke Nusantara setelah Portugis menaklukkan Malaka. Antonio Pigafetta, rekan mendiang Magellan, menjumpai sipilis saat singgah di kawasan timur Nusantara sekitar 1522.

“Penyakit ini dibawa Portugis pada abad ke-16,” demikian ungkap Syefri. “Makanya masyarakat menyebutnya penyakit Portugis.”

Namun, tampaknya kita tidak bisa hanya menuding orang-orang Eropa sebagai penyebar penyakit. Syefri mengisahkan catatan orang Portugis tentang epidemi cacar pertama di Ternate, Maluku Utara, pada 1558. Kemudian, mereka juga mencatat cacar menyerang Ambon pada 1564. Masih dalam jaringan perdagangan rempah, penyakit ini juga mewabah di Filipina pada 1574-1591.

“Kemungkinan besar cacar tiba di Nusantara [berasal] dari Cina dan atau India karena wilayah tersebut sudah jauh lebih dahulu diketahui pernah berjangkit cacar,” ujar Syefri. “Dan, mereka sudah lebih lama berhubungan dengan Nusantara.”

Kapal-kapal dagang dan karavan-karavan kafilah pengangkut rempah mungkin tidak secepat pesawat dan mobil balap. Namun moda transportasi itu menjadi saluran terbaik penyebaran pagebluk.

“Semakin cepat manusia berpindah,” kata Syefri,“semakin cepat penyakit menyebar.”