Merapah Rempah: Ketika Pesona Rempah Menyimpan Bencana Pagebluk Kuno

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 12 Mei 2022 | 12:00 WIB
Wabah Yustinianus pada abad keenam. Rempah-rempah begitu memikat keinginan manusia untuk mendapatkannya, namun rempah juga menyimpan bencana. (Public Domain)

Ada banyak jalan bagi rempah Asia Tenggara untuk sampai ke Eropa. Jalur Rempah yang berkelindan dengan jalur perdagangan dupa wangi ke penjuru dunia. Catatan Cina pada abad ke-4 menunjukkan pentingnya pertalian dagang antara India dan Asia Tenggara. Kelak pada abad ke-7 dan abad ke-8, orang Arab dan Persia turut meramaikan jalur perdagangan ini.

Kekhalifahan Abbasiyah bertakhta dari Persia sampai Afrika Utara. Dinasti ini juga menggunakan pelabuhan di Iran, Yaman, dan Mesir sebagai pintu masuk ke India dan Cina demi mendapatkan rempah Nusantara. Sementara itu Jalur Sutra Darat, diyakini sebagai salah satu jalur perdagangan tertua sebelum Jalur Rempah, menjadi rute darat sepanjang lebih dari enam ribu kilometer. Terbentang dari Tiongkok melewati India, Persia, dan berujung sampai Konstantinopel di Eropa Tenggara.

Di Konstantinopel, pengamatan Procopius terhadap Plague of Justinian merupakan “bagian dari pagebluk pertama dalam sejarah yang didokumentasikan,” ungkap Francois Pieter Retief dan Louise Cilliers dari University of the Free State di Afrika Selatan. “Pagebluk ini juga mengantarkan pada masalah kesehatan global baru […], penyakit yang akan menyerang masyarakat internasional selama hampir 1.300 tahun kemudian.”

Pagebluk yang dimaksud itu muncul dengan julukan “Black Death”, yang berjangkit di Eropa sekitar 1346-1361. Korbannya 200 juta jiwa! Penelitian modern menunjukkan bahwa pagebluk serupa telah menjangkiti Eropa dalam beberapa gelombang pada rentang 1369–71, 1374–75, 1390, dan 1400.

Bencana Plague of Justinian sampai Black Death diduga kuat menyebar melalui perdagangan rempah. Fluktuasi iklim memengaruhi populasi tikus hitam Rattus rattus, yang sekujur badannya digelayuti kutu-kutu yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis.

Kita menyebutnya sebagai penyakit pes. Sejatinya tikus-tikus yang plesiran itu sudah tercatat pada abad keenam. Angkutan dagang melalui kapal memungkinkan seekor tikus Roma pernah ditemukan di Fenchurch Street di London pada sekitar abad keempat.

 

Lukisan Saint Sebastian Perantara untuk Plague-Stricken karya Josse Lieferinxe, sekitar 1497. Tampak Santo Sebastian berlutut di hadapan Tuhan atas nama orang-orang yang menderita atau terbunuh oleh wabah. (Walters Art Museum)

Sebelum Black Death berkecamuk di Eropa, pada 1320 orang Tiongkok telah mendokumentasikan pagebluk pes pertama kali. Tampaknya tikus-tikus yang terinfeski ini berasal dari Asia Tenggara. “Tikus Asia kemungkinan besar pertama kali datang ke Eropa dengan menumpang armada perdagangan Romawi dari India,” ungkap Jack Turner dalam Spice: The History of Temptation, yang diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Komunitas Bambu dengan tajuk Sejarah Rempah: Dari Erotisme sampai Imperialisme. Tikus “tidak bisa melintasi gurun pasir, tetapi mereka dapat menumpang rombongan kapal trans-oseanik yang bermuatan lada,” ungkapnya.

Rempah-rempah memang memiliki khasiat sebagai obat. Namun, pagebluk yang diterjemahkan sebagai “udara jahat” juga membuat salah kaprah tentang rempah. Salah satu dampak berbahaya rempah adalah keyakinan orang terhadap

khasiat rempah, ungkap Turner, justru telah mengalihkan penyebab utama dari suatu penyakit. Dokter-dokter era Black Death menggunakan wadah berbentuk bola dan masker berbentuk paruh burung, yang keduanya berisi rempah-rempah wangi dan herbal. “Tentunya,” tulis Turner, “hal yang ironis dari metode ini adalah kegunaan medisnya yang nihil.”

Malaikat maut memukul pintu selama wabah Roma. Karya Jules-Elie Delaunay, cetak batu oleh Levasseur. (Wellcome Library, London)

Salah kaprah tentang rempah itu bukan hanya menyelimuti orang-orang era Black Death, tetapi juga berlanjut hingga pagebluk Covid-19 di Indonesia. Ada produk berbasis rempah yang digadang-gadang sebagai senjata andalan penangkal virus. Bahkan, diklaim sebagai antivirus. Padahal, rempah-rempah bukanlah antivirus, melainkan nutrisi tambahan bagi mereka yang kekurangan asupan, atau membasmi kuman. Prinsip dasar sanitasi adalah yang utama dalam setiap pagebluk.