Orang-orang dengan gelar, pangkat, dan ambisi yang sama dengan kaisar mana pun telah lama berusaha memanfaatkan sumber daya negara. Mereka bersaing dalam pengejaran dominasi yang terus meningkat. Para elit ini membuat tampuk kekuasaan terlihat seperti taman kanak-kanak.
Namun yang tidak disadari Caesar adalah kepekaan yang mendarah daging dari Republik Romawi tentu saja tidak mati. Ortodoksi Republik itu bisa dibilang membentuk intisari dari Romawi itu sendiri. “Nilai-nilai inilah yang akhirnya gagal dipahami Caesar,” Campbell menambahkan.
Julius Caesar membayar kesalahan mendasarnya di lantai gedung Senat.
Itu adalah pelajaran yang tidak dapat diabaikan oleh kaisar Romawi berikutnya. Bagaimana menyamakan aturan otokratis dengan kemiripan kebebasan Republik? Itu adalah tindakan penyeimbangan yang kompleks dan mematikan, sehingga mendominasi pikiran sadar setiap kaisar.
Sedangkan Tiberius menggambarkannya dengan “…seperti memegangi telinga serigala.”
Seorang kaisar hanya aman memegang kendali sejauh dia memegang kekuasaan dan tipu daya untuk tidak melepaskan ‘binatang buas dan tak terduga’.
Gagal mendominasi sama artinya dengan kematian. Maka tidak heran jika beberapa orang enggan menempati posisi prestisius ini. Bahkan Tiberius pun memutuskan untuk mengasingkan diri dari kehidupan politik Romawi.