Gejolak Sosial di Tanah Partikelir Pamanukan dan Ciasem 1913

By Galih Pranata, Kamis, 12 Mei 2022 | 11:00 WIB
Tandu sebagai moda transportasi perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden, Subang. (Indonesia.go.id)

Suasana rusuh terjadi ketika kontrolir dan wedana tidak mampu memenuhi tuntutan massa. Kedua pejabat beralasan bahwa mereka harus memeriksa tuan tanah dan berkoordinasi dengan asisten residen.

Penduduk diminta kembali ke rumah, namun mereka menolak. Dalam suasana yang semakin tegang, polisi menangkap dua orang yang diduga melakukan hasutan.

Mengetahui penangkapan itu, amarah penduduk semakin memuncak, dan segera menyerang kantor wedana. Alhasil, pihak Kepolisian kewalahan menghadapi amuk massa.

"Petani mencurigai para tuan tanah telah mengambil keuntungan dari pengukuran tersebut," ungkap Imadudin dan tim dalam tulisannya.

Rupanya tuan tanah hanya memikirkan keuntungan pemilik-pemilik saham. "Kesejahteraan penduduk di lingkungan tanahnya tidak diperhatikan," pungkasnya.

Berkembangnya aksi protes di tanah partikelir Pamanukan dan Ciasem sedikit banyak tidak lepas dari pertumbuhan Sarekat Islam (SI) yang amat pesat hingga ke Subang.