Menyaksikan Sejarah Alam Gunung Merapi dari Pelukis ke Pelukis

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 13 Mei 2022 | 08:00 WIB
Lukisan reruntuhan Candi Sewu di Prambanan karya H.C Cornelius. Lukisan ini menghadirkan Gunung Merapi sebagai latarnya. (H.C Cornelius)

    

"Jadi tidak mudah untuk mencapai Merapi saat itu," kata Ghamal. Jalanan dari Batavia saat itu mengandalkan jalanan sisa-sisa kerajaan Nusantara yang terkadang rusak saat hujan besar. Sementara Jalan Raya Pos yang menghubungkan kota-kota di Pulau Jawa, baru dibangun pada tahun-tahun berikutnya.

"Saya cukup membayangkan pada masa itu seniman yang jumlahnya sangat sedikit di awal abad ke-19 dan mereka ditugaskan melakukan banyak hal, mulai dari membuat sketsa gambar naturalis maupun objek-objek strategis, dan juga mengenai alam. Di sini jadi cukup sulit bila tidak ada sponsor khusus atau tugas khusus ke Merapi," terangnya.

Saat itu, Cornelius mendapat tugas dari pemerintah kolonial untuk menggambarkan reruntuhan Candi Sewu. Gunung Merapi di belakangnya tampak aktivitas vulkaniknya, dan itu sesuai dengan laporan yang terjadi pada tahun 1807.

Gunung Merapi muncul lagi dalam lukisan 1817, yang menurut Ghamal karya Jannes Theodorus Bik. Dia ke sana bersama dalam rombongan Gubernur Jenderal Van Der Capellen yang pada saat itu membuka komisi naturalis. 

Tampaknya, lukisan Jannes Th. Bik kemudian disadur oleh Antoine Auguste Joseph Payen. Ghamal memperkirakan Payen mendapati lukisan Jannes Th. Bik ketika dia menyambangi Istana Bogor untuk bertemu Van der Capellen.

Keindahan Merapi dalam lukisan itu membuat Payen kemudian datang ke wilayah Gunung Merapi pada 1824. Berdasarkan posisinya, dia menggambarkan Merapi dari Kedu, Magelang.

Dia kemudian membuat lukisan lagi dengan menjadikan Merapi sebagai latar pada 1825. Objek utama gambar itu adalah rumah dinas residen Yogyakarta Hendrik Smissaert di Bedoyo. Payen diminta jadi arsitek untuk perbaikan rumah dinas Smissaert yang rusak karena gempa yang terjadi sekitar 1823.

Saat Perang Dipanagara berkecamuk, Gunung Merapi juga hadir dalam lukisan karya F.V.A De Stuers. Dia adalah adalah orang yang aktif mendokumentasikan Perang Dipanagara lewat beberapa jilid buku. Lukisan Gunung Merapi yang dibuatnya diambil dari Gunung Tidar, Magelang, dengan menampilkan lanskap petak-petak pohon yang merupakan desa-desa penduduk.

Lukisan karya F.V.A De Stuers pada lingkungan sekitar Magelang dan Gunung Merapi. (F.V.A De Stuers)

"Jadi hamparan ini [menunjukan] bahwa Magelang dan Kedu itu kawasan kaya yang sudah lama menjadi lumbung padi bagi Vorstelanden (kesultanan-kesultanan Jawa di bawah Hindia Belanda)," terang Ghamal. "Da kita lihat wilayah Magelang ini penuh dengan hamparan sawah."

Berbagai kisah tentang Merapi dilukiskan oleh F.W Junghuhn tahun 1836. Dia menggambarkan gejolak gunung itu dalam enam gambar yang dibuat dalam dua edisi, yakni 1845 dan sekitar 1853.