Menyaksikan Sejarah Alam Gunung Merapi dari Pelukis ke Pelukis

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 13 Mei 2022 | 08:00 WIB
Lukisan reruntuhan Candi Sewu di Prambanan karya H.C Cornelius. Lukisan ini menghadirkan Gunung Merapi sebagai latarnya. (H.C Cornelius)

Salah satu lukisannya menggambarkan Merapi dari lereng selatan dengan ketinggian sekitar 5.000 kaki. Dalam catatannya, Junghuhn menemukan tanaman Ulmus montana yang kini sudah tidak ada lagi atau tidak banyak ditemukan di Merapi.

"Ini menjelaskan momen pada saat itu, dan bagaimana terjadinya perubahan vegetasi akibat aktivitas merapi yang berkesinambungan," Ghamal berpendapat.

"Dan Junghuhn ini merekam termasuk vegetasinya, bagaimana atas, puncaknya, direkam, dan diambil dari dekat. Ini bagian yang sekarang kebanyakan orang melihatnya dari Google Earth. Tapi pada masa itu perlu upaya orang per orang untuk melihat supaya bisa tahu bagaimana bisa di situ dan morfologinya."

Salah satu lukisan Gunung Merapi yang jadi favorit Ghamal adalah karya Raden Saleh. Lukisan itu menampilkan Merapi yang sedang erupsi. Raden Saleh saat itu melukiskan kondisi erupsi pada 1865 dari jarak dekat bersama rombongan Residen Magelang H.J.C. Hoogeven. Dia melukis erupsi itu dari sampai pukul dua dini hari sehingga bisa menghasilkan dua buah gambar letusan Merapi di dua waktu berbeda.

Merapi, Erupsi Kala Siang, karya Raden Saleh pada 1865. (Raden Saleh/National Gallery Singapore)

Merapi, Erupsi Kala Malam, karya Raden Saleh pada 1865. (Raden Saleh/National Gallery Singapore)

Lukisan Raden Saleh dinilai imajinatif menurut seorang ahli geologi Leiden. Tetapi Hoogeven membela dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi kurang lebih seperti yang Raden Saleh gambarkan. Erupsi itu memang menghasilkan erupsi balistik, sehingga fenomena ini terdokumentasi dengan jelas oleh Raden Saleh.

Pada masa-masa setelahnya ada banyak lukisan tentang Gunung Merapi. Misalnya, ada Fredrik Kasenda di tahun 1930 yang saat itu lagi-lagi sedang erupsi. Berbeda dari yang lain, Fredrik Kasenda menampilkan kejadian itu dengan gaya seni bencana. Kira-kira ada belasan lukisan Merapi yang dibuat Fredrik Kasenda dari berbagai sudut.

Terakhir, yang ditampilkan Ghamal adalah lukisan Abdullah Suriosubroto sekitar 1930 hingga 1935. Lukisan itu menampilkan Merapi dengan asap yang keluar dari kawahnya dan tertiup angin.

    

Baca Juga: Johanna, Wanita yang Membuat Pelukis Vincent van Gogh menjadi Pesohor

Baca Juga: Lukisan Harimau Raden Saleh: Jejak Nestapa Satwa di Pulau Jawa

Baca Juga: Rahasia Tersembunyi di Bawah Permukaan Lukisan Periode Biru Picasso

Baca Juga: Misteri Hilangnya Lukisan Karya Kartini Saat Pusaran Geger 1965

    

Lukisan-lukisan yang dibuat para seniman ini, menurut Ghamal, adalah cara mereka memiliki sensitivitas terhadap alam. "Ini menjadi salah satu cara bagaimana letusan-letusan itu terjadi dan bagaiamana masyarakat pada masa itu yang berbeda dengan sekarang," ujarnya.

"Lukisan-lukisan ini sumbangan besar bagaimana kita memahami sejarah alam dan sejarah lingkungan di suatu wilayah yang kecil dalam peta dunia, tetapi tentunya besar artinya bagi banyak orang."

"Dan menjadi satu pengingat bahwa alam dan manusia di dalamnya juga itu berinteraksi. Kecenderungannya terus berubah, dan apa bila kita tidak sensitif dan tidak membuat pencatatannya, sehingga kita tergerus membuat kita tidak punya kemampuan untuk terlibat di dalamnya," tutup Ghamal.