Merapah Rempah: Upah, Darah, dan Budak-budak Sepanjang Jalur Rempah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 16 Mei 2022 | 15:00 WIB
Lukisan keluarga Pieter Cnoll (sekitar 1625 - 1672) dan istrinya yang keturunan Eurasia, Cornelia van Nieuwenrode, and anak mereka Catharina dan Hester. Budak lelaki di latar belakang adalah Untung Surapati. (Lukisan karya J.J. Coeman (1665), Rijksmuseum Amsterdam.)

Salah satu contoh rumah yang mempekerjakan banyak budak adalah kediaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1778 hingga 1780, Reinier de Klerk. Kini, Gedung Arsip Nasional. Menurut Lilie, para budak tinggal di bagian bertingkat dari rumah itu, yang dikelola istri de Klerk untuk dijual. Rumah ini memiliki slavenbell (lonceng budak) sebagai penanda waktu untuk jam bekerja budak.

Perihal budak Afrika, VOC tidak mengirimkannya ke Hindia Timur. Mereka baru didatangkan Belanda seusai Perang Jawa sebagai pasukan untuk mengantisipasi perlawanan sisa pengikut Dipanagara pada 1831. Budak asal Afrika ditempatkan di Purworejo, Jawa Tengah. Sampai sekarang masih ada toponimi Gang Afrikaan di sana.

Lukisan Fort Belgica di Banda Neira, Maluku, karya Pelukis: Q.M.R Ver Huell. Benteng pertahanan ini dibangun untuk melindungi perdagangan pala yang dimonopoli VOC dari serangan pemberontak sekitar, setelah sebelumnya direbut dari Portugis. Toponimi Kampung Bandan di Jakarta merupakan jejak sejarah budak-budak yang didatangkan dari Kepulauan Banda. (TROPENMUSEUM)

“Mereka dikenal sebagai Londo Ireng (Belanda hitam), yang asalnya dari Gana, di antaranya memang karena diberikan oleh raja Gana sebagai barter untuk anaknya bisa berkuliah di Belanda,”ungkap Lilie. “Ada juga yang ditempatkan di Bogor, bahkan anaknya yang berkuliah itu juga datang ke Nusantara dan meninggal di Bogor—sayangnya kuburannya tidak dikasih nama, hanya batu saja.”

Bagaimana rute pelayaran perdagangan rempah dan budak? Elmina merupakan pelabuhan orang Eropa sebelum mencapai Tanjung Harapan, didirikan Portugis pada 1482. Benteng ini direbut Belanda pada 1637, yang membuat koloninya berdiri pertama kali di Afrika barat. Benteng ini masih menyisakan makam Carel Hendrik Bartels, bangsawan Belanda yang berperan memperdagangkan budak untuk West Indies Company (WIC) di Benua Amerika.

Kemudian, kapal berlayar ke Tanjung Harapan. Di sinilah persinggahan dan pengurusan imigrasi untuk rute selanjutnya. Rute pertama menurut Mbeki dan van Rossum, VOC berlayar ke Madagaskar, atau Komoro di selat Mozambik, dan Mauritius di sebelah timur Madagaskar. Persinggahan ketiga tempat ini tergantung pada kondisi politik dengan penguasa atau raja setempat. Selain itu juga tergantung pada aspek hubungan politik Belanda dengan negara Eropa lainnya—Portugis, Inggris dan Prancis.

Biasanya, budak berasal dari Bali karena secara budaya, kasta terendah masyarakat dapat dijual oleh penguasa. Sosok ini adalah seorang budak dari Buleleng yang dipotret pada 1865 oleh Isidore van Kinsbergen di Batavia. (KITLV)

Dalam rute pertama, mereka berlabuh di Cochin untuk mendapatkan rempah atau budak yang akan dikirim ke Srilangka, Nusantara, atau Afrika Selatan. Kapal bertujuan Batavia akan singgah di Kolombo, sebelum berlayar melalui Selat Malaka atau Kepulauan Mentawai.

Pilihan untuk melewati Selat Mentawai, menurut Lilie, karena Belanda harus menghindari Portugis di Malaka dan sekutunya, Kesultanan Aceh. Setelah Portugis dikalahkan pada 1641, Selat Malaka bisa dilalui rute pelayaran kapal Belanda.

Lilie menambahkan, rute kedua adalah jalur yang sangat ekstrem yakni melewati selatan Samudra Hindia dari Afrika Selatan, lalu singgah ke Kepulauan Amsterdam—pertama kali ditemukan oleh Gubernur Jenderal VOC Anthony van Diemen pada 1633, namun kini menjadi teritori seberang laut Prancis.

Ilustrasi karya Auguste van Pers tentang seorang perempuan berusia 16 tahun yang telah hidup dalam tujuh tahun perbudakan bajak laut. Budak bernama Balia ini dibebaskan di Banjarmasin pada 1845. (KITLV)

Kemudian, kapal akan melanjutkan pelayaran sampai ke perairan Perth, Australia. Jalur ini berbahaya sekali, karena lautan lepas Samudra Hindia di selatan itu kondisinya diketahui sering terjadi badai dan terisolir,” ungkap Lilie. “Rute ini biasanya diambil untuk menghindari orang Portugis dan Spanyol yang ditakuti Belanda, dan sedikit yang memilih jalur ini.” Setelah itu kapal akan melewati Pulau Christmas dan Selat Sunda untuk mencapai Kota Batavia.