Mayat Wanita dari Era Helenistik Ditemukan dengan Daun Emas di Mulut

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 14 Mei 2022 | 13:00 WIB
Memasukkan emas ke mulut orang yang meninggal terkait dengan kisah Obolos Kharon. (Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id - Makam kuno adalah penemuan yang menarik, terutama jika sisa-sisanya ditemukan dalam keadaan baik. Penemuan ini dapat memberi petunjuk tentang bagaimana seseorang meninggal, status sosial, gaya penguburan, dan upacara pemakaman.

Informasi tentang upacara pemakaman memberikan banyak pengetahuan tentang orang zaman dulu memandang hidup dan mati.

Penemuan makan wanita kaya dari masa Helenistik

Para arkeolog menemukan makam seorang wanita pada tahun 2019 saat penambangan sedang berlangsung di desa Mavropigi, utara Yunani. Makam itu ditemukan utuh 1,5 meter di bawah permukaan rumah yang baru saja dihancurkan. “Para arkeolog mengatakan wanita itu meninggal pada akhir periode Helenistik, menjelang akhir abad pertama sebelum masehi,” ungkap Alicia McDermott dilansir dari Ancient Origins.

Makam wanita itu berisi barang-barang kuburan termasuk lima pot tanah liat yang mungkin berisi parfum, benda kaca, dan artefak lainnya. Ia dikuburkan dengan mengenakan semacam topi baja yang terdiri dari emas dan kain. Juga memegang kain berhias dengan serat emas di tangannya. Uniknya, sebuah benda berbentuk daun emas ditempatkan di mulut wanita itu.

Areti Chondrogianni-Metoki, direktur Kozani Ephorate of Antiquities, mengatakan bahwa ini adalah ciri-ciri pemakaman seorang wanita kaya, “Kami sedang berhadapan dengan seorang wanita kaya atau seseorang yang memegang posisi penting dalam masyarakat saat itu," tuturnya.

Penemuan tempat tidur perunggu tempat wanita kaya itu berbaring adalah penemuan unik lainnya. Bagian atas tempat tidur dihiasi dengan simbol dewa Yunani Apollo dan ujung tempat tidur dihiasi dengan kepala putri duyung. Chondrogianni-Metoki menjelaskan lebih lanjut tentang arti penting tempat tidur perunggu.

"Kami masih tidak tahu apakah tempat tidur perunggu dibuat untuk orang yang sudah meninggal ini. Atau apakah itu kebiasaan penguburan pada masa itu, akhir zaman Helenistik, awal zaman Romawi. Bagian-bagian tempat tidur tembaga telah ditemukan di bagian lain negara itu. Tapi seluruh tempat tidur sejauh yang kami cari, tidak ada.”

Penemuan ini menjelaskan beberapa aspek tentang perabotan yang dimiliki orang-orang di daerah tersebut selama periode Helenistik. Selain itu, peneliti juga mendapatkan informasi tentang kemampuan pengerjaan logam, stratifikasi sosial, serta proses penguburan.

Para peneliti menunjukkan bahwa wanita itu meninggal di usia paruh baya, kemungkinan berasal dari keluarga kerajaan atau memegang posisi keagamaan yang penting. Laboratorium museum diharapkan dapat mengonfirmasi usia dan jenis kelaminnya serta menentukan penyebab kematiannya.

Ritus kematian dan pemakaman di Yunani kuno

Ada beberapa aspek pemakaman wanita yang bisa ditelusuri lebih jauh. Kehadiran banyak barang kuburan cocok dengan penguburan lain dari zamannya. Misalnya, memasukkan emas ke mulutnya mungkin terkait dengan kisah Obolos Kharon.

Ini adalah kisah tentang penambang Kharon yang bertugas membawa arwah orang yang sudah meninggal. Ia membawanya dengan perahu melintasi Sungai Styx. Jadi kemungkinan, emas yang ditemukan akan digunakan untuk membayarnya.

Kehadiran botol parfum di kuburan wanita juga mencerminkan aspek penting dari kebiasaan pemakaman Yunani yaitu pengurapan tubuh dengan parfum. Botol-botol itu kemudian ditempatkan di kuburan.

Hellenicaworld memberikan ringkasan dari tiga fase dari sebagian besar ritual pemakaman di dunia Yunani kuno. Ritual itu terdiri dari peletakan tubuh, prosesi pemakaman, dan penguburan tubuh atau sisa-sisa kremasi.

Pada tahap pertama, yang dikenal sebagai protesa, kerabat, seringkali wanita, akan menutup mata dan mulut orang yang meninggal. “Kadang-kadang dengan koin atau keping emas yang ditempatkan di dalamnya,” imbuh McDermott. Lalu membasuh tubuh dan mengolesnya dengan minyak wangi kemudian mendandani almarhum dengan pakaian yang indah. Warna pakaian yang dipilih biasanya putih. Jenazah kemudian dibaringkan di tempat tidur di rumah dengan kaki mengarah ke pintu. Teman-teman dan kerabat akan datang dan memberikan penghormatan sambil meratapi kepergian almarhum.

Himne pemakaman dinyanyikan oleh keluarga dan terkadang mereka menyewa pelayat profesional. Semangkuk air ditempatkan di pintu bagi pelayat agar dapat menyucikan diri dari 'polusi kematian' setelah selesai melayat.

Bagian kedua, ekphora, adalah prosesi pemakaman. Pada dini hari setelah protesa, tepat sebelum fajar, sekelompok pelayat akan membawa jenazah ke permakaman. Terkadang prosesi pemakaman bisa menjadi peristiwa yang cukup menarik. Orang-orang menyanyikan ratapan, menjambak rambut, memukul diri sendiri, dan meratap.

 Baca Juga: Penemuan Makam untuk Kremasi dari Periode Helenistik di Turki

 Baca Juga: Mengungkap Misteri Ritual Penguburan Mayat Neolitikum di Turki

 Baca Juga: Pemakaman Romawi Kuno, Pelayat Harus Garuk Wajah sebagai Tanda Duka

Musisi memainkan lagu pemakaman dan pria berjalan di depan mayat, yang dibawa ke tempat peristirahatan terakhir saat wanita berjalan di belakangnya. Akhirnya, tubuh, baik itu dikremasi atau utuh, akan dikebumikan.

Persembahan, keranjang makanan, kendi air dan minyak  ditempatkan di samping tubuh di kuburan. Benda-benda lain juga terkadang ditambahkan ke permakaman, seperti karangan bunga, yang terkadang terbuat dari daun emas.

Setelah mengikuti prosedur pemakamam, kerabat dan teman biasanya akan mandi untuk menghilangkan ‘polusi kematian.’ Setelah itu mereka mengadakan pesta.

Anggota keluarga juga sering kembali ke kuburan di kemudian hari untuk membuat persembahan dan doa.

Menjalani kehidupan dengan baik sambil merawat orang yang sudah mati

Dalam periode Helenistik, orang Yunani kuno menyebut roh sebagai 'jiwa'. Mereka percaya roh meninggalkan tubuh setelah kematian sebagai embusan udara.

“Tapi itu tidak berarti proses kematiannya cepat. Proses kematian selesai ketika tubuh fisik dihancurkan dengan kremasi atau dekomposisi,” McDermott menambahkan.

Sebagian besar orang Hellenes kuno tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi setelah kematian. Mereka lebih peduli dengan apa yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang baik, selaras dengan orang lain dan dunia di sekitar.

Sepanjang sebagian besar periode Helenistik, roh-roh orang mati tidak ditakuti karena apa yang dapat mereka lakukan. Mereka lebih diwaspadai karena pengaruhnya terhadap dewa-dewa dan dengan ‘polusi spiritual.’ Karena itu, merawat orang yang sudah meninggal dipercaya dapat mengurangi pengaruh buruknya.