Kebiasaan Merokok Sultan Agung dan Erotisme Roro Mendut Menjual Rokok

By Galih Pranata, Kamis, 19 Mei 2022 | 09:00 WIB
Cover buku novel gubahan Y.B. Mangunwijaya yang berjudul Rara Mendut: Sebuah Trilogi yang terbit pada 2008. (Rara Mendut: Sebuah Trilogi)

Para laki-laki tergoda dengan kecantikannya sehingga memilih melarisi dagangannya. Erotisme Roro Mendut juga bahkan menginspirasi adanya sales promotion girl (SPG) dalam industri rokok.

Potret anumerta Sultan Agung. (Wikimedia Commons)

Kesibukannya untuk mencari uang guna membayar denda, mempertemukannya dengan tambatan hati. Ia bertemu dengan Pranacitra, seorang laki-laki yang muda dan rupawan. 

Sepasang sejoli itu pada akhirnya saling jatuh cinta. Namun di akhir kisahnya, Pranacitra dibunuh oleh Wiraguna. Karena kecewa berat, Roro Mendut pun memilih untuk bunuh diri.

Dari istana Mataram, rokok sudah mulai dikenal para bangsawan di abad ke-17. Pribumi di zaman Hindia-Belanda kemudian mempunyai kebiasaan untuk menggulung rokoknya sendiri, dengan cara yang amat sederhana sekali susunan maupun bentuknya.

  

Baca Juga: Industri Kretek: Prestasi Pribumi dan Keuntungan Pemerintah Kolonial

Baca Juga: Kisah Rokok Tembakau Tiba di Nusantara dan Peleburannya dengan Rempah

Baca Juga: Sejak Kapan Manusia Merokok? Ini Bukti Tertua Penggunaan Tembakau

Baca Juga: Perempuan-perempuan yang Memegang Rahasia Mutu Tembakau Deli

Baca Juga: Cakraningrat I dan Kisah Penaklukan Arosbaya oleh Sultan Agung

  

"Oleh sebab itu, rokok penduduk asli di Indonesia di zaman itu belum merupakan barang dagangan yang menarik," terusnya. Setelah mengisap, perlahan rokok mulai menyebar ke seluruh pelosok negeri.

Sesudah adanya usaha untuk mencampur tembakau dengan berbagai rempah-rempah seperti cengkih, atau damar dan akar-akar wangi, bentuk kesederhanaan rokok itu mulai beralih ke arah barang komersil. Ia menjadi komoditas dagang yang lebih berarti dan menguntungkan.

Kebiasaan melinting rokok sendiri itu pun masih tetap dilaksanakan sebagian masyarakat pribumi, khususnya di daerah-daerah pedalaman yang miskin. 

"Rokok demikian dikenal sebagai tingwe (singkatan dari nglinting dewe atau menggulung sendiri)," lanjutnya. Bahkan, sering terjadi rokok itu hanya terdiri dari pembungkus (klobot) dan tembakau, tanpa cengkih atau jenis rempah-rempah lain.