Hanya Menyeberangi Sungai Kecil, Julius Caesar Memulai Perang Panjang

By Sysilia Tanhati, Jumat, 20 Mei 2022 | 15:00 WIB
Meski tidak lebih dari sebuah aliran kecil, Rubicon memiliki arti pentingnya bagi Romawi. (Adolphe Yvon/Musée des Beaux-Arts d'Arras)

Dibanjiri dengan emas dan harta, Caesar dengan cerdik ‘menjebak’ senator agar mau menjadi sekutu tanpa syarat. Ia ‘bermurah hati’ melunasi hutang para senator.

Memiliki pasukan yang hebat dan setia, dikombinasikan dengan kekayaan, semua ini menimbulkan ketakutan sekaligus kebencian di hati senator Romawi. Saat itu Pompeius sudah bergerak untuk mengambil hati para bangsawan, kelompok yang juga membenci Caesar.

Setelah pertempuran berakhir di Galia, Caesar terpaksa mundur dari posisinya sebagai gubernur serta membubarkan pasukannya. Redonet  menambahkan, “Dengan demikian kehilangan kekebalan yang diberikan oleh posisi resminya.”

Kesempatan ini segera dimanfaatkan oleh Pompeius dan sekutu barunya. Mereka ingin menyeret Caesar ke pengadilan atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan selama di Galia. Harapannya, ini dapat mengakhiri karir politik Caesar.

Tapi Caesar berdiri tegak pada bulan Maret 50 Sebelum Masehi. Dia tidak akan mundur sebagai gubernur Galia, sebagaimana ditetapkan sebelumnya. Kemudian, ia akan mencalonkan diri untuk pemilihan menjadi konsul untuk kedua kalinya.

Musuh-musuhnya di Romawi bergegas untuk meningkatkan tekanan pada gubernur yang keras kepala itu. Mereka menegaskan kembali kepada Senat bahwa sejak serangan militer berakhir, Caesar harus membubarkan pasukannya dan gubernur baru Galia dipilih untuk menggantikannya.

Suasana permusuhan di Senat meyakinkan Caesar bahwa dia perlu membela diri secara militer dan politik. Dia memindahkan beberapa pasukannya ke utara Italia, sekaligus memperluas pengaruhnya di koridor kekuasaan.

Pompeius melawan Caesar

Konflik antara Caesar dan Pompeius makin tidak terkendali. Aliansi terus berubah, bahkan salah satu letnan Caesar yang paling setia, Labienus, memutuskan untuk beralih ke Pompeius.

Sementara itu, Pompeius telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa pasukannya lebih kuat dari Caesar. Menurutnya, kepemimpinan karismatiknya memungkinkan dia untuk merekrut orang sebanyak yang dia inginkan di Italia.

Marcus Caelius Rufus, seorang bangsawan, merangkum situasinya dalam sebuah surat kepada Cicero pada musim gugur tahun itu. “Semakin dekat kita dengan bentrokan yang tak terhindarkan ini, semakin jelas bahayanya.”

Inti masalahnya adalah Pompeius menyatakan dia tidak akan mengizinkan Caesar dipilih sebagai konsul kecuali Caesar melepaskan kendali atas pasukan dan provinsinya. Caesar, di sisi lain, yakin statusnya terancam jika dia menyerahkan pasukannya. “Perseteruan ini akan meledak menjadi perang skala penuh!” tulis Rufus dalam suratnya itu.