Hanya Menyeberangi Sungai Kecil, Julius Caesar Memulai Perang Panjang

By Sysilia Tanhati, Jumat, 20 Mei 2022 | 15:00 WIB
Meski tidak lebih dari sebuah aliran kecil, Rubicon memiliki arti pentingnya bagi Romawi. (Adolphe Yvon/Musée des Beaux-Arts d'Arras)

Nationalgeographic.co.id—Pada 10 Januari 49 Sebelum Masehi, di tepi Sungai Rubicon di selatan Galia, Julius Caesar dan tentara Legiun ke-13 menunggu. Saat itu mereka sedang dihadapkan beberapa pilihan untuk melanjutkan perjuangan.

Meski tidak lebih dari sebuah aliran kecil, Rubicon memiliki arti pentingnya bagi Romawi. Sungai ini menandai perbatasan resmi antara Italia dan Cisalpine Gaul, wilayah selatan Pegunungan Alpen yang diperintah oleh Caesar.

Terlepas dari bentuknya, menyeberangi sungai sederhana ini akan memiliki konsekuensi serius. Menurut hukum Republik Romawi, gubernur provinsi mana pun yang memimpin pasukan melintasi perbatasan kembali ke Italia dinyatakan sebagai musuh publik. “Itu, cukup sederhana, tindakan perang,” ujar Fernando Lillo Redonet pada National Geographic.

Prajuritnya menjadi saksi bagaimana Caesar mengasah keterampilannya sebagai ahli strategi militer dan politik, serta menaklukkan Gaul. Caesar memperluas batas Republik Romawi sejauh Rhine dan sepanjang waktu menopang pengaruhnya kembali di Romawi.

Khawatir dengan kekuatannya yang semakin besar, Senat memerintahkan Caesar untuk mengesampingkan niatnya. Sadar bahwa tindakan yang akan memicu perang, Caesar memilih untuk menyeberangi Rubicon.

Jalan menuju kekuasaan

Caesar bukanlah orang pertama yang secara terbuka melanggar hukum republik. Ketegangan sosial yang diciptakan oleh ekspansi wilayah Romawi menjerumuskan sistem politik ke dalam krisis. Ini dialami Caesar hampir sepanjang hidupnya.

Karir Caesar ditandai oleh suasana persaingan yang hiruk pikuk untuk kekuasaan antara bangsawan dan populisme. Tahun 60 Sebelum Masehi, dia bersekutu dengan jenderal Pompeius dan politisi kuat lainnya, Marcus Licinius Crassus. Ketiganya mendominasi sistem republik untuk keuntungan pribadi.

Puncaknya adalah konsul Caesar pada tahun 59 Sebelum Masehi, di mana ia mengesampingkan Senat dan mengesahkan berbagai undang-undang. Ia bermaksud untuk memenangkan dukungan rakyat.

Tersengat oleh penghinaan Caesar, faksi aristokrat yang kuat di Senat menunggu kesempatan untuk menghabisinya ketika konsul berakhir. Itu adalah saat di mana Caesar tidak memiliki kekebalan resmi dan sangat rentan terhadap musuh-musuhnya.

Sadar akan bahaya, ia membuat kesepakatan dengan Pompeius dan Crassus untuk menguasai Gaul dan memperluas wilayah kekuasaannya.

Delapan tahun kemudian, pada awal tahun 50 Sebelum Masehi, Caesar telah menaklukkan Galia, untuk keuntungan besar republik. “Bagi Romawi, ia memenangkan wilayah yang berharga untuk mempertahankannya dari invasi,” tutur Redonet.

Dibanjiri dengan emas dan harta, Caesar dengan cerdik ‘menjebak’ senator agar mau menjadi sekutu tanpa syarat. Ia ‘bermurah hati’ melunasi hutang para senator.

Memiliki pasukan yang hebat dan setia, dikombinasikan dengan kekayaan, semua ini menimbulkan ketakutan sekaligus kebencian di hati senator Romawi. Saat itu Pompeius sudah bergerak untuk mengambil hati para bangsawan, kelompok yang juga membenci Caesar.

Setelah pertempuran berakhir di Galia, Caesar terpaksa mundur dari posisinya sebagai gubernur serta membubarkan pasukannya. Redonet  menambahkan, “Dengan demikian kehilangan kekebalan yang diberikan oleh posisi resminya.”

Kesempatan ini segera dimanfaatkan oleh Pompeius dan sekutu barunya. Mereka ingin menyeret Caesar ke pengadilan atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan selama di Galia. Harapannya, ini dapat mengakhiri karir politik Caesar.

Tapi Caesar berdiri tegak pada bulan Maret 50 Sebelum Masehi. Dia tidak akan mundur sebagai gubernur Galia, sebagaimana ditetapkan sebelumnya. Kemudian, ia akan mencalonkan diri untuk pemilihan menjadi konsul untuk kedua kalinya.

Musuh-musuhnya di Romawi bergegas untuk meningkatkan tekanan pada gubernur yang keras kepala itu. Mereka menegaskan kembali kepada Senat bahwa sejak serangan militer berakhir, Caesar harus membubarkan pasukannya dan gubernur baru Galia dipilih untuk menggantikannya.

Suasana permusuhan di Senat meyakinkan Caesar bahwa dia perlu membela diri secara militer dan politik. Dia memindahkan beberapa pasukannya ke utara Italia, sekaligus memperluas pengaruhnya di koridor kekuasaan.

Pompeius melawan Caesar

Konflik antara Caesar dan Pompeius makin tidak terkendali. Aliansi terus berubah, bahkan salah satu letnan Caesar yang paling setia, Labienus, memutuskan untuk beralih ke Pompeius.

Sementara itu, Pompeius telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa pasukannya lebih kuat dari Caesar. Menurutnya, kepemimpinan karismatiknya memungkinkan dia untuk merekrut orang sebanyak yang dia inginkan di Italia.

Marcus Caelius Rufus, seorang bangsawan, merangkum situasinya dalam sebuah surat kepada Cicero pada musim gugur tahun itu. “Semakin dekat kita dengan bentrokan yang tak terhindarkan ini, semakin jelas bahayanya.”

Inti masalahnya adalah Pompeius menyatakan dia tidak akan mengizinkan Caesar dipilih sebagai konsul kecuali Caesar melepaskan kendali atas pasukan dan provinsinya. Caesar, di sisi lain, yakin statusnya terancam jika dia menyerahkan pasukannya. “Perseteruan ini akan meledak menjadi perang skala penuh!” tulis Rufus dalam suratnya itu.

Sebagian besar senator yang ketakutan bersedia memberikan konsesi yang diminta Caesar untuk menghindari perang. Pada bulan Desember, 370 senator memilih Caesar dan hanya 22 yang menentang. Tetapi faksi yang menentang Caesar mencari Pompeius di Forum, memohon untuk mengambil alih komando pasukan Italia untuk menyelamatkan republik.

Meskipun melanggar hukum, Pompeius menerima misi tersebut.

Memulai perang

Untuk mengakhiri perseteruan, pada tahun 49 Sebelum Masehi Caesar menawarkan untuk mengundurkan diri dari komandonya. Tetapi Senat menafsirkan proposalnya sebagai sikap arogansi.

Caesar sebagai musuh publik oleh Pompeius dan konsul. Negosiasi terus berlanjut hingga saat-saat terakhir. Caesar bahkan mengatakan dia akan mundur jika diizinkan untuk mempertahankan hanya satu legiun dan memerintah provinsi Illyria.

Proposal itu mendapat tentangan sengit dari Cato Muda, salah satu lawan Caesar yang paling keras kepala. Senat bertemu lagi dan mengeluarkan dekrit yang meminta konsul untuk mempertahankan Romawi dari serangan apa pun.

Saat itu, Caesar menunggu tanggapan Senat selama berhari-hari. Ia ingin melihat apakah masalah dapat diselesaikan secara damai dengan tindakan adil apa pun dari musuh-musuhnya.

Bergabung dengan pasukannya di tepi sungai, Caesar merenungkan pilihan menyakitkan yang terbentang di hadapannya.

Di akhir penantiannya, Caesar menyadari tidak ada lain dan mulai mempersiapkan pertarungan terakhir.

Pada 10 Januari, ketika dia mengetahui keputusan Senat, dia memerintahkan Legiun ke-13 untuk mengambil posisi tepi sungai Rubicon. Sang Pemimpin mendesak prajuritnya untuk mempertahankan kehormatan jenderal yang telah mereka layani selama sembilan tahun. Prajurit setia itu bersumpah untuk membalas penghinaan terhadap Caesar dan tribun.

Sekitar satu setengah abad kemudian sejarawan Suetonius membuat catatan tentang momen ini. Catatannya itu mengungkapkan status legendaris yang dicapai peristiwa itu dalam pikiran Romawi.

“Ia mengambil terompet, bergegas ke sungai, dan membunyikan nada perang dengan ledakan dahsyat, berjalan ke tepi seberang. Kemudian Caesar berteriak: 'Ambillah jalan yang ditunjukkan oleh tanda-tanda para dewa dan tipu muslihat musuh kita. Keputusan tidak dapat diubah.'”

Caesar mendapat dukungan dari pasukan setia yang akan mengikutinya menuju kemenangan atau kematian. Menurut penyair Lucan, Caesar menyatakan: “Di sini saya meninggalkan perdamaian dan hukum yang dinodai. Keberuntungan, Andalah yang saya ikuti. Perpisahan dengan perjanjian. Mulai sekarang, perang adalah hakim kami.”

Setelah penyeberangan

Pilihan yang dihadapi Romawi adalah apakah selama beberapa dekade lebih banyak faksionalisme dan kekacauan politik, atau menerima orang kuat untuk memaksakan reformasi, dan mengatur urusannya. Dengan cepat melewati tepi sungai kecil ini, Caesar membuat republik itu meluncur ke pilihan kedua.

   Baca Juga: Cato Muda, Musuh Abadi Caesar, Pemimpin Romawi Jujur di Era Korup

 Baca Juga: Julius Caesar, Akhir yang Berdarah dari Seorang Diktator Romawi

 Baca Juga: Kisah Augustus, Kaisar Romawi yang Merupakan Anak Angkat Julius Caesar

 Baca Juga: Sisi Lain Julius Caesar, Kaisar Romawi Kuno Dicap Pezina Buruk

   

Sejak melintasi Rubicon, Caesar dan legiunnya telah mengusir Pompeius dan pasukannya dari Italia. Tapi serangan militer ini ini baru permulaan. Dalam upaya untuk menghancurkan Pompeius dan sekutunya yang luas di seluruh dunia Romawi, Caesar menempuh jarak yang mencengangkan. Ia memadamkan pemberontakan di Marseille modern di Prancis sebelum mengalahkan loyalis Pompeius di Spanyol pada Pertempuran Ilerda pada bulan Juni.

Tahun 48 Sebelum Masehi didedikasikan untuk mengejar Pompeius di seluruh Yunani. Pompeius mati dibunuh oleh Ptolemy XIII yang menuruti arus politik Romawi. Perang ini berlangsung selama lima tahun hingga Pompeius dan anak buahnya disapu bersih oleh pasukan Caesar.

Setelah kembali ke Roma, Caesar terus menerapkan reformasi signifikan di tahun kehidupan yang tersisa baginya. Ini termasuk meningkatkan distribusi tanah dan biji-bijian, serta reorganisasi pemerintah lokal di seluruh Italia.

Meski melakukan banyak reformasi, Caesar rentan di koridor kekuasaan dan akhirnya mati di tangan para musuhnya.