Nationalgeographic.co.id—Prestasi para pelajar Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara, kata sebuah laporan yang dirilis oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD).
OECD memiliki Program Penilaian Pelajar Internasional (Programme for International Student Assessment/PISA). PISA adalah tes yang diberikan setiap tiga tahun kepada anak-anak berusia 15 tahun di 79 negara.
Tes ini menguji kemampuan siswa dalam matematika, membaca, dan sains. Hasil dari PISA 2018 menempatkan Indonesia di 10 negara terbawah. Temuan menunjukkan masalah kualitas pendidikan di negara terpadat di Asia Tenggara ini.
"Ini adalah wake-up call bagi kita semua di dunia pendidikan," kata Totok Amin Soefijanto, pakar kebijakan Universitas Paramadina di Jakarta.
Indonesia memiliki populasi anak muda yang besar di negara berpenduduk 260 juta jiwa. Orang-orang muda ini mewakili kemungkinan yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi. Namun, masalah pendidikan dapat mengganggu tujuan itu.
Guru-guru yang berkualitas buruk adalah masalah utama. Enam puluh lima persen siswa yang ditanyai PISA mengatakan bahwa guru mereka jarang memberikan umpan balik langsung kepada mereka.
Pemerintah Indonesia menggunakan tes kemampuan guru. Pada 2015, tiga juta guru di negara itu mengikuti tes. Skor rata-rata adalah 53 persen, lapor Profesor Andrew Rosser dari University of Melbourne yang memeriksa hasilnya.
Tes belum diulang sejak saat itu. Soefijanto dari Universitas Paramadina berpikir seharusnya tes diulang. "Karena kalau ini tidak kita ukur," katanya seperti dilansir VOA akhir 2019 lalu, "kita tidak tahu di mana keterampilan mereka berkurang."
Pada 2017 Bank Dunia pernah melaporkan, Satu dari lima guru di Indonesia sering bolos sekolah. Guru-guru Indonesia juga bekerja dengan upah rendah dan sering ditunjuk sebagai pembantu bagi orang lain, kata Rosser.
Ratusan bahasa ibu digunakan di negara kepulauan itu, menambah kerumitan sistem pendidikannya.
Di bawah penguasa militer Suharto dari tahun 1965 hingga 1998, sistem sekolah di Indonesia sangat terpusat. Namun ketika pemerintah bergerak menuju reformasi demokrasi, kontrol kebijakan pendidikan mulai berpindah ke pemerintah daerah. Karena Indonesia meliputi wilayah 15.000 pulau, penyebaran ini menyulitkan penetapan pedoman pendidikan nasional atau kualifikasi guru.
Laporan OECD mencatat bahwa Indonesia telah membuat kemajuan dalam menyekolahkan anak-anak. Dari tahun 2001 hingga 2018, mereka yang mengambil PISA meningkat dari 46 persen menjadi 85 persen siswa berusia 15 tahun.