Pendidikan di Indonesia Tertinggal dari Negara-Negara Tetangga

By Utomo Priyambodo, Selasa, 24 Mei 2022 | 14:00 WIB
Seorang ibu mengantar anaknya yang berangkat sekolah bersama teman-temannya dengan menyusuri rel. Anak-anak muda di Indonesia mewakili kemungkinan yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi. Namun, masalah pendidikan dapat mengganggu tujuan itu. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)

Nationalgeographic.co.id—Prestasi para pelajar Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara, kata sebuah laporan yang dirilis oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD).

OECD memiliki Program Penilaian Pelajar Internasional (Programme for International Student Assessment/PISA). PISA adalah tes yang diberikan setiap tiga tahun kepada anak-anak berusia 15 tahun di 79 negara.

Tes ini menguji kemampuan siswa dalam matematika, membaca, dan sains. Hasil dari PISA 2018 menempatkan Indonesia di 10 negara terbawah. Temuan menunjukkan masalah kualitas pendidikan di negara terpadat di Asia Tenggara ini.

"Ini adalah wake-up call bagi kita semua di dunia pendidikan," kata Totok Amin Soefijanto, pakar kebijakan Universitas Paramadina di Jakarta.

Indonesia memiliki populasi anak muda yang besar di negara berpenduduk 260 juta jiwa. Orang-orang muda ini mewakili kemungkinan yang cukup besar untuk pertumbuhan ekonomi. Namun, masalah pendidikan dapat mengganggu tujuan itu.

Guru-guru yang berkualitas buruk adalah masalah utama. Enam puluh lima persen siswa yang ditanyai PISA mengatakan bahwa guru mereka jarang memberikan umpan balik langsung kepada mereka.

Pemerintah Indonesia menggunakan tes kemampuan guru. Pada 2015, tiga juta guru di negara itu mengikuti tes. Skor rata-rata adalah 53 persen, lapor Profesor Andrew Rosser dari University of Melbourne yang memeriksa hasilnya.

Tes belum diulang sejak saat itu. Soefijanto dari Universitas Paramadina berpikir seharusnya tes diulang. "Karena kalau ini tidak kita ukur," katanya seperti dilansir VOA akhir 2019 lalu, "kita tidak tahu di mana keterampilan mereka berkurang."

Pada 2017 Bank Dunia pernah melaporkan, Satu dari lima guru di Indonesia sering bolos sekolah. Guru-guru Indonesia juga bekerja dengan upah rendah dan sering ditunjuk sebagai pembantu bagi orang lain, kata Rosser.

Ratusan bahasa ibu digunakan di negara kepulauan itu, menambah kerumitan sistem pendidikannya.

Di bawah penguasa militer Suharto dari tahun 1965 hingga 1998, sistem sekolah di Indonesia sangat terpusat. Namun ketika pemerintah bergerak menuju reformasi demokrasi, kontrol kebijakan pendidikan mulai berpindah ke pemerintah daerah. Karena Indonesia meliputi wilayah 15.000 pulau, penyebaran ini menyulitkan penetapan pedoman pendidikan nasional atau kualifikasi guru.

Laporan OECD mencatat bahwa Indonesia telah membuat kemajuan dalam menyekolahkan anak-anak. Dari tahun 2001 hingga 2018, mereka yang mengambil PISA meningkat dari 46 persen menjadi 85 persen siswa berusia 15 tahun.

Menteri Pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim, mengatakan kepada surat kabar Kompas bahwa hasil PISA "tidak boleh dikemas sebagai kabar baik." Dia mengumumkan minggu ini bahwa ujian nasional negara itu akan dikerjakan ulang untuk menguji siswa pada keterampilan matematika, membaca, dan menulis.

  

Baca Juga: Reformasi Pendidikan Buat Finlandia Memiliki Mutu Pendidikan Terbaik

Baca Juga: Sistem Among ala Taman Siswa Jadi Identitas Pendidikan Pribumi

Baca Juga: Generasi Vesala, Saksi Seabad Perjalanan Pendidikan Finlandia

Baca Juga: Sejarah Permainan Monopoli, Jadi Alat Pendidikan di Zaman Dulu

   

Matematika adalah mata pelajaran PISA yang sulit bagi siswa Indonesia. Hanya satu persen dari mereka yang diuji mendapatkan hasil tingkat tertinggi. Ini sangat kecil jika dibandingkan dengan 44 persen di Tiongkok daratan dan 37 persen di Singapura.

Beberapa sumber belajar matematika dan sains di Indonesia telah ditata ulang untuk mendukung mata pelajaran lain, seperti agama. Hampir dua pertiga sekolah menengah di negara itu adalah sekolah swasta dan menawarkan pendidikan Islam. Sebuah studi tahun 2017 melaporkan, para siswa di sekolah-sekolah ini umumnya mendapat nilai ujian yang lebih rendah daripada para siswa di sekolah-sekolah non-agama.

Sementara itu, ada satu area di mana para siswa Indonesia mendapat nilai tinggi. 91 persen dari para siswa yang melaporkan "kadang-kadang atau selalu merasa bahagia", mendapat enam poin lebih tinggi dari rata-rata dunia. Barangkali, proses pendidikan yang menyenangkan adalah kunci!