Percobaan pertama (fast-close) dan terakhir (slow-close) ternyata masing-masing membuat para kera itu menunjukkan perilaku stres lebih lama. Para kera itu juga mengurangi rasa ingin makan mereka akibat perahu mendekat saat percobaan pertama. Para bekantan pejantan pun menunjukkan perilaku yang lebih waspada dibandingkan betina.
Para bekantan itu menatap perahu yang mulai mendekati itu lebih lama dari sebelum perahu mendekat. Mereka menggaruk-garuk dirinya berulang-ulang dan bergerak cepat mundur untuk bersembunyi di pepohonan.
Para peneliti memperkirakan perilaku ini membuat mereka bisa meninggalkan tempat tidur mereka yang aman, dan mundur jauh ke dalam hutan saat hari mulai gelap. Padahal, habitat hutan dalam punya risiko tinggi bagi para bekantan itu untuk dimangsa predator.
"Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa pendekatan perahu motor tunggal menginduksi stres pada bekantan ketika mendekati mereka sedekat 60 meter dari sisi lain sungai, terlepas dari kecepatan pendekatan," Davila-Ross menyimpulkan.
"Temuan ini cocok yang didapat dalam studi tentang mamalia laut dan burung, menunjukkan bahwa stres adalah respons universal di seluruh hewan ketika sebuah perahu mendekat—objek besar, bersuara keras, dan buatan yang bergerak ke arah mereka mungkin akan mengancam," lanjutnya.
Melalui temuan ini para peneliti mengusulkan adanya pedoman wisata primata di daerah riparian. Selama ini, kebanyakan area ekowisata seperti itu tidak diatur. Pengaturan ini harus mencakup pendekatan tidak lebih dari empat kilometer per jam dengan jarak 100 meter dari bekantan. Yang tidak kalah penting, ketika pengunjung menyambangi primata, tidak boleh lebih dekat dari 60 meter.