Suara Perahu Motor Ekowisata Terlalu Bising: Bisa Bikin Primata Stres

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 28 Mei 2022 | 13:00 WIB
Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan salah satu primata endemik Pulau Kalimantan. Ekowisata yang menggunakan perahu motor kerap membuat mereka berperilaku tanda-tanda stres. (Efan Ekananda)

Nationalgeographic.co.id - Konsep ekowisata selama ini punya manfaat positif bagi kelestarian hewan liar di alamnya. Alih-alih bisa menyaksikan hewan liar di saat berlibur, ternyata sebuah studi di jurnal International Journal of Primatology yang dipublikasikan Februari 2022, konsep ini juga punya dampak buruk bagi primata.

Para peneliti menjelaskan bahwa primata makin terganggu ketika ekowisata menyediakan perahu motor untuk wisatawan. Kendaraan ini menyebabkan perilaku yang berhubungan pada tanda-tanda stres kera.

"Bukti kami menunjukkan bahwa bahkan satu perahu motor yang bergerak lambat sekalipun, dengan manusia yang berperilaku tenang, dapat berdampak negatif terhadap perilaku primata dan menyebabkan stres," kata Marina Davila-Ross, penulis utama studi dari Psychology Department, University of Portsmouth, Inggris, dikutip dari rilis.

Temuan ini ia dapatkan bersama timnya ketika mengamati perilaku bekantan di Sabah, Malaysia. Habitat mereka berada di tepi-tepi sungai. Keeksotisan hewan ini jadi daya tarik wisatawan untuk mendekatinya. Perahu-perahu biasanya membawa wisatawan mendekati primata ini dengan cepat dan keras, dan sering kali mencapai tepi sungai beberapa meter dari satwa liar.

"Daerah riparian merupakan habitat penting yang menjadi semakin populer untuk ekowisata primata karena memungkinkan wisatawan untuk menjangkau primata dengan mudah melalui perahu motor," lanjut Davila-Ross.

Kunjungan seperti ini menghasilkan kebisingan yang luar biasa tinggi. Akibatnya, para peneliti mengungkapkan, para primata berperilaku tanda-tanda stres seperti menggaruk-garuk diri, meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan tingkat agresi, dan mengurangi makan.

Baca Juga: Menelisik Potensi Ekowisata di Indonesia dan Cara Memasarkannya

Baca Juga: Berjalan dengan Tangan, Lima Bersaudara Ini Tidak Pernah Berdiri

Baca Juga: Saat Kepunahan Massal, Nenek Moyang Primata Telah Meninggalkan Pohon

Baca Juga: Alex Waisimon: Mencintai Alam Sama Dengan Membenci Para Perusaknya

Untuk membuktikannya, para peneliti melakukan percobaan dengan mendekati kera di perahu motor dengan kecepatan dan jarak tempuh beragam.

Pertama, mereka mencoba mendekati kera selama sepuluh detik dengan jarak 40 meter berkecepatan 14,4 kilometer per jam. Kemudian mendekati mereka selama 40 detik saat menempuh jarak yang sama dengan kecepatan 3,6 kilometer per jam. Terakhir, kondisi yang sangat lambat dan jauh, mendekati kera selama 20 detik dengan jarak 100 meter dengan kecepatan 3,6 kilometer per jam.

Percobaan pertama (fast-close) dan terakhir (slow-close) ternyata masing-masing membuat para kera itu menunjukkan perilaku stres lebih lama. Para kera itu juga mengurangi rasa ingin makan mereka akibat perahu mendekat saat percobaan pertama. Para bekantan pejantan pun menunjukkan perilaku yang lebih waspada dibandingkan betina.

Para bekantan itu menatap perahu yang mulai mendekati itu lebih lama dari sebelum perahu mendekat. Mereka menggaruk-garuk dirinya berulang-ulang dan bergerak cepat mundur untuk bersembunyi di pepohonan.

Para peneliti memperkirakan perilaku ini membuat mereka bisa meninggalkan tempat tidur mereka yang aman, dan mundur jauh ke dalam hutan saat hari mulai gelap. Padahal, habitat hutan dalam punya risiko tinggi bagi para bekantan itu untuk dimangsa predator.

"Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa pendekatan perahu motor tunggal menginduksi stres pada bekantan ketika mendekati mereka sedekat 60 meter dari sisi lain sungai, terlepas dari kecepatan pendekatan," Davila-Ross menyimpulkan.

"Temuan ini cocok yang didapat dalam studi tentang mamalia laut dan burung, menunjukkan bahwa stres adalah respons universal di seluruh hewan ketika sebuah perahu mendekat—objek besar, bersuara keras, dan buatan yang bergerak ke arah mereka mungkin akan mengancam," lanjutnya.

Melalui temuan ini para peneliti mengusulkan adanya pedoman wisata primata di daerah riparian. Selama ini, kebanyakan area ekowisata seperti itu tidak diatur. Pengaturan ini harus mencakup pendekatan tidak lebih dari empat kilometer per jam dengan jarak 100 meter dari bekantan. Yang tidak kalah penting, ketika pengunjung menyambangi primata, tidak boleh lebih dekat dari 60 meter.