Oleh Ady Setyawan—Jelajah Tiga Zaman Jalan Raya Pos
Nationalgeographic.co.id—Bandung memiliki alasan menarik di balik peta Jalan Raya Pos. Jalan raya ini memang tidak sepenuhnya membentang sepanjang pantai utara Jawa—atau yang populer dengan tengara Jalan Raya Pantura.
Jalan yang bermula di Anyer ini menuju ke arah timur menuju Batavia, kini Jakarta. Akan tetapi, dari kota ini Jalan Raya Pos tidak mengarah ke timur, melainkan berubah arah menuju selatan. Jalan ini menuju Bogor menanjak ke arah Puncak, Cianjur, dan Bandung. Kemudian, jalan raya ini kembali mendekati pantai utara melalui Pasirmuncang, Sumedang, Karangsembung, dan tiba di pesisir Cirebon.
Apa yang membuat Bandung begitu istimewa dalam jalur Jalan Raya Pos? Demi menggali jawabnya, saya menjumpai Kang Atep Kurnia, seorang penulis buku-buku sejarah terkait kawasan Priangan. Sejak 2018 sampai hari ini Kang Atep telah menerbitkan delapan buku pribadi, dan lebih dari 20 buku yang disusun bersama dengan penulis lain.
Kang Atep mencermati arsip-arsip terkait Bandung dan Jalan Raya Pos. Jalur di selatan Batavia ini melintasi kawasan subur penghasil kekayaan alam yang penting, ungkapnya. Bahkan, menurut Kang Atep, bukan hanya soal komoditi yang mengisi pundi-pundi kekuasaan kolonial, tetapi juga persoalan yang personal. Contohnya, kawasan Cipanas yang dikenal sebagai penghasil sayur-sayuran terbaik yang dihidangkan di meja para pejabat Istana Bogor bahkan sampai Kota Batavia.
Joseph Arnold, seorang dokter Inggris yang juga seorang penikmat botani, mencatat jurnal harian berjudul The Java Journal of dr Joseph Arnold. Catatan perjalanan ini diungkap John Bastin dalam Journal of the Royal Asiatic Society, Vol 46, no 1 yang terbit pada 1973.
Si dokter Inggris ini mengungkapkan bahwa Cipanas seolah menjadi kebun pemerintah kolonial. "Tampaknya sungguh sebuah upaya yang luar biasa menyulitkan, buah dan sayuran setiap hari dikirimkan oleh lima orang dari tempat ini menuju Buitenzorg dan terkadang hingga tiba di Batavia sejauh 70 mil hanya demi menyuplai meja makan Gubernur," tulisnya.
Cipanas sebagai penghasil sayur terbaik masih terus terekam dalam catatan Mayor William Thorn dalam Memoirs of the Conquest of Java, 1815. Bahkan, Pramoedya Ananta Toer pun mencatatnya dalam Jalan Raya Pos Jalan Daendels, 2005.
Jalan yang membelah gunung-gunung antara Bogor dan Bandung ini tercatat sebelum dibangunnya Jalan Raya Pos. Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck sekitar Agustus sampai September 1713 mengadakan perjalanan dari Bogor ke Bandung guna mencari tambang belerang di Gunung Papandayan dan Gunung Tangkuban Perahu.
Riebeeck juga mengadakan pertemuan dengan para Bupati Priangan di Bandung guna membahas perluasan budidaya kopi, demikian catat F. de Haan. Sejarawan Belanda ini mencatat dalam bukunya bertajuk Priangan de preanger-regentschappen onder het Nederlandsch bestuur tot 1811, Vol II yang terbit pada 1911. Kendati tidak dijelaskan dengan detail bagaimana kondisi jalan yang ada pada masa kunjungan ini, tentu kita bisa menduga situasinya jauh lebih menantang dibandingkan hari ini.
Baca Juga: Jelajah Tiga Zaman Jalan Raya Pos, Mengungkap Sisi Lain Histori Kota
Baca Juga: Preangerstelsel: Saat Kopi jadi Kekuatan Ekonomi di Hindia-Belanda
Baca Juga: Herman Willem Daendels dalam Pemberantasan Korupsi di Hindia Belanda
Baca Juga: Riwayat Orang Belanda Menanam Kopi Priangan yang Sohor di Eropa
Bagaimana situasi kota Bandung pada awal abad ke-18? Kota ini berada di barat daya Cirebon, lebih tepatnya pedalaman Jawa Barat. Cirebon, Cianjur dan Sumedang merupakan kabupaten di bentang kawasan Jaccatrasche en Preanger Bovenlanden. Belanda memulai budi daya kopi di Priangan pada 1706-1707. Semenjak itulah Bandung tumbuh menjadi sentra perkebunan kopi terbesar kedua setelah Cianjur.
Demi mengeruk keuntungan ekonomi dari perkebunan-perkebunan sekitar Bandung, Herman Willem Daendels memutuskan membelokkan Jalan Raya Pos ke arah selatan Batavia. Dari Bandung, saya menyusuri jalan ini menuju kota pesisir utara Jawa, Cirebon.
Pada 25 Mei 2022, Jelajah Tiga Zaman Jalan Raya Pos bermula. Perjalanan dengan dua jentera ini berawal dari Anyer, menyinggahi beberapa kota sampai Panarukan. Perhelatan ini merupakan program #SayaPejalanBijak yang menggandeng Intisari dan National Geographic Indonesia, serta didukung oleh Royal Enfield. Simak jurnal hariannya di akun Instagram @SayaPejalanBijak dan @IntisariOnline.