Baca Juga: Kelak, Astronaut Akan Bisa Minum Air dari Gunung Berapi Purba di Bulan
Baca Juga: Dahsyatnya Letusan Gunung Hunga Tonga Mirip Dengan Krakatau Tahun 1883
Baca Juga: Menyaksikan Sejarah Alam Gunung Merapi dari Pelukis ke Pelukis
Selain dari pemahaman itu, Gregg dan rekan-rekan menggunakan metode yang pasti dikenal oleh peramal cuaca dan iklim. Mereka menggabungkan data pengamatan aktivitas tanah gunung berapi dengan prediksi dan simulasi.
Kemudian, gambar radar satelit untuk pencitraan bawah tanah Sierra Negra, digunakan untuk melihat apa yang dilakukan reservoir magma yang menggembung. Selanjutnya, mereka menjalankan model pada superkomputer untuk mempelajari apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Jika ada yang berubah selama bulan-bulan itu, perkiraan kami tidak akan berhasil,” kata Gregg.
Pengamatan mereka mendapati magma menggembung pada Januari 2018. Dari situ, Gregg dan rekan-rekan memperkirakan letusannya pada 25 Juni atau 5 Juli. Levelnya akan terus meningkat selama beberapa bulan ke depan, berdasarkan jadwal. Setelah kejadian mereka mengamati, bahwa reservoir dan tekanannya itu mengakibatkan gempa bumi yang cukup kuat.
Praktik simulasi fenomena itu untuk memeriksa keakuratan model perkiraan ini disebut hindcasting dalam meteorologi. Gregg dan rekan-rekan tidak hanya memeriksa semua letusan tua di Sierra Negra, tetapi juga di Sumatra, Alaska, dan bawah air lepas pantai barat AS.