Sulit Diramal, Para Ilmuwan Kini Menguak Cara Prediksi Erupsi Gunung

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 8 Juni 2022 | 12:00 WIB
Erupsi Sierra Negra, gunung berapi di Kepulauan Galapagos Juni 2018. Para peneliti sudah membuat perkiraan yang tepat atas fenomena ini sejak Januari 2018 dan hasilnya cukup akurat. (AFP)

Nationalgeographic.co.id—Sulit untuk memprediksi atau meramalkan kapan gunung berapi bisa erupsi. Gunung Merapi, salah satu gunung vulkanik teraktif di Indonesia, bisa erupsi dua sampai lima tahun sekali.

Tetapi, waktu persisnya sangat sulit diprediksi, sehingga yang bisa dilakukan bagi masyarakat sekitarnya adalah mitigasi secepat mungkin. Andai saja kita sudah bisa memprediksi dengan akurat, mungkin mitigasi bisa dilakukan jauh-jauh hari.

Namun perkembangan ilmu pengetahuan mulai memecahkan kode ramalan itu, walau pengetahuan itu baru dicoba pada satu gunung. Pemahaman itu diterbitkan di jurnal Science Advance pada Jumat, 3 Juni 2022.

Sekelompok ilmuwan bisa meramalkan erupsi yang kejadiannya nampaknya beruntung bisa sesuai pada Gunung Sierra Negra di Ekuador. Mereka berhasil memperkirakan letusan gunung itu terjadi pada 2018 dengan tanggal paling cepat sejak Januari, bahkan hampir mendapatkan hari dan tanggal yang tepat.

Gunung itu meletus pada 26 Juni 2018. Abu letusannya menjulang ke atas Pulau Isabella, Kepulauan Galapagos, Ekuador. Selama dua bulan berikutnya, celah gunung berapi memuntahkan lava yang cukup untuk menutupi area seluas sekitar 19 mil persegi. Selama satu abad terakhir, Sierra Negra baru meletus tujuh kali.

"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, tapi ... prakiraan gunung berapi mungkin menjadi kenyataan dalam beberapa dekade mendatang," kata Patricia Gregg, salah satu penulis makalah berjudul Forecasting mechanical failure and the 26 June 2018 eruption of Sierra Negra Volcano, Galápagos, Ecuador itu. Dia adalah geolog di University of Illinois Urbana-Champaign, AS.

Untuk menciptakan ramalan yang bisa tepat sasaran, Gregg dan rekan-rekan membuat simulasi. Menurut mereka, mempelajari banyak gunung untuk membuat prakiraan yang tepat bisa membantu banyak nyawa.

Peramalan letusan yang mereka lakukan seperti ramalan cuaca. Ada banyak variabel dan bagian yang bergerak, sehingga sulit untuk melukiskan gambaran momen ketika diproyeksikan lebih jauh ke masa depan. Ibarat ramalan cuaca, kita hanya bisa meramal kejadian pada hari ini atau besok, tetapi tidak bisa untuk seminggu ke depan.

"Itu selalu dimaksudkan untuk menjadi uji coba," kata Gregg di Popular Science. "Kami tidak terlalu percaya pada perkiraan kami yang ternyata akurat."

Apa yang memuat mereka menengok Sierra Negra sebagai subjek penelitiannya adalah karena gunung itu meletus sekali setiap 15 atau 20 tahun. Selain itu, ada banyak ilmuwan yang memantaunya dari Ekuador dan seluruh dunia. Gregg dan rekan-rekan mengambil instrumen letusan baru di tahun 2017 untuk memprediksi di masa depan.

Sudah diketahui bagi para ilmuwan, Sierra Negra akan mengeluarkan letusan ketika magma menumpuk di reservoir di bawahnya. Soalnya, semakin banyak magma yang menekan batuan di sekitarnya, gunung itu membuat tanah di bawah tekanan yang terus meningkat.

Pada akhirnya, batu-batu pecah dan magma mulai menerobos. Jika para geolog dapat memahami dengan tepat bagaimana batu-batuan itu runtuh, mereka bisa memperkirakan kapan titik patah itu akan terjadi.

   

Baca Juga: Kelak, Astronaut Akan Bisa Minum Air dari Gunung Berapi Purba di Bulan

Baca Juga: Dahsyatnya Letusan Gunung Hunga Tonga Mirip Dengan Krakatau Tahun 1883

Baca Juga: Menyaksikan Sejarah Alam Gunung Merapi dari Pelukis ke Pelukis

    

Selain dari pemahaman itu, Gregg dan rekan-rekan menggunakan metode yang pasti dikenal oleh peramal cuaca dan iklim. Mereka menggabungkan data pengamatan aktivitas tanah gunung berapi dengan prediksi dan simulasi.

Kemudian, gambar radar satelit untuk pencitraan bawah tanah Sierra Negra, digunakan untuk melihat apa yang dilakukan reservoir magma yang menggembung. Selanjutnya, mereka menjalankan model pada superkomputer untuk mempelajari apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Jika ada yang berubah selama bulan-bulan itu, perkiraan kami tidak akan berhasil,” kata Gregg.

Pengamatan mereka mendapati magma menggembung pada Januari 2018. Dari situ, Gregg dan rekan-rekan memperkirakan letusannya pada 25 Juni atau 5 Juli. Levelnya akan terus meningkat selama beberapa bulan ke depan, berdasarkan jadwal. Setelah kejadian mereka mengamati, bahwa reservoir dan tekanannya itu mengakibatkan gempa bumi yang cukup kuat.

Praktik simulasi fenomena itu untuk memeriksa keakuratan model perkiraan ini disebut hindcasting dalam meteorologi. Gregg dan rekan-rekan tidak hanya memeriksa semua letusan tua di Sierra Negra, tetapi juga di Sumatra, Alaska, dan bawah air lepas pantai barat AS.