Berkah di Balik Limbah: Pengawetan Buah-buahan Lewat Kitosan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 9 Juni 2022 | 12:00 WIB
Pisang juga bisa bernapas seperti manusia. Pernapasan itu membantu untuk mematangkan buah. Melalui kitosan, pematangan bisa diperlambat sehingga daya tahannya bisa awet. (Steve Hopson/Wikipedia)

Pada kelompok berikutnya diolesi oleh kitosan nanopartikel. Kitosan nanopartikel itu menyelimuti lembah-lembah itu. Pada dua kelompok terakhir, pisang diselimuti celupan kitosan dengan konsentrasi berbeda, yakni 1,15 persen dan 1,25 persen.

Baca Juga: Dibuang Sayang, Kegiatan Barter.in Jadi Solusi Limbah Pakaian

 Baca Juga: Harapan Baru Penanganan Limbah: Varian Enzim Bisa Hancurkan Plastik

 Baca Juga: Ekonomi Sirkular: Siasat Mewajibkan Limbah Didaur Ulang di Segala Lini

 Baca Juga: Ketika Pengolahan Limbah Tahu Indonesia Menarik Perhatian Dunia

Hasilnya, para peneliti mengungkap, kinerja pengawetan yang baik ada pada kitosan dengan konsentrasi 1,15 persen. Pematangannya bisa ditunda hingga tujuh sampai sembilan hari. Konsentrasi lainnya dan nanopartikel justru terlalu rapat, sehingga pisang sulit untuk bernapas dan jadi lembek, walau kualitasnya lebih bagus dari kontrol.

"Pematangannya melambat. Nanopartikel jadi bagus tapi jadi benyek karena hasil respirasinya ngumpul," ujar Fenny. "Karena kami melihat dari sisi biologisnya, kita lihat kadar gulanya, berat kulit, dan buahnya, termasuk ekspresi gennya. Dan kita lihat itu ada gen-gen penanda kalau berubah."

"Yang berubah ada di enzim. Itu ada polanya. Kontrol itu bisa jadi drop [waktu penyimpanannya]. Dengan dia drop itu produksi etilennya turun." Etilen adalah yang memicu pematangan buah.

Pengawetan alami ini sangat berarti secara ekonomi bagi pedagang dan petani buah. Selain itu, kitosan pun terbukti tidak memiliki efek samping karena biopolimernya akan jadi serat yang tidak tercerna dalam tubuh. Saat ini, kitosan telah mendapatkan persetujuan dalam Keputusan BPOM No. HK.00.05.52.6581 untuk penggunaan pangan.