Nationalgeographic.co.id—Studi baru yang dipimpin oleh para ilmuwan di University of California telah menganalisis DNA purba beruang kutub berusia 100.000 tahun. DNA tersebut diperoleh dari tengkorak beruang kutub remaja yang ditemukan pada tahun 2009 di pantai Laut Beaufort di Arktika Alaska.
Para ilmuwan menjuluki beruang itu 'Bruno', meskipun analisis DNA kemudian menunjukkan beruang itu betina. Sekarang, analisis tersebut telah mengungkapkan bahwa hibridisasi ekstensif antara beruang kutub dan beruang cokelat terjadi selama periode interglasial hangat terakhir di Pleistosen.
Laporan penelitian tersebut telah diterbitkan di Nature Ecology and Evolution dengan judul "A polar bear paleogenome reveals extensive ancient gene flow from polar bears into brown bears" pada 16 Juni 2022.
Hasil analisis baru cukup mengejutkan karena genom beruang itu terdapat pada semua beruang cokelat yang masih hidup. Analisis genom berdasarkan DNA purba dari tengkorak Bruno mengungkapkan bahwa nenek moyang beruang kutub menyumbang sebanyak 10 persen dari genom beruang cokelat yang hidup saat ini.
"Ketersediaan paleogenom Bruno telah memungkinkan untuk mendeteksi peristiwa pencampuran kuno yang berdampak pada semua beruang cokelat yang hidup," kata penulis pertama Ming-Shan Wang, seorang ilmuwan pascadoktoral di UCSC Paleogenomics Lab dalam rilis media.
Rekan peneliti Beth Shapiro, mengatakan analisis genomik tim menunjukkan bahwa Bruno termasuk dalam populasi beruang kutub yang merupakan nenek moyang dari beruang kutub yang masih hidup. Shapiro merupakan profesor ekologi dan biologi evolusioner di UC Santa Cruz dan seorang peneliti di Howard Hughes Medical Institute.
Pada titik tertentu, mungkin setelah sekitar 125.000 tahun yang lalu, katanya, garis keturunan beruang kutub yang mengarah ke Bruno dan garis keturunan beruang cokelat yang mengarah ke semua beruang cokelat yang hidup bersilangan dan berhibridisasi.
Sebagai hasil dari pencampuran kuno ini, nenek moyang beruang kutub menyumbang sebanyak 10 persen dari genom beruang cokelat yang hidup hari ini. "Kami tidak akan pernah melihat ini tanpa genom Bruno, karena semua beruang cokelat yang hidup memiliki campuran itu sebagai bagian dari genom mereka," kata Shapiro.
Meskipun beruang kutub dan beruang cokelat adalah spesies yang berbeda dengan perbedaan mencolok dalam penampilan, perilaku, dan habitat, mereka terkait erat. Mereka dapat dengan mudah berhibridisasi ketika jangkauan mereka tumpang tindih.
Laporan tentang hibrida telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir ketika iklim menghangat dan hilangnya es laut memaksa beruang kutub ke daerah pesisir Arktika. Sementara beruang cokelat memperluas jangkauan mereka ke utara.
Baca Juga: Evolusi Beruang Kutub Membantu Melacak Perubahan Iklim Masa Lalu
Baca Juga: Beruang Kutub Berjalan Jauh Demi Bertahan Hidup Akibat Es yang Mencair
Baca Juga: Beruang Cokelat Bangun dari Hibernasi dan Membunuh 38 Anak Rusa Kutub
Studi sebelumnya tentang DNA purba telah menunjukkan bahwa pencampuran telah terjadi pada populasi beruang cokelat tertentu setidaknya empat kali berbeda antara sekitar 15.000 dan 25.000 tahun yang lalu. Dalam semua kasus, arah aliran gen adalah dari beruang kutub ke beruang cokelat.
Individu yang dicampur, jika mereka bertahan hidup, melakukannya sebagai beruang cokelat, mungkin karena mereka kesulitan berburu dengan sukses di es laut jika mereka tidak sepenuhnya putih," jelas Shapiro.
"Beruang kutub selalu merupakan populasi kecil dengan keragaman genetik yang tidak banyak."
Studi baru memang menemukan beberapa bukti kemungkinan aliran gen dari beruang cokelat ke garis keturunan Bruno. Namun tidak adanya pencampuran pada beruang kutub saat ini mendukung gagasan bahwa nenek moyang beruang cokelat mengurangi kebugaran beruang untuk hidup sebagai beruang kutub.
Setelah menyimpang dari beruang cokelat sekitar 500.000 tahun yang lalu, beruang kutub berevolusi menjadi pemburu mamalia laut yang sangat terspesialisasi di es laut Arktika. Beruang cokelat, sebaliknya, adalah generalis yang tersebar luas di Amerika Utara, Eropa, dan Asia.
Bruno hidup selama masa perubahan iklim setelah puncak periode interglasial yang hangat ketika suhu dan permukaan laut jauh lebih tinggi daripada sekarang. Kondisi serupa dapat terjadi di masa depan sebagai akibat dari perubahan iklim yang cepat yang didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas manusia lainnya.
Saat es laut Arktika menurun, banyak populasi beruang kutub sudah berjuang untuk bertahan hidup. "Jika pemanasan Kutub Utara yang cepat, tidak wajar, dan parah akibat ulah manusia yang kami dokumentasikan hari ini terus berlanjut, tidak pasti apakah beruang kutub akan memiliki habitat es laut untuk kembali dan bertahan hidup secara genetik," kata rekan penulis Ian Stirling.
Pergeseran iklim yang telah menyatukan beruang kutub dan beruang cokelat di masa lalu. Termasuk periode glasial ketika es laut lebih luas, memungkinkan beruang kutub untuk bercampur dengan beruang cokelat di Alaska tenggara, Kepulauan Kuril, dan bahkan Irlandia.
"Memahami bagaimana perubahan iklim di masa lalu mendorong interaksi antar-organisme sangat penting untuk memprediksi bagaimana perubahan saat ini akan menciptakan campuran baru, meningkatkan penularan penyakit, atau berdampak pada sumber daya alam atau masyarakat," kata Leslie Rissler, direktur program di National Science Foundation AS, yang mendanai penelitian.