Tragedi Lawu 1987, Merenggut Nyawa 15 Santri dan 1 Ustaz Al Mukmin

By Galih Pranata, Sabtu, 25 Juni 2022 | 15:00 WIB
Penemuan Khumaidi oleh Mbok Sardi, pencari jamur di Gunung Lawu yang terabadikan oleh lensa kamera Don Hamsan dan pernah terbit dalam koran Mutiara pada tahun 1987. (Don Hasman/Facebook)

Nationalgeographic.co.idTak banyak yang kenal dengan tradisi para santri Al Mukmin di Ngruki, Surakarta, secara turun temurun. Mereka terbiasa menikmati liburan akhir tahun sebelum kepulangan ke rumah dengan jelajah dan tadabur alam.

Ini juga yang terjadi kepada mereka, para santri dan ustaz yang hendak melakukan berkemah ke Gunung Lawu. Sebagai program pondok, jelajah alam adalah bagian dari cara pembelajaran di Al Mukmin untuk mengenalkan alam semesta sebagai bukti keagungan Allah SWT.

Kisah perjalanan ini, penulis dapatkan dari sebuah buku yang fenomenal berjudul Kisah Nyata: Musibah Gunung Lawu yang ditulis tim redaksi Pondok Pesantren Islam Ngruki Surakarta sekitar tahun 1988.

Keberangkatan

Pihak Pondok Pesantren Al Mukmin telah menyediakan perbekalan untuk membekali para ustaz dan santrinya berkemah di Lawu. Dana sebesar Rp148.800,- dan beras seberat 200 kg diangkut bersama dengan 119 orang (termasuk 3 ustaz, 5 pembimbing senior, 1 karyawan, dan 110 santri) ke dalam dua truk.

Mereka mulai berangkat pada hari Senin, 14 Desember 1987 pukul 06.00 WIB, dan akan kembali 4 hari kemudian pada Kamis, 17 Desember 1987.

Persiapan matang diusung dengan membagi sejumlah santri ke dalam 5 regu atau kelompok di mana di masing-masing kelompoknya terdapat 3 ustaz sebagai pengawas dan pembimbing. Di sampingnya juga ada 5 santri senior yang bertindak sebagai koordinator masing-masing kelompok.

Dengan suka cita, mereka sampai di Tawangmangu (Karanganyar) pada pukul 10.00 WIB. Dari sana, perjalanan dilanjutkan sampai ke bumi perkemahan Mojosemi dengan satu colt Isuzu dan empat colt diesel. Sampailah di bumi perkemahan pada pukul 11.00 WIB.

Sesampainya di sana, mereka berkemah dengan membangun enam buah tenda—tiga tenda untuk para santri, satu tenda untuk para ustaz, dan satu tenda untuk keperluan dapur. Di sana, mereka memutuskan bermalam dulu sebelum akhirnya melanjutkan ekspedisi pada keesokan harinya, Selasa, 15 Desember 1987.  

Kronologi

"Pagi hari, seusai salat subuh, mereka mulai dibagi sesuai dengan kelompok atau regunya seperti sebelum pemberangkatan dari pondok," tulis tim redaksi dalam bukunya. Saat matahari bergerak semakin naik pada 07.00 WIB, perjalanan ekspedisi dimulai.

Hanya dengan pakaian kaos dan celana ala kadarnya, mereka dibekali dengan nasi dan ikan asin, ditambah dengan mi instan, 3 liter air putih, dan sekantung kotak obat-obatan P3K. Setiap anak akan mendapat jatah makan satu kali dan kembali ke tenda pada pukul 15.00 WIB.