Tragedi Lawu 1987, Merenggut Nyawa 15 Santri dan 1 Ustaz Al Mukmin

By Galih Pranata, Sabtu, 25 Juni 2022 | 15:00 WIB
Penemuan Khumaidi oleh Mbok Sardi, pencari jamur di Gunung Lawu yang terabadikan oleh lensa kamera Don Hamsan dan pernah terbit dalam koran Mutiara pada tahun 1987. (Don Hasman/Facebook)

"Satu remason di tangan Jafar mampu untuk mengobati lima atau enam anak yang benar-benar membutuhkan perawatan saat itu juga," imbuhnya. Pertolongan yang tampaknya tepat, mengatasi dingin lewat baluran remason, akan cukup menghangatkan tubuh yang sakit akibat kedinginan. 

Setelah fajar menyingsing, Rabu, 16 Desember 1987, meski masih hujan, Regu II bangkit lagi dari istirahatnya dan melanjutkan perjalanan untuk mencari jalan kembali ke perkemahan. 

Dengan sisa tenaga, mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya jam 08.00 WIB mereka berhasil menemukan sungai. Mereka melampiaskan rasa haus dan laparnya dengan meminum air dan memakan tumbuhan di sekitarnya. Meskipun, tanaman bilung yang mereka makan meninggalkan rasa perih di mulut dan lidah.

Dari sungai itu, mereka terus menyusurinya hingga menemukan pipa selang air. Dari sana, mereka terus mengikutinya dan berhasil sampai ke perkemahan Mojosemi pada pukul 10.00 WIB.

Petaka Regu III

Lain halnya dengan Regu II, Regu III memulai perjalanan sejak Selasa, 15 Desember 1987 dengan perasaan semangat dan ceria. Meski diguyur hujan dan terasa mencekam, jiwa petualang mereka malah semakin berkobar.

Saking semangatnya, tak terasa mereka melintas semakin jauh, bahkan semakin dekat dengan puncak Gunung Lawu! Agaknya, mereka melangkah terlalu jauh dari perjalanan yang sudah dilewati.

Sebelum sampai puncak, Ustaz Abdul Wahab selaku pengawas yang turut dalam rombongan, meminta untuk memutar balik arah dan kembali turun ke perkemahan. Mereka tampak mulai kehilangan arah karena kabut yang semakin tebal menutupi jarak pandang.

Mereka kepalang sore untuk turun, bahkan sejak melihat puncak Lawu, jam sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, bukankah itu waktu yang ditentukan untuk sampai kembali di perkemahan?

Regu III yang berisikan 24 anggota, secara perlahan menuruni bukit dan lereng yang cukup curam untuk dapat menemukan kembali arah yang benar menuju perkemahan. Memasuki jam 17.00 WIB, hujan disertai badai turun begitu derasnya.

Cahaya lampu senter hanya satu-satunya yang dapat diandalkan untuk bisa menemukan arah yang tepat untuk kembali. Tidak ada yang membawa jaket karena tak ada yang mengira akan sedingin ini. Sambil terus menggigil, mereka terus berjalan dengan harapan bisa kembali ke perkemahan sebelum malam.

Hujan mulai mengguyur begitu derasnya, malam juga telah menampakkan kegelapannya. Jam di tangan menunjukkan pukul 19.00, membuat Ustaz Abdul Wahab mengajak anak-anaknya berisitirahat.