Nationalgeographic.co.id—Taman Sriwedari yang hari ini kondisinya memprihatinkan akibat sengketa hak atas tanah, nyatanya tetap mengesankan di masa lampau. Hal itu bisa disaksikan lewat sebuah buletin De Locomotief edisi 31 Mei 1935.
Kolom kecil berjudul Solo’s Stadstuin: de Sriwedari - Centrum van Vermaak voor geheele Bevolking, ditulis oleh koresponden De Locomotief dari Solo di tahun 1935. Koresponden yang tidak disebutkan namanya itu menuliskan tentang Sriwedari dalam bahasa Belanda.
Pewarta itu menyebut bahwa sejak akhir Mei 1935, Taman Sriwedari sedang gencar melakukan pemasaran lewat iklan di media massa. Tidak heran, hal itu mengundang antusias wisatawan Eropa untuk datang ke sana.
"Taman Kota Sriwedari akhir-akhir ini menjadi pusat hiburan, tidak hanya bagi orang pribumi, tetapi juga bagi orang Eropa," tulisnya. Pemasaran itu melambungkan nama Sriwedari yang tak hanya dikunjungi wisatawan lokal, tetapi juga mancanegara.
Lewat redaksi beriklannya, De Locomotief menyebut bahwa Taman Sriwedari "memiliki jalan setapak yang indah, pepohonan yang rindang yang akan mengundang Anda untuk berjalan-jalan."
Digambarkan juga bahwa anak-anak bisa memanjakan diri di sana. Terdapat permainan seperti jungkat-jungkit, ayunan, kuda Bima dan dua gajah bernama "Sultan dan Sahat" yang menjadi atraksi menarik bagi anak-anak.
Terdapat banyak tempat rekreasi yang bisa memantik antusias pengunjung. Sebut saja kehadiran stadion megah yang berdiri tegap di sana. Stadion Sriwedari yang mengawali perjalanan Sepak Bola di Hindia Belanda.
Khalayak penggemar sepak bola tentunya akan bisa menikmati pertandingan-pertandingan bergengsi yang dihelat di Stadion Sriwedari.
"Stadion ini adalah salah satu lapangan sepak bola paling indah di Hindia Belanda, yang sebagian besar telah diterangi oleh pencahayaan lampu yang cemerlang," terusnya.
Tim lokal Kota Solo juga kerap bermain di sana. "Pertandingan mingguan dimainkan oleh V.B.S. dan Persis (Persatoean Sepak Bola Solo)," lanjutnya.
Ia juga meneruskan, "ribuan (penonton) telah menikmati pertandingan (internasional menghadapi) tim Singapura, Austria dan hari ini lagi (31 Mei 1935) pertandingan tim Manila akan dimainkan di sini."
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | De Locomotief (31 Mei 1935) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR