Orang Romawi Percaya Darah Gladiator Dapat Mengobati Epilepsi

By Sysilia Tanhati, Senin, 27 Juni 2022 | 09:00 WIB
Darah gladiator yang bercucuran setelah pertandingan pun diminum oleh orang Romawi. Orang Romawi percaya darah gladiator bisa menyembuhkan epilepsi. (Jean-Léon Gérôme)

Nationalgeographic.co.id—Bangsa Romawi kuno memiliki cara pengobatan yang mungkin dianggap aneh oleh sebagian orang di zaman modern. Kecintaan mereka pada gladiator ternyata tidak sebatas menonton pertandingan berdarah saja. Konon, darah gladiator yang bercucuran setelah pertandingan pun diminum oleh orang Romawi. Untuk apa? Orang Romawi percaya darah gladiator bisa menyembuhkan epilepsi.

Antara abad ke-1 sampai ke-6, mereka percaya bahwa konsumsi darah atau hati gladiator dapat menyembuhkan epilepsi.

Darah hangat sang Gladiator ampuh mengobati penyakit

Upacara pemakaman Etruria dipercaya menjadi awal mula metode tidak biasa ini. Etruria adalah orang-orang kuno yang berpengaruh di sekitar sungai Tiber dan Arno, selatan Apennines. Banyak fitur budaya Etruria diadopsi oleh orang Romawi, penerus kekuasaan mereka di semenanjung.

Bagaimana praktik meminum darah gladiator dilakukan? Darah hangat dari gladiator yang mati saat bertanding diambil lalu dijual. Darah ini dipercaya akan 'membersihkan jiwa'. “Namun seiring berjalannya waktu, mulai khusus digunakan sebagai obat penyakit, khususnya epilepsi,” tulis Fiona Mccoss di laman Ancient Origins.

Pertandingan gladiator pun akhirnya dilarang sekitar 400 Masehi. Praktik ini tidak berhenti begitu saja. Pasokan beralih ke darah individu yang baru dieksekusi. Manfaatnya pun sama, untuk menyembuhkan penyakit, termasuk epilepsi.

Awal mula penggunaan darah gladiator sebagai obat

Sepanjang sejarah darah manusia dianggap sebagai obat untuk penyakit. Seorang ensiklopedis Romawi Aulus Cornelius Celsus menulis De medicina pada tahun 40 Masehi. Ini menjadi catatan pertama tentang darah manusia sebagai obat.

Celsus menulis, “Beberapa telah membebaskan diri dari penyakit epilepsi dengan meminum darah panas dari tenggorokan gladiator yang terpotong. Ini merupakan bantuan yang menyedihkan untuk mengobati penyakit yang lebih menyedihkan.”

10 tahun kemudian, dokter-farmakologis Romawi Scribonius Largus melaporkan jenis terapi serupa. Ini dituliskan dalam kumpulan resepnya yang disebut Compositiones. Scribonius mengatakan bahwa tiga sendok darah gladiator selama tiga puluh hari, diberikan 9 kali. Resepnya seakan mengubah asal-usul magis menjadi sesuatu yang tampaknya ilmiah. Dia juga menambahkan bahwa hati gladiator juga bermanfaat.

Plinius yang Tua mengikuti jejak Celsus dengan menambahkan manfaat darah pendekar pedang sebagai obat ajaib untuk epilepsi. Tampaknya teks Celsus menjadi inspirasi bagi Scribonius, Plinius, dan lainnya.

Ini termasuk dokter terkenal dari abad pertama Masehi Aretaeus dari Pengobatan Penyakit Kronis Cappadocia. “Ia berbicara tentang darah hangat dari individu yang baru saja dibunuh sebagai obat,” tambah Mccoss.

Dokter Bizantium Alexander dari Tralles, pada 535 Masehi, juga mencatat tentang manfaat darah pendekar pedang.

Dalam ‘Buku Medis’, Alexander menulis, “Ambil kain berdarah dari pendekar pedang yang terbunuh atau orang yang dieksekusi. Lalu bakar, campur abunya menjadi anggur, dan dengan tujuh dosis Anda akan membebaskan pasien epilepsi. Terapkan secara teratur untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.”

Mengapa darah gladiator?

Orang Romawi meyakini gladiator yang mati adalah persembahan kepada para dewa dan mengantar orang mati ke dunia berikutnya. Untuk tujuan ini, pertarungan diatur agar terjadi kematian salah satu petarung.

"Pengobatan ini berasal dari ide nyeleneh bahwa laki-laki muda yang sehat memiliki energi. Jika Anda bisa memanfaatkan energi itu tepat pada saat kematian, Anda bisa menelan sebagian dari kesehatan mereka," jelas Lydia Kang, MD, dari University of Nebraska Medical Center. "Dengan kata lain: kamu adalah apa yang kamu makan."

Praktek serupa ditemukan di Tiongkok kuno, India, Mesopotamia, dan Thrakia. Beberapa peradaban kuno memanfaatkan darah korban sebagai zat suci, penyembuh, dan melawan pengaruh jahat.

Hati juga memainkan peran sentral dalam ritual pengorbanan Etruria dan prognosis medis. Ini kemudian diikuti oleh dokter-dokter Romawi.

Meski darah dipercaya bisa menyembuhkan, perawatan ini dianggap mengerikan dan brutal. Hanya sedikit yang menulis soal kengerian ini. "Darah gladiator diminum oleh penderita epilepsi seolah-olah itu adalah rancangan kehidupan," tulis Plinius yang Tua.