Dalam penelitian ini, mereka memeriksa nilai isotop stabil asam amino dari kolagen tulang. Model statistik digunakan untuk menggabungkan pengetahuan tentang sintesis protein. “Kami mampu merekonstruksi diet tujuh orang dewasa dari Herculaneum dengan resolusi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” klaim Soncin.
Mereka berasumsi bahwa majikan dan budak memiliki ‘kelas’ makanan yang berbeda. Dalam sebuah penelitian terpisah ditemukan bahwa orang Minoa menganggap bahwa gandum itu berkelas dan lentil dikonsumsi rakyat rendahan. Norma serupa mungkin diterapkan lebih dari seribu tahun kemudian di bawah bayang-bayang gunung Vesuvius.
Baca Juga: Temuan Kerangka Pria Berwarna Merah di Kota Kuno Herculaneum, Italia
Baca Juga: Pernah Hancurkan Dua Kota Romawi, Akankah Vesuvius Meletus Lagi?
Baca Juga: Kisah Pilu Pria yang Gagal Melarikan Diri dari Letusan Vesuvius
Analisis tulang menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kebiasaan konsumsi pria dan wanita di kota Herculaneum.
Dari hasil perhitungan, pria memperoleh 1,6 kali lebih banyak protein dari makanan laut daripada wanita. Mengapa perbedaan ini terjadi. Ada beberapa kesimpulan yang diambil.
Pertama, mungkin ada kendala dan larangan budaya terkait dengan jenis makanan yang dikonsumsi. Kedua, bisa jadi pria merasa telur dan produk susu tidak jantan.
Kemungkinan lain: pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Para pria memancing dan mengonsumsi hasil tangkapan mereka. Tim juga menambahkan jika kaum pria Romawi dapat dibebaskan dari perbudakan pada usia yang lebih muda daripada wanita. Secara umum, mereka memiliki lebih banyak akses ke komoditas mahal, seperti ikan segar.
Tim tidak membuat pernyataan tentang kebiasaan diet Romawi secara umum. Penelitian ini khusus untuk sekelompok kecil orang di Herculaneum kuno. Karena jumlah sampelnya kecil, penelitian lain masih dibutuhkan. Apa yang ditemukan dari 17 penduduk Herculaneum belum tentu mewakili norma pada saat itu.
Namun apa pun yang dikonsumsi, bangsa Romawi menikmati makanannya dengan garum. Saus menyengat dari fermentasi ikan ini sangat digemari oleh bangsa Romawi kuno. Saking menyengatnya, produksinya tidak boleh dilakukan di kota-kota besar.