Hasil Kajian: Jumlah Turis ke Taman Nasional Komodo Perlu Dibatasi

By Utomo Priyambodo, Rabu, 29 Juni 2022 | 09:00 WIB
Komodo dengan latar lanskap Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. (Ringgo Wong/Thinkstock)

Nationalgeographic.co.id—Jumlah kunjungan turis atau wisatawan ke Taman Nasional Komodo yang naik dari tahun ke tahun tanpa adanya pembatasan pengunjung mengancam keberadaan dan kelestarian biodiversitas di Taman Nasional Komodo. Hasil Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo menyimpulkan perlunya pembatasan jumlah pengungung di wilayah taman nasional yang telah ditetapkan sebagai "Situs Warisan Dunia" oleh UNESCO sejak 1991 itu.

Area Taman Nasional Komodo terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan tiga pulau besar dan 147 pulau kecil di sekitarnya. Pada 2012, taman nasional ini menerima gelar kehormatan sebagai salah satu dari "Tujuh Keajaiban Alam Baru".

Irman Firmansyah, yang memimpin Tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo, mengatakan ada beberapa isu yang perlu menjadi perhatian jika ingin memelihara nilai jasa ekosistem demi kelangsungan hidup komodo. Isu-isu yang utama adalah pengelolaan sampah, sistem perlindungan dan keamanan, serta tata kelola kawasan yang perlu melibatkan berbagai lembaga multisektoral.

"Jika upaya konservasi yang ketat tidak diperkenalkan dan wisatawan tidak mulai dibatasi, kita akan melihat penurunan yang signifikan dalam nilai jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar," ujar Irman seperti dikutip dari keterangan tertulis Balai Taman Nasional Komodo.

Dalam sepuluh tahun terakhir, tren kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo mengalami peningkatan jumlah yang signifikan akibat promosi intensif lewat media sosial. Meskipun meningkatkan ekonomi, hal ini memberikan dampak terhadap perilaku komodo.

"Komodo yang berada di area dengan aktivitas manusia tinggi/ekowisata secara signifikan menunjukan berkurangnya kewaspadaan dan cenderung adaptif dengan keberadaan manusia. Selain itu, komodo yang berada di lokasi ekowisata cenderung memiliki bobot lebih besar, di mana hal ini bisa berdampak pada kerusakan ekosistem sekitarnya (kebutuhan pangan meningkat, yaitu rusa)," ungkap Lukita Awang, Kepala Balai Taman Nasional Komodo.

Pulau Padar, Taman Nasional Komodo. (LukeWaitPhotography/Getty Images/iStockphoto)

Sesuai perhitungan dan rekomendasi yang diperoleh dari hasil kajian, pembatasan jumlah wisatawan yang ideal adalah sekitar 200.000 orang per tahun. Taman Nasional Komodo akan segera menerapkan pembatasan jumlah pengunjung ini dengan sistem manajemen kunjungan yang terintegrasi berbasis reservasi online akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus 2022.

Selain itu, kompensasi biaya konservasi sebesar Rp3.750.000 per orang per tahun juga akan diberlakukan secara kolektif tersistem, sebesar Rp15.000.000 per 4 orang per tahun. "Kami berharap, dengan diberlakukannya pembatasan kunjungan dan kompensasi biaya konservasi dapat menumbuhkan perilaku pariwisata yang lebih sadar di lingkungan Taman Nasional Komodo," kata Carolina Noge, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo.

Carolina menjelasakan biaya kompensasi ini akan dipergunakan "untuk penguatan fungsi di kawasan Taman Nasional Komodo, perlu sinergitas antarlembaga dan multisektoral sebagai penjaga gerbang dan pelindung Taman Nasional Komodo."

Pembatasan pengunjung dan penarikan biaya kompensasi ini merupakan bagian dari program penguatan fungsi Taman Nasional Komodo. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga menjalankan program penguatan fungsi ini sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam upaya menjaga keutuhan nilai jasa ekosistem Taman Nasional Komodo.

"Terkait dengan urgensi dalam penguatan fungsi, Pulau Komodo, Pulau Padar, dan Kawasan Perairan Sekitarnya tetap dibuka namun dengan pembatasan dan manajemen kunjungan tersistem sebagai upaya perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan Taman Nasional Komodo. Hal ini bertujuan untuk mengajak masyarakat secara kolektif beralih ke pariwisata berkelanjutan yang lebih sadar akan dampak aktivitasnya, dan bahwa daya tarik wisata dan kelestarian konservasi dapat hidup berdampingan," jelas Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong.

Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Josef Nae Soi, menyambut baik program ini. "Akan ada empat agenda penguatan fungsi yang akan dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur di Taman Nasional Komodo. Agenda tersebut adalah penguatan kelembagaan, perlindungan dan pengamanan, pemberdayaan masyarakat, serta pengembangan wisata alam," tuturnya.

  

Baca Juga: Rentannya Pari Manta Taman Nasional Komodo karena Terbuai Pariwisata

Baca Juga: Melihat Proses Menetasnya Telur Komodo, Naga Terakhir di Bumi

Baca Juga: UNESCO Desak Pemerintah Indonesia Hentikan Semua Proyek di TN Komodo

   

Taman Nasional Komodo memiliki luas wilayah total sebesar 173.000 hektare yang meliputi wilayah daratan dan perairan. Wilayah perairannya merupakan laut yang subur dan indah, tempat hidup berbagai spesies terumbu karang, ikan, termasuk manta dan hiu. Adapun wilayah daratannya merupakan rumah bagi biodiversitas lainnya, mulai dari ular, berbagai jenis burung termasuk kakatua kecil jambul kuning yang statusnya ‘Terancam Punah’ atau Critically Endangered (IUCN), serta habitat bagi komodo, biawak hidup terbesar yang masih bertahan hidup di antara binatang purba lainnya.

Komodo yang statusnya juga ‘Terancam Punah’ atau Critically Endangered (IUCN) ini merupakan spesies endemik Indonesia yang habitatnya hanya ada di Taman Nasional Komodo serta di dataran rendah pesisir utara dan barat Pulau Flores dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Berdasarkan Data Taman Nasional Komodo tahun 2018, terdapat kurang lebih 2.872 ekor komodo yang hidup di dalam kawasan tersebut.