Jenazah Raja Yunani Kuno Aleksander Agung Pun Jadi Penyebab Perang

By Sysilia Tanhati, Kamis, 7 Juli 2022 | 11:00 WIB
Hidupnya merupakan kisah paling menarik dalam sejarah. Bahkan setelah mati pun jenazah Aleksander Agung jadi penyebab perang berkepanjangan. (Wikipedia)

Aleksandria, kota kosmopolitan pertama di persimpangan dunia ini sempat tidak tertandingi di dunia kuno. Kota ini jadi pusat budaya dan ekonomi Mediterania kuno. (Johann Bernhard Fischer von Erlach)

Ptolemaios pun segera melontarkan banyak pujian kepada Aleksander Agung. Ini membuat sang Raja dihormati secara terang-terangan sebagai pendiri Aleksandria. Tidak hanya itu, Ptolemaios pun memperkenalkan kultus Aleksander Agung di seluruh Mesir. Patung-patung dibangun, serangkaian prosesi dan festival pun dilakukan.

Pada tahun 283 Sebelum Masehi, Ptolemaios I meninggal. Semasa hidupnya, ia berhasil membangun hubungan terdekat antara dirinya dan Aleksander Agung. Ia mengangkat dirinya menjadi penjaga sah makam Aleksander Agung dan penggantinya di Mesir.

Selama 150 tahun berikutnya, keturunan Ptolemaios memerintah Mesir. Meskipun di tempat lain ingatan akan Aleksander Agung perlahan memudar, bagi dinasti Ptolemaik, ia adalah kunci kelangsungan dinasti.

Ptolemaios I Soter disandingkan dengan Aleksander Agung sebagai dewa

Setelah kematiannya, Ptolemaios I disembah sebagai dewa, bersama dengan Aleksander Agung, di seluruh Mesir. Pesannya jelas: dalam hidup dan mati, kedua raja ini tidak dapat dipisahkan.

Festival keagamaan ‘Ptolemaia’ pun diselenggarakan untuk menghormati Ptolemaios I. Diadakan setiap empat tahun sekali, festival ini menarik ribuan pengunjung dari Mesir dan Yunani.

Parade yang sangat mewah melalui pusat kota Aleksandria. Prajurit, hewan, permata, emas, dan patung dewa semuanya ditampilkan. Ini menekankan kekayaan, kemegahan, dan kekuatan Mesir yang tak terbatas dalam kepemimpinan dinasti Ptolemaik.

Arak-arakan megah ini seakan ingin menunjukkan hubungan tidak terpisahkan antara Aleksandria, Aleksander Agung, dan Ptolemaios.

Makam baru

Selama 50 tahun berikutnya, makam Aleksander Agung berada di pusat kota Aleksandria. Namun di masa Ptolemaios IV, 'Philopator', nasib jenazah itu pun berubah.

Seakan ingin menunjukkan hubungan dekat antara keluarganya dengan Aleksander Agung, jenazah itu kembali dipindahkan. Philopater menempatkannya di kompleks pemakaman kerajaan yang baru. Kompleks baru segera dikenal sebagai 'Soma'.

Hampir tidak ada bukti tentang seperti apa mausoleum baru ini. Kompleks itu mungkin berbentuk lingkaran dan menjadi inspirasi bagi makam besar kaisar Romawi Augustus dan Hadrian.

Di dalam kompleks baru ini, Ptolemaios IV menempatkan jenazah Alexander di ruang bawah tanah. Leluhurnya, Ptolemaios I, berada di ruang sebelahnya. Sekali lagi ingin menekankan hubungan terdekat di antara keduanya.

Bersama dengan mercusuar dan perpustakaannya terkenal, Soma adalah fitur ikonik Aleksandria. Peziarah dari jauh akan melakukan perjalanan ke kota Aleksander dan melihat makamnya yang menakjubkan.

Namun, tidak ada dinasti yang bisa bertahan selamanya. Pada awal Abad Pertama Sebelum Masehi, dinasti Ptolemaik menjadi bayang-bayang dari kekuatan pemimpim-pemimpin terdahulu.

Gejolak yang terlampau besar membuat Raja Ptolemaios X melakukan tindakan yang fatal. Karena membutuhkan biaya besar untuk tentara, ia melebur sarkofagus emas Aleksander Agung. Sarkofagus itu pun diganti dengan peti kaca.

Kekuatan dinasti Ptolemaik terus menurun hingga Aleksandria dikuasai oleh Romawi. “Untuk alasan yang berbeda, Romawi juga tertarik akan makam Aleksander Agung,” imbuh Hughes.