Gladiator Romawi Ikuti Koreografi untuk Ciptakan Ketegangan Penonton

By Sysilia Tanhati, Kamis, 14 Juli 2022 | 07:09 WIB
Meski terkesan brutal, pertandingan gladiator merupakan pertunjukan yang teratur dan sistematis. Para gladiator Romawi ikuti koreografi untuk ciptakan ketegangan penonton. (David Cruz asenjo)

Nationalgeographicd.co.id—Meski pertandingan gladiator sudah dilarang sejak sekitar 2.000 tahun yang lalu, dunia masih terobsesi dengan pertandingan brutal ini. Beragam penelitian dilakukan, mulai dari pelatihan hingga amfiteater tempat mereka bertanding. Sastra dan film modern turut berperan dalam obsesi orang modern pada gladiator. Berkat Colosseum, amfiteater dari zaman Romawi kuno, gladiator jadi salah satu aspek budaya Romawi yang paling dikenal. Meski terkesan brutal, pertandingan gladiator merupakan pertunjukan yang teratur dan sistematis. Para gladiator Romawi ikuti koreografi untuk ciptakan ketegangan penonton.

Sebuah studi arkeologi mengungkap bahwa pertandingan dilakukan para atlet yang dilatih secara profesional. Inilah sebenarnya yang dihadapi oleh para gladiator, tidak melulu darah dan kesadisan.

Gladiator, pilihan karier dengan pendapatan menggiurkan

Di awal Kekaisaran Romawi, gladiator adalah budak, penjahat, atau tawanan perang yang dibawa ke arena dengan rantai. Tetapi pada abad pertama Masehi, menjadi gladiator memberikan banyak keuntungan. Catatan sejarah tentang gladiator mengungkapkan bahwa gladiator kemudian jadi pilihan karier bagi orang Romawi.  

"Ini menjadi cara berisiko tinggi untuk melunasi hutang atau keluar dari kemiskinan," tulis Andrew Curry untuk National Geographic. Petarung lainnya adalah tawanan yang dihukum sebagai gladiator. Ini merupakan hukuman yang lebih ringan daripada eksekusi, karena ada peluang untuk bebas suatu hari nanti. Sebagian besar lainnya adalah pejuang profesional; beberapa bahkan memiliki keluarga yang menunggu di luar arena.

Meski tidak semua budak atau tawanan, gladiator berada di peringkat terbawah dalam hierarki masyarakat Romawi kuno yang kaku. Di posisi yang sama ada pekerja seks dan aktor. Ironisnya, secara hukum gladiator dianggap properti, bukan manusia.

Latihan khusus yang melelahkan

Gladiator profesional membutuhkan pelatihan profesional. Para ahli telah menemukan bukti dari lusinan tempat pelatihan gladiator di seluruh Kekaisaran Romawi. Ini adalah tempat gladiator berlatih sepanjang tahun untuk pertarungan yang hanya terjadi beberapa kali dalam setahun.

Kompleks pelatihan gladiator di kota Roma memiliki setidaknya empat fasilitas di dekat Colosseum. Salah satunya Ludus Magnus yang memiliki terowongan yang mengarah langsung ke tingkat yang lebih rendah amfiteater itu. Kompleks ini dilengkapi dengan fasilitas medis, gudang alat peraga, dan pusat rehabilitasi bagi para gladiator yang terluka.

Area penonton di salah satu fasilitas pelatihan di kota Roma menunjukkan bahwa olahraga mungkin menjadi daya tarik tersendiri. Penjudi yang ingin melihat petarung secara langsung. Sedangkan penggemar fanatik tertarik dengan otot-otot gladiator favorit mereka. Maka tidak heran jika ada yang rela merogoh kocek demi menyaksikan sesi pelatihan.

Ludus Magnus, salah satu tempat pelatihan gladiator terbesar. Letaknya tidak jauh dari Colosseum. (Wikipedia)

Biaya operasional barak gladiator cukup tinggi, dan biasanya barak-barak ini dimiliki oleh kaisar atau orang Romawi yang kaya raya. Dikelola oleh lanistae, biasanya para mantan gladiator yang telah memenangkan kebebasan mereka dalam pertandingan.