Kebanggaan Alexandria, Mercusuar Pharos Bersinar selama 1.000 Tahun

By Sysilia Tanhati, Senin, 18 Juli 2022 | 12:00 WIB
Sebagai kebanggaan Alexandria, mercusuar Pharos bersinar selama 1.000 tahun. (Jansson Jansonius)

Nationalgeographic.co.id—Ketika tiba di Alexandria lewat jalur laut, mercusuar megah yang menjulang jadi pemandangan pertama yang terlihat. Dibangun oleh Sostratus, seorang arsitek Yunani terkenal, mercusuar Pharos atau mercusuar Alexandria dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Ini adalah simbol kebesaran Alexandria, suar besar yang menuntun para pelaut. Sebagai kebanggaan Alexandria, mercusuar Pharos bersinar selama 1.000 tahun.

Meskipun indah dan fungsional, mercusuar Alexandria juga memiliki tujuan praktis. Cahayanya dengan aman memandu kapal ke pelabuhan Mesir selama berabad-abad, membuat Alexandria jadi pusat perdagangan Mediterania.

Aleksander Agung mendirikan kota eponimnya pada tahun 331 Sebelum Masehi setelah menguasai wilayah pesisir Mediterania timur. Di Delta Nil, ia memutuskan untuk menemukan pelabuhan untuk mengendalikan lautan. Kota tersebut kelak akan menggantikan kota Tyre di Fenisia—yang baru saja dihancurkannya—sebagai pusat perdagangan.

Tempat yang sempurna pun ditemukannya. Itu adalah sebuah hamparan tanah yang terhubung dengan Sungai Nil. Tanah tersebut juga dilindungi oleh Danau Maryut di sisi selatan.

Mengarungi perairan berbahaya sebelum sampai di Alexandria

"Alexandria berbentuk hampir seperti persegi panjang sempurna antara laut dan Danau Maryut," tutur Eva Tobalina di laman National Geographic. Penjelajah membandingkannya dengan chlamys, jubah Yunani kuno.

Kota ini menerima pasokan airnya melalui sebuah kanal yang menghubungkannya dengan cabang delta Canopic. Selokan serta jalan lebarnya jarang ditemukan di Mediterania timur. Kota yang menakjubkan ini dibagi menjadi lima distrik. Namun hampir seperempat dari perluasannya digunakan untuk istana dan taman kerajaan.

Pelabuhan itu dalam, sehingga cocok untuk kapal-kapal dengan muatan besar. Selain itu, juga terlindung dari angin utara yang berbahaya. Namun, tanpa kompas atau instrumen navigasi, sulit untuk menemukan arah dengan mengamati garis pantai. Sedangkan di ​​daerah sekitar Delta Nil, tidak ada gunung atau tebing yang dapat digunakan untuk bernavigasi. Pantai di daerah itu berupa bentang alam rawa dan gurun yang tak berujung. "Daratannya sangat rendah sehingga terkadang tampak bersembunyi di balik laut," tutur Tobalina.

Bukan cuma itu, ada sebidang tanah yang nyaris tidak terendam air. Ini tidak terlihat oleh siapa pun yang tidak terbiasa dengan perairan pantai. Banyak pelaut menemukan bahwa ketika mereka mengira bagian terburuk dari perjalanan mereka telah berakhir. Kemudian kapal mereka akan terdampar di hamparan pasir ini.

Seakan belum cukup, garis ganda terumbu di depan Alexandria dapat berakibat fatal bagi kapal jika angin tidak mendukung. Jelas sebuah mercusuar diperlukan, namun bukan sembarang mercusuar.

Mimpi Aleksander Agung

Penempatan mercusuar dipilih dengan cermat. Di lepas pantai Alexandria terdapat sebuah pulau kecil, Pharos.

Menurut Plutarch, Homer sang penulis legendaris Yunani muncul dalam mimpi Aleksander Agung. Dalam mimpinya itu Homer berkata: "Sekarang, ada sebuah pulau di tengah gelombang deras lautan, jauh di lepas pantai Mesir. Mereka menyebutnya Pharos. Ada pelabuhan yang nyaman di sana." Ketika Aleksander terbangun, dia mencari pulau itu. Setelah menemukannya, ia mengatakan bahwa penyair kuno itu juga seorang arsitek yang sangat bijaksana.

Mercusuar dibangun sebuah pulau kecil, letaknya di bagian paling barat pulau Pharos. Menara mercusuar adalah struktur tunggal. Ini adalah mercusuar dengan struktur tunggal yang paling awal diciptakan oleh peradaban manapun. Meminjam nama pulau tetangganya, mercusuar ini kelak menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno.

Memiliki tinggi 100 meter, mercusuar tersebut dapat dilihat dari jarak 55 km, menurut sejarawan Yahudi Josephus. Api yang menyala di puncaknya sangat terang, sehingga bisa disalahartikan sebagai bintang dalam kegelapan. (Magdalena van de Pasee)

Pendiri dinasti Yunani dari firaun Mesir, Ptolemaios I Soter, memprakarsai pembangunan mercusuar Alexandria. Ptolemaios I adalah seorang bangsawan Makedonia yang menguasai Mesir setelah kematian Aleksander pada 323 Sebelum Masehi.

Proyek ini selesai pada masa pemerintahan putranya, Ptolemaios II Philadelphus. Menurut Plinius yang Tua, sejarawan Romawi, nama arsitek ditulis pada struktur bangunan itu sendiri. Salah satu dari Ptolemaios dengan baik hati mengizinkan Sostratus dari Cnidus untuk menorehkan namanya.

Lucian, seorang penulis dari abad kedua Masehi berpendapat lain. "Setelah dia membangun karya itu, dia menulis namanya di bagian dalam batu. Kemudian menutupinya dengan gypsum. Dan setelah menyembunyikannya, barulah ia menuliskan nama dari raja yang memerintah. Dia tahu, bahwa dalam waktu yang sangat singkat tulisan itu akan hilang bersama plester. Kemudian namanya akan terungkap."

Menyalanya suar megah

Bangunan itu, seperti banyak konstruksi yang didirikan oleh firaun Ptolemaios pertama, sangat megah. Plinius mencatat bahwa pembangunannya membutuhkan 800 talenta (sekitar 23 ton perak)—kira-kira sepersepuluh dari seluruh perbendaharaan raja. Sebagai perbandingan, Parthenon, yang dibangun satu setengah abad sebelum mercusuar, menelan biaya sekitar 469 talenta.

"Mercusuar melakukan tugasnya dengan sempurna," ujar Tobalina. Di siang hari, para pelaut dapat menggunakannya untuk bernavigasi. Pada malam hari, berkat penerangan dari mercusuar, pelabuhan pun dapat terlihat oleh pelaut.

Memiliki tinggi 100 meter, mercusuar tersebut dapat dilihat dari jarak 55 km, menurut sejarawan Yahudi Josephus. Api yang menyala di puncaknya sangat terang, sehingga bisa disalahartikan sebagai bintang dalam kegelapan. Di siang hari, asap yang keluar dari mercusuar pun terlihat dari jarak jauh. Para peneliti percaya bahwa api tersebut dinyalakan dengan minyak atau papirus, alih-alih dari kayu. "Di masa itu, kayu cukup langka di Mesir," tambah Tobalina.

Papan logam besar yang mengilap atau mungkin semacam kaca dipasang untuk memantulkan pancaran nyala api. Pada abad pertengahan, para penulis Arab berpendapat bahwa logam atau kaca itu memiliki fungsi seperti kaca pembesar. Ini dapat mengatur kekuatan matahari terhadap kapal musuh yang mendekati Pelabuhan dengan membakarnya sebelum mereka menginjak pelabuhan.

Beberapa ahli juga mempertimbangkan kemungkinan bahwa mercusuar juga berfungsi sebagai "klakson kabut" kuno. Seperti klakson atau bel, mercusuar akan berbunyi ketika pantai diselimuti kabut. Catatan berbahasa Arab menggambarkan "suara-suara mengerikan" yang keluar dari bangunan tersebut. Mekanisme yang tepat untuk peringatan audio belum diidentifikasi. Beberapa berspekulasi bahwa triton yang meniup cangkang keong di sepanjang tingkat paling atas mercusuar.

Reputasi terus bersinar sampai ribuan tahun

Mercusuar dengan cepat mengundang kekaguman banyak orang, termasuk orang-orang dari zaman modern. Beberapa penulis kuno memasukkannya ke dalam daftar Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Banyak yang terkesan dengan ketinggian dan pengerjaannya yang luar biasa.

Bahkan koin Romawi dari Alexandria yang berasal dari tahun 81 dan 192 Masehi menampilkan bangunan megah ini. Terlepas dari ketenarannya, mercusuar itu tidak tahan terhadap kerusakan. Pada pertengahan abad pertama Sebelum Masehi, ratu terakhir dari dinasti Ptolemaios, Cleopatra VII, menugaskan restorasi pertama menara.

Seiring dengan berjalannya waktu, mercusuar Alexandria pun runtuh. Di tempat yang sama, dibangun benteng Qaitbay. (Wikipedia)

Ketika orang-orang Arab menaklukkan Mesir hampir 700 tahun kemudian, mercusuar itu masih berdiri. Namun, sedikit demi sedikit, gempa bumi yang mengguncang Mesir selama Abad Pertengahan menghancurkan bangunan itu.

Pada abad ke-14, Ibnu Batutah, pengelana Maroko yang terkenal, mengungkapkan keprihatinannya atas keadaan bangunan yang menyedihkan.

Pada tahun 1477, mercusuar di Alexandria pun menjadi tumpukan reruntuhan. Seorang sultan Mamluk memerintahkan agar sisa-sisanya digunakan dalam pembangunan Benteng Qaitbay, yang masih berdiri sampai sekarang.

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo