Nationalgeographic.co.id—Studi observasional baru menunjukan adanya hubungan antara penyakit alzheimer dan gangguan saluran pencernaan. Temuan tersebut konsisten dengan konsep fenomena usus-otak, namun mekanisme yang mendasarinya belum jelas.
Analisis baru dari studi asosiasi genom tersebut menunjukan adanya tumpang tindih genetik yang positif signifikan. Terdapat korelasi antara penyakit Alzheimer dan penyakit refluks gastroesofageal.
Alzheimer juga berkolerasi dengan penyakit tukak lambung, gastritis-duodenitis, sindrom iritasi usus dan divertikulosis, tetapi bukan penyakit radang usus.
Analisis lengkap studi tersebut telah diterbitkan di journal Communications Biology dengan judl "A large-scale genome-wide cross-trait analysis reveals shared genetic architecture between Alzheimer’s disease and gastrointestinal tract disorders."
Seperti diketahui, penyakit Alzheimer adalah bentuk paling umum dari demensia. Ia ditandai dengan degenerasi saraf dan penurunan progresif dalam kemampuan kognitif.
Pada tahun 2030, lebih dari 82 juta orang dan sekitar 152 juta pada tahun 2050, diproyeksikan menderita penyakit Alzheimer. Sementara penyakit Alzheimer tidak memiliki pengobatan kuratif yang diketahui.
Selain itu, patogenesisnya belum dipahami dengan jelas. Penilaian komprehensif dari genetika bersama dengan penyakit lain dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang mekanisme biologis yang mendasarinya. Itu dapat meningkatkan upaya pengembangan terapi potensial.
Bukti yang tersedia menunjukkan komorbiditas atau beberapa bentuk hubungan antara penyakit Alzheimer dan gangguan saluran pencernaan. Meskipun tidak jelas apakah ciri-ciri saluran pencernaan merupakan risiko penyakit Alzheimer atau sebaliknya.
"Studi kami memberikan wawasan baru tentang genetika di balik kemunculan bersama penyakit Alzheimer dan gangguan usus yang diamati," kata Emmanuel Adewuyi, seorang peneliti di Centre for Precision Health and the Collaborative Genomics and Translation Group at Edith Cowan University.
"Ini meningkatkan pemahaman kami tentang penyebab kondisi ini dan mengidentifikasi target baru untuk diselidiki guna mendeteksi penyakit lebih dini dan mengembangkan perawatan baru untuk kedua jenis kondisi tersebut."
Dalam studi tersebut, Adewuyi dan rekan menganalisis data ringkasan dari beberapa studi asosiasi genom. Masing-masing sekitar 400.000 orang.