Tiresias: Kisah Peramal Buta Yang Menginspirasi Seniman dan Akademisi

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 25 Juli 2022 | 16:00 WIB
Tirsias, peramal buta dari mitologi Yunani Kuno. (matiasdelcarmine / Adobe Stock)

Nationalgeographic.co.id—Film, video game, dan buku komik telah membuat tokoh mitologi seperti Zeus, Hercules, dan Hades menjadi terkenal di seluruh dunia. Dewa dan pahlawan dalam mitos Yunani ini telah melekat dalam imajinasi jutaan orang. Namun, tidak banyak orang mengetahui sejumlah besar tokoh Yunani lainya yang tidak kalah menarik. Salah satunya Tiresias.

Tiresias merupakan peramal buta yang asal-usulnya telah mengilhami wacana akademis dan keingintahuan selama beberapa generasi. Ia adalah seorang peramal buta yang diberikan umur panjang oleh para dewa.

Sepanjang hidupnya, Tiresias menasehati banyak raja Thebes, dari Pentheus hingga Oedipus, meskipun ramalannya sering diabaikan sampai setelah peristiwa itu terjadi. Ini sebagian karena kegemaran Tiresias untuk berbicara secara samar, sering memberikan prediksi dan nasehatnya dalam bentuk teka-teki atau petunjuk.

Barangkali bagian paling menarik dari mitologi Tiresias, adalah kisah bagaimana ia menjadi buta. Seorang sejarawan asal Kanada, Mark Johnston, menulis artikel dalam situs ancient-origins.net bertajuk Tiresias: The Blind Seer of Greek Mythology, terbit 19 Juli lalu.  Ia mengatakan, terdapat berbagai versi mengenai sejarah Tiresias kehilangan penglihatannya.

“Semuanya melibatkan dia dilahirkan dengan penglihatan normal dan dibutakan di kemudian hari oleh dewa. Dalam setiap kasus, dia dikompensasikan dengan karunia ramalan setelah penglihatannya hancur,” tulis Jhonston.

Rahasia Ilahi: Tiresias Dibutakan oleh Athena

Salah satu cara Tiresias menjadi buta datang di tangan dewi Athena. Dalam Himne Kelima Callimachus, penyair Yunani kuno (310 SM hingga 240 SM) menceritakan kisah Tiresias yang secara tidak sengaja menyaksikan Athena mandi bersama ibunya, Chariclo.

Setelah melihat tubuh telanjang Athena, Tiresias langsung dibutakan sebagai hukuman. Chariclo menjadi marah, bersikeras bahwa hukumannya terlalu berat, tetapi Athena menjelaskan bahwa untuk menyaksikan dewa tanpa mereka kehendaki, itu membawa "harga yang mahal."

“Sang dewi akhirnya mengalah dan memberi Tiresias pandangan ilahi, umur panjang, tongkat untuk membantu membimbingnya, dan mempertahankan kesadaran setelah kematian sebagai kompensasi.” Terang Jhonston.

Kisah ini menjadi perumpamaan yang menarik tentang hubungan antara manusia dan kekuatan ilahi; menurut para cendekiawan, para dewa tidak memiliki "tubuh" seperti yang kita pahami sebagai istilah, melainkan muncul kepada umat manusia dalam bentuk yang mereka anggap paling nyaman atau akrab.

Secara tidak sengaja menyaksikan Athena telanjang, Tiresias mungkin tanpa disadari telah melihat bentuk asli sang dewi, dan karenanya segera dihukum karena melanggar pengetahuan ilahi.

Dalam beberapa penceritaan kembali mitos ini, Athena membersihkan telinga Tiresias dan memberinya kemampuan untuk memahami burung. Menurut Pliny the Elder, seorang penulis dan naturalis Romawi kuno, Tiresias menjadi orang pertama yang menggunakan augury (mengamati pertanda di antara burung-burung) sebagai metode untuk menceritakan masa depan.

Legenda Kemarahan Hera dan Kebutaan Tiresias

Tiresias diubah menjadi seorang wanita oleh dewi Hera, setelah memukul dua ular bersanggama dengan tongkat (ancient-origins.net)

Penjelasan plot utama kedua untuk kebutaan Tiresias – contohnya terdapat dalam Metamorphoses karya Ovid – adalah yang paling menarik, dan yang paling penting dalam keilmuan modern.

Menurut versi mitologi ini, Tiresias menemukan dua ular yang terjalin dan bersanggama, dan menancapkan ular betina dalam kemarahan. Dengan melakukan itu, Tiresias diubah menjadi seorang wanita oleh dewi Hera sebagai hukuman.

Mitos ini mengklaim bahwa Tiresias menghabiskan tujuh tahun sebagai wanita dan pendeta bagi Hera, selama waktu itu dia menikah, memiliki anak, dan bekerja sebagai pelacur. Pada akhir tujuh tahunya, Tiresias sekali lagi menemukan ular bersanggama. Kali ini, dia memukul ular jantan dan Hera mengubahnya kembali menjadi seorang pria.

Belakangan, Hera dan Zeus berdebat tentang jenis kelamin mana yang paling merasakan kesenangan saat berhubungan seks. Jhonston menceritakan, bahwa Hera berargumen prialah paling merasakan kesenangan. “Sementara Zeus bersikeras bahwa wanita adalah penerima yang beruntung,” imbuhnya.

Dari perdebatan tersebut, akhirnya mereka memutuskan untuk mendatangkan Tiresias yang pernah mengalami kehidupan seorang pria dan wanita. Ia menyatakan bahwa wanita lebih menikmati seks.

   

Baca Juga: Ketika Agama Jadi Senjata Rahasia Aleksander Agung Menaklukkan Dunia

Baca Juga: Kuak Tabir Mengerikan Kanibalisme dalam Mitologi Yunani Kuno

Baca Juga: Aristoteles di Yunani Kuno: Lyceum Sebagai Tempat Belajar untuk Umum

    

Hera menjadi marah mendengarkan Tiresias membocorkan rahasia seksualitas feminin dan membutakannya. Sebaliknya, Zeus menunjukkan rasa terima kasihnya dengan menganugerahkan kepada Tiresias hadiah yang sama seperti yang disebutkan dalam mitos di muka.

Versi ini memunculkan aspek kearifan Tiresias dalam tragedi; karena dia telah mengalami hidup sebagai pria dan wanita, dia memiliki perspektif unik yang dibangun dari kedua jenis kelamin. Ini juga menjadi titik fokus bagi para sarjana yang mempelajari psikologi dan gender.

Sementara Oedipus Rex mengilhami banyak teori Sigmund Freud tentang psikoanalisis, bidang psikologi yang berfokus pada pikiran bawah sadar, banyak sarjana modern telah menggunakan Tiresias untuk memperluas ide-ide tersebut dari perspektif yang berbeda.

Ketenaran Tiresias terus berlanjut di kalangan cendekiawan dan seniman tertentu. Dia ditampilkan dalam puisi T. S. Eliot, dalam fiksi Virginia Woolf (Orlando) dan Angela Carter (The Passion of New Eve), dan memiliki balet yang dinamai menurut namanya.

Meskipun Tiresias, bukanlah nama yang terkenal, ia membawa banyak arti penting. Dalam mitologi Yunani, ia melayani para dewa, membantu Odysseus dalam pelariannya dari dunia bawah, dan menasihati raja. Di dunia nyata ia telah menginspirasi akademisi dan seniman sepanjang sejarah.

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo