Siapa Pria Terkejam di Romawi yang Suka Melempar Budak ke Kolam Belut?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 26 Juli 2022 | 16:00 WIB
Sebagian orang Romawi memperlakukan budak dengan kejam. Misalnya melemparkan mereka ke kolam belut moray. Siapa pria terkejam di Romawi yang suka melempar budak ke kolam belut ini? (Louis Figuier)

Nationalgeographic.co.id—Peradaban Romawi seakan tidak pernah kekurangan sosok-sosok yang kejam. Menduduki posisi tinggi, orang-orang ini sering kali menggunakan kekuasaannya untuk menyiksa budak. Publius Vedius Pollio, seorang politisi kelas atas Romawi, terkenal karena kekejamannya yang biadab terhadap budaknya. Perlakuan Publius Vedius Pollio terhadap budaknya begitu mengerikan sehingga kaisar pun mengambil tindakan. Tak ayal ini membuat masyarakat Romawi mengubah pandangan mereka tentang kekejaman pada budak. Siapa pria terkejam di Romawi yang suka melempar budak ke kolam belut ini?

Pertemanan dengan kaisar Romawi

Alih-alih prestasi, Vedius Pollio justru dikenang karena kekejamannya. Sejarah tidak mengingat banyak detail tentang hidupnya. Ia lahir sekitar abad ke-1 Sebelum Masehi, sebagai putra seorang yang merdeka. “Ini artinya ayahnya kemungkinan adalah seorang budak sebelum menjadi orang bebas,” tutur Aleksa Vučković di laman Ancient Origins.

Meski anak seorang bekas budak, ia berhasil mencapai posisi tinggi yang terhormat dan memiliki kekayaan berlimpah.

Diperkirakan bahwa Pollio lahir di kota Benevento, yang sekarang terletak di Campania, Italia. Hal ini diasumsikan dari fakta bahwa setelah kaya dan dalam posisi status tinggi, ia mendirikan caesareum (kuil). Kuil ini dibangun untuk menghormati temannya, Kaisar Augustus. Tentu saja tindakan ini dilakukan atas kemauannya dan dari keuangannya sendiri. Mendanai pembangunan sebuah kuil adalah usaha dan investasi besar, hanya bisa dilakukan oleh orang yang sangat kaya.

Pertemanannya dengan kaisar Romawi, Augustus membuatnya mendapatkan dukungan dan kenaikan pangkat. “Pollio bahkan menduduki posisi penting otoritas di provinsi Romawi di Asia,” tambah Vučković.

Sejarawan menganggap bahwa Vedius Pollio menjabat masa jabatannya di Asia sekitar 30 Sebelum Masehi. Di sana, Pollio memegang posisi kekuasaan yang menguntungkan yang berhasil membuatnya menjadi sangat kaya.

Kekayaannya ditunjukkan dengan beberapa harta yang dimilikinya. Salah satunya adalah Grotta di Seiano yang terkenal. Ini adalah bagian dari vila tepi laut yang megah dan mewah yang terletak di Phlegraean Fields (Campi Flagrei), dekat dengan Napoli, Italia. Kemegahan arsitektur Romawi ini jelas merupakan kemewahan bagi anggota ordo berkuda pada masa itu.

Vila mewah pribadi yang luas, yang dikenal sebagai Pausilypon, tentu saja merupakan tanda kekayaan yang luar biasa. Berada di tebing, vila mewahnya bahkan memiliki amfiteater kecil untuk pertarungan gladiator.

Gua sepanjang 770 meter juga ditemukan di vila itu. Bagian gua dari kompleks dirancang oleh arsitek Romawi terkenal, Cocceius Auctus. Auctus juga merancang struktur gua terkenal lainnya pada masa pemerintahan Augustus. Belakangan, penyair Romawi terkenal, Ovid, menggambarkan vila Pausilypon sebagai seperti sebuah kota.

Anak bekas budak yang suka menyiksa pelayan

Namun, kekayaan dan persahabatannya dengan kaisar bukanlah hal yang diingat tentang orang ini. Kekejamannya yang ekstremlah yang membuatnya terkenal. Pollio berlaku sangat kejam terhadap budaknya. Dan sebagai orang kaya, ia memiliki banyak budak.

Salah satu kebiasaan jahatnya adalah melemparkan budaknya yang malang hidup-hidup ke dalam kolam besar belut moray. Belut moray sangat ganas saat diganggu dan akan menyerang manusia. Rahangnya dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam, memungkinkan untuk menangkap mangsanya dan menimbulkan luka yang serius.

Kolam ini dibuat dengan tujuan untuk menyiksa budak yang melakukan kesalahan. Belut ini akan mencabik-cabik manusia dalam hitungan menit. Itu adalah cara mati yang sangat menyiksa.

Penting untuk dicatat bahwa dengan membunuh budaknya dengan cara ini, Pollio tidak melanggar hukum Romawi. Menulis tentang kebiasaan Pollio, Seneca mengatakan: “cum in servum omnia liceant” (semua hal boleh dilakukan untuk seorang budak).

Dari sudut pandang moral, Seneca juga menambahkan, “Budak diizinkan berlari dan berlindung di patung dewa; meskipun undang-undang mengizinkan seorang budak diperlakukan dengan buruk sampai batas tertentu. Namun ada beberapa hal yang dilarang oleh hukum umum kehidupan untuk kita lakukan terhadap manusia.”

Kekejaman Pollio dipandang oleh masyarakat Romawi sebagai sesuatu yang sangat jahat, tercela, dan memalukan. Pollio pun menjadi bahan pergunjingan masyarakat Romawi pada saat itu.

Kaisar pun akhirnya turun tangan

Praktik kejamnya muncul saat kunjungan teman pribadinya, Kaisar Augustus. Anekdot itu menjadi pembicaraan di masyarakat dan mengakhiri perlakuan kejam Pollio terhadap budak. Itu terjadi ketika Augustus datang ke jamuan makan malam formal di vila mewah Vedius yang luas.

Pada suatu saat di malam hari, seorang pelayan secara tidak sengaja menjatuhkan dan memecahkan kristal. Marah akan tindakan budaknya, ia memerintahkan sang budak ditangkap dan dilembar ke kolam belut.

Takut menghadapi kematian yang mengerikan, budak itu segera berlari ke arah kaisar dan berlutut. Dia memohon bukan untuk kebebasannya, tetapi hanya untuk dibunuh dengan cara yang tidak terlalu menyakitkan.

Belut moray sangat ganas saat diganggu dan akan menyerang manusia. Rahangnya dilengkapi dengan gigi yang kuat dan tajam, memungkinkan untuk menangkap mangsanya dan menimbulkan luka yang serius. (Michael Ströck)

Augustus terkejut. Dia telah mendengar desas-desus tentang kekejaman Pollio tetapi tidak menyangka akan melihatnya secara langsung. Sang kaisar segera memerintahkan agar kolam belut diisi dan setiap piring kristal di vila Pollio dihancurkan di depan matanya.

Budak itu tidak dihukum karena pelanggarannya. Sebaliknya, Augustus membebaskannya. Di sisi lain, Pollio menghadapi kemurkaan kaisar dengan tenang.

Apakah peristiwa ini benar-benar terjadi? Banyak orang kelas atas pada waktu itu berkomentar tentang peristiwa biadab ini dan perlakuan kejam terhadap budak. Tampaknya skandal itu menimbulkan pertanyaan penting tentang moralitas dan etika, menyebabkan banyak orang menyinggung masalah pelecehan budak.

Catatan sejarah tentang kekejaman Pollio

Cicero menyebut Pollio dalam salah satu suratnya. Ia menulis bahwa belum pernah melihat orang yang lebih bejat (numquam vidi hominem nequiorem). Cicero bahkan menyebut Vedius Pollio sebagai penjahat hebat (magnus nebulo).

Dalam dekade berikutnya, keburukan Vedius Pollio sering disebutkan oleh beberapa sejarawan paling terkenal di Roma. Cassius Dio, dalam salah satu dari banyak karyanya, menulis:

   

Baca Juga: Fungsi Pemandian Umum Romawi, Tidak Semata-mata untuk Kebersihan

Baca Juga: Tebarkan Teror, Ahli Pedang Yahudi 'Sicarii' Membunuh Pendukung Romawi

Baca Juga: Jadi Orang Paling Berkuasa, Bagaimana Kaisar Romawi Bersenang-senang?

Baca Juga: Orang Romawi Menikmati Pertandingan Gladiator sambil Menyantap Camilan

   

“Pada tahun yang sama Vedius Pollio meninggal. Ia adalah pria yang tidak melakukan apa pun yang pantas untuk dikenang. Ia lahir dari orang-orang yang dibebaskan, berpangkat ksatria (equites), dan tidak melakukan perbuatan cemerlang. Tetapi dia menjadi sangat terkenal karena kekayaan dan kekejamannya sehingga mendapat tempat dalam sejarah.

Sebagian besar hal yang dia lakukan akan melelahkan untuk diceritakan. Ia memelihara lamprey besar di kolam yang telah dilatih untuk memakan manusia. Pria ini terbiasa melemparkan budak-budaknya agar mati sesuai keinginannya."

Dari tulisan ini timbul kesalahpahaman bahwa Pollio memelihara lamprey bukan belut moray. Ini kemungkinan besar adalah kesalahan, karena kedua makhluk itu agak mirip dalam penampilan. Tapi lamprey adalah jenis ikan parasit, dan mungkin tidak mampu melahap manusia. Belut moray di sisi lain adalah pemangsa dan karnivora. Hewan ini dapat melahap seseorang ketika dalam kelompok, seperti halnya piranha.

Tidak diketahui mengapa Pollio bertindak sekejam itu kepada para budaknya. Namun ironisnya, kekejamannya-lah yang diingat-ingat oleh sejarah, bukan prestasinya.

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo