Sebelum Septimius bisa menangkapnya, Didius Julianus dibunuh oleh anggota Garda Praetoria di istana kekaisaran. “Nasibnya tidak jauh berbeda dengan Pertinax yang tewas beberapa bulan sebelumnya,” ungkap Howarth.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Didius berucap, “Kejahatan apa yang telah saya lakukan? Siapa yang telah aku bunuh?”
Penjahat serakah atau korban malang?
Bagi seorang pria membuat banyak orang kagum sepanjang hidupnya, Didius Julianus mati dengan aib dan reputasinya yang compang-camping.
Berkat catatan Dio dan Herodian, Didius dikenang sebagai pembawa malapetaka, pemimpin Romawi yang serakah dan delusi.
Namun, para penulis ini sangat dipengaruhi oleh propaganda Severus Septimius, yang berusaha membunuh karakternya. Herodian mengeklaim bahwa pelelangan jabatan kaisar bukanlah hal aneh di masa itu. Sumbangan kepada Garda Praetoria sebenarnya adalah praktik yang sudah ada yang telah dimulai jauh sebelum Didius Julianus.
Pada tahun 41, Claudius membayar 3750 dinar sebagai imbalan atas mahkota Romawi kepada tiap Garda Praetoria. Ini menunjukkan bahwa transaksi Didius adalah hal normal.
Berkat catatan Ignonus, Didius Julianus dilihat sebagai orang yang menyerah pada tekanan Garda Praetoria dan keluarganya. Namun ia mendapatkan konsekuensi yang menghancurkan dari pilihannya itu.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo