Nationalgeographic.co.id—Pada 193 Masehi, dunia kuno dikejutkan oleh pelelangan yang tidak lazim. Calon pembeli pun berlomba-lomba memenangkan lelang yang luar biasa: kekaisaran Romawi. Pemenangnya otomatis akan menduduki posisi tertinggi di kekaisaran tersebut. Setelah pembunuhan kaisar Pertinax oleh Garda Praetoria, bak sebidang tanah, kekaisaran dijualkan kepada penawar tertinggi. Siapa orang ‘beruntung’ yang membeli kekaisaran ini?
Pada akhirnya, Didius Julianus, seorang senator kaya dan berpengaruh, muncul sebagai pemenang. Namun seiring berjalannya waktu, Didius Julianus mulai mengalami penyesalan setelah mendapatkan kekaisaran. Lelang tidak hanya menyebabkan perpecahan lebih lanjut di kekaisaran, namun juga berimbas pada kematian yang mengenaskan.
Kehidupan Didius Julianus yang hampir sempurna
Sebelum memenangkan lelang, Didius Julianus adalah seorang pria bangsawan yang memiliki koneksi kuat dengan kekaisaran.
Dengan koneksi aristokratnya, Didius menikmati karir militer dan politik yang ulung di provinsi-provinsi Kekaisaran Romawi. Ia menjadi utusan militer untuk gubernur Achaea dan Afrika pada tahun 168 dan 169. Saat itu Didius bertugas di bawah kepemimpinan kerabatnya, Salvius Julianus.
Di Belgica, sebuah pos yang lebih penting, calon kaisar Romawi masa depan ini berhasil melawan suku-suku Jermanik setempat. Atas kemenangannya, ia dianugerahi jabatan konsul pada tahun 175. Ini merupakan jabatan tertinggi kedua Romawi sebelum kaisar.
Pada tahun 193, Didius Julianus merupakan anggota terkemuka Senat yang dihormati oleh senator lain karena silsilahnya yang tinggi. “Ini berkat hubungannya dengan Marcus Aurelius dan klan Antoninus,” ungkap Jake Leigh-Howarth di laman Ancient Origins.
Karena silsilahnya, banyak yang membandingkan Pertinax yang naik takhta pada awal tahun 193. Ada banyak gemuruh ketidakpuasan dari para senator yang mempermasalahkan asal-usul keluarganya yang sederhana. Mereka lebih memilih pria dengan silsilah mengesankan seperti Didius Julianus sebagai pemimpin.
Seperti banyak kaisar Romawi lainnya, kepemimpinan Pertinax tidak berlangsung lama, hanya 3 bulan. Ia tewas di tangan Garda Praetoria yang seharusnya bertugas melindungi kaisar. Sepeninggalnya, posisi kekaisaran pun lowong dan diincar oleh beberapa orang.
Kekaisaran Romawi dilelang
Catatan-catatan sejarah tentang perebutan kekuasaan Didius Julianus dan masa pemerintahannya saling bertentangan. Beberapa sarjana Romawi, seperti Dio dan Herodian, mengutuk tindakannya dan semua yang dia lakukan selama pemerintahannya yang fana.
Dio melaporkan bahwa begitu Didius mendengar tentang pembunuhan Pertinax, dia segera mengajukan penawaran ke Garda Praetoria. Flavius Sulpicianus, ayah mertua Pertinax yang baru saja meninggal, juga melakukan hal yang sama.
Didius berhasil mengalahkan Sulpicianus dengan menaikkan tawarannya dari 1250 sesterii menjadi 6250 sesterii untuk setiap anggota Garda Praetoria. Ia mengingatkan pengawal elit kaisar untuk mempertimbangkan hubungan keluarga Sulpicianus dengan Pertinax. Menurutnya, jika Sulpicianus adalah kaisar, ia akan membalas dendam dan mengeksekusi Garda Praetoria karena pembunuhan.
Dio merasa jijik atas korupsi yang dilakukan Didius terhadap nilai-nilai Romawi yang suci.
“Ini bisnis yang paling memalukan dan tidak layak bagi Romawi. Karena, seolah-olah berada di pasar atau ruang lelang, baik Kota maupun seluruh kekaisarannya dilelang. Para penjual adalah orang-orang yang telah membunuh kaisar mereka. Dan calon pembeli adalah Sulpicianus dan Julianus, yang bersaing untuk mengalahkan satu sama lain,” tulis Dio dalam Historia Romana.
Sedangkan Ignotus memandang peristiwa ini dari sisi lain. Setelah Pertinax terbunuh, Didius menghadap Senat. Di pintu Senat, Didius bertemu dengan dua anggota Garda Praetoria, Publicius Florianus dan Vectius Aper. Keduanya menekan Didius agar mengeklaim takhta untuk dirinya sendiri dan menguasai kekaisaran.
Para prajurit kemudian memaksa Didius untuk menemani mereka ke anggota Garda Praetoria lainnya yang sedang berdiskusi dengan Sulpicianus. Didius ditolak masuk ke kompleks, tetapi dari luar mengusulkan sumbangan besar.
Pada saat yang sama, dia memperingatkan tentang kemungkinan bahwa Sulpicianus akan membalas dendam saat ia menjadi penguasa. Didius kemudian diangkat menjadi kaisar dengan syarat bahwa Sulpicianus tidak membahayakan. Flavius Genialis dan Tullius Crispanus, dua penjaga senior, diangkat menjadi prefek Praetoria.
Pelelangan kekaisaran adalah peristiwa yang nyata dan memalukan. Catatan versi Ignotus menunjukkan bahwa Didius dipaksa untuk membuat tawaran terkenalnya. Berbeda dengan Dio dan Herodian, yang menganggapnya membeli kekaisaran dengan antusias dan gembira.
“Didius juga mungkin dibujuk oleh istri, anak perempuan, dan kliennya untuk mengambil risiko menjadi kaisar,” tambah Howarth.
Masa pemerintahan Didius yang singkat dan memalukan
Pemerintahan kekaisaran Didius Julianus, yang hanya berlangsung selama 66 hari, juga dipandang berbeda oleh berbagai komentator Romawi.
Saat Didius dilantik sebagai kaisar di Senat dan diberi gelar Pater Patriae, warga Romawi mengungkapkan kemarahan dan ketidaksetujuannya. Mereka melakukan demonstrasi besar-besaran menentang kaisar baru dengan melempari batu dan meneriakkan caci maki.
Menurut Dio, Didius sangat marah dengan kerumunan yang menghina itu dan menyuruh pengawal militernya untuk membunuh demonstran. Bagi Ignotus, hal seperti itu tidak terjadi, dan Didius tetap tenang menghadapi cemoohan massa.
Dio memberikan beberapa informasi terbatas tentang bagaimana Didius mencoba untuk memenangkan kembali rakyat. Ia memulihkan beberapa hukum yang lebih populer yang berlaku di bawah Kaisar Commodus. Namun, pemerintahan Didius berakhir secepat, secepat ia dimulainya.
Perkembangan eksplosif di Roma mendorong para komandan tinggi Romawi di sudut-sudut Kekaisaran mengalihkan pandangannya yang rakus ke Roma. Di timur, Pescennius Niger, memproklamirkan dirinya sebagai kaisar wilayah-wilayah dari Laut Hitam hingga Mesir. Di barat di provinsi Pannonia Atas, Septimius Severus melakukan hal yang sama. Ia menjadi penantang pertama yang berangkat ke Roma dan berusaha untuk memenangkan kekaisaran.
Dengan banyak pertentangan dan perebutan kekuasaan, nasib Didius seakan sudah ditentukan. Herodian mencatat bagaimana Didius menanggapi semua itu kelambanan dan kepengecutan. Sang kaisar membarikade istana sebagai upaya putus asa untuk menutup diri dari malapetaka yang akan datang.
“Didius mengirim sekutunya. Vespronius Candidius untuk memenangkan kembali pasukan Septimus serta Valerius Cattulinus mengambil alih komando atas provinsi Septimus Pannonia Atas. Sedangkan Aquilius Felix diutus untuk membunuh saingannya yang akan datang,” tulis Ignotus.
Semua rencana ini gagal dan setelah kemenangan Septimius di Ravenna,Roma seakan terbuka lebar untuk diserang.
Didius putus asa ketika dia berusaha menyelamatkan hidupnya. Ia menawarkan diri untuk berbagi kekuasaan kaisar dengan Septimus. Tawarannya ditolak, Didius pun memerintahkan para imamnya untuk menemui Septimius dan mencoba mencegahnya naik takhta. Senat menolak permintaan tersebut. Mereka menyatakan bahwa seorang kaisar yang tidak dapat melindungi dirinya secara militer tidak berhak duduk di atas takhta.
Dalam ledakan kesedihan terakhir dan tanpa harapan, Didius beralih mengandalkan ritual sihir. Ignotus melaporkan kengerian pengorbanan manusia dan ritual yang tidak biasa untuk para dewa.
Baca Juga: Jadi Orang Paling Berkuasa, Bagaimana Kaisar Romawi Bersenang-senang?
Baca Juga: Risiko Jadi Kaisar Romawi, Peluang Matinya Lebih Tinggi dari Gladiator
Baca Juga: Vespasianus, Kaisar Romawi nan Jenaka yang Menarik Pajak Urine
Baca Juga: Seperti Apa Istana dan Taman Eksotis Kaisar Romawi Caligula?
Sebelum Septimius bisa menangkapnya, Didius Julianus dibunuh oleh anggota Garda Praetoria di istana kekaisaran. “Nasibnya tidak jauh berbeda dengan Pertinax yang tewas beberapa bulan sebelumnya,” ungkap Howarth.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Didius berucap, “Kejahatan apa yang telah saya lakukan? Siapa yang telah aku bunuh?”
Penjahat serakah atau korban malang?
Bagi seorang pria membuat banyak orang kagum sepanjang hidupnya, Didius Julianus mati dengan aib dan reputasinya yang compang-camping.
Berkat catatan Dio dan Herodian, Didius dikenang sebagai pembawa malapetaka, pemimpin Romawi yang serakah dan delusi.
Namun, para penulis ini sangat dipengaruhi oleh propaganda Severus Septimius, yang berusaha membunuh karakternya. Herodian mengeklaim bahwa pelelangan jabatan kaisar bukanlah hal aneh di masa itu. Sumbangan kepada Garda Praetoria sebenarnya adalah praktik yang sudah ada yang telah dimulai jauh sebelum Didius Julianus.
Pada tahun 41, Claudius membayar 3750 dinar sebagai imbalan atas mahkota Romawi kepada tiap Garda Praetoria. Ini menunjukkan bahwa transaksi Didius adalah hal normal.
Berkat catatan Ignonus, Didius Julianus dilihat sebagai orang yang menyerah pada tekanan Garda Praetoria dan keluarganya. Namun ia mendapatkan konsekuensi yang menghancurkan dari pilihannya itu.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo