Munculnya Mesin Cetak Pertama Membuat para Sarjana Kuno Khawatir

By Sysilia Tanhati, Rabu, 10 Agustus 2022 | 13:00 WIB
Saat mesin cetak muncul pertama kali di Eropa, ribuan buku tersedia. Namun munculnya mesin cetak ini justru membuat sarjana kuno khawatir. (International Printing Museum)

 

Nationalgeographic.co.id—Mesin cetak brilian Johann Gutenberg mengubah sejarah Eropa. Ketika buku cetak pertama mulai muncul di Eropa, orang-orang bersemangat. Ribuan judul sekarang tersedia. Ini membuat banyak orang dapat membeli buku-buku yang sebelumnya langka dan mahal. Namun munculnya mesin cetak ini justru membuat sarjana kuno khawatir. Apa sebabnya?

Kita tidak boleh lupa bahwa Johannes Gutenberg tidak menemukan mesin cetak. “Dia berkontribusi dengan teknologi pencetakan mekanis tipe bergerak di Eropa pada tahun 1450,” ungkap Ellen Llyod di laman Ancient Pages. Penemu asal Tiongkok dan Korea telah memproduksi buku cetak selama berabad-abad sebelum Gutenberg lahir.

Pencetakan jenis bergerak pertama yang diketahui di dunia adalah penemuan Tiongkok. Gutenberg mengadaptasi teknologi untuk pasar Barat dan mengubahnya menjadi kerajaan penerbitan.

Kehadiran mesin cetak Gutenberg diapresiasi oleh sebagian besar orang. Di sisi lain, sebagian menganggap distribusi massal buku cetak berbahaya. Beberapa sarjana saat itu menentang percetakan.

Mesin cetak Gutenberg membantu memopulerkan buku dan informasi yang dikandungnya. Penemuannya merevolusi distribusi pengetahuan dengan menghasilkan banyak salinan akurat dari satu karya.

Terlalu banyak pengetahuan bisa berbahaya

Bagi banyak sarjana, distribusi pengetahuan yang mudah dianggap sebagai masalah. Seorang sarjana yang menentang mesin cetak Gutenberg adalah Conrad Gessner (1516-1565). Ia adalah seorang dokter Swiss, naturalis, bibliografi, dan filolog.

Gessner dalam banyak hal adalah seorang sarjana yang luar biasa yang menulis beberapa buku. “Tetapi dia jelas tidak menyukai mesin cetak,” tambah Llyod. Gessner membuat daftar semua buku yang diterbitkan dengan bantuan mesin cetak Gutenberg selama periode 100 tahun. Terdapat 10.000 judul yang dapat diakses oleh pembaca di Eropa berkat mesin cetak itu.

    

Baca Juga: Dekolonisasi Arsip: Mengembalikan Suara Budaya dan Sejarah yang Hilang

Baca Juga: Kekejaman Elizabeth Báthory, Bangsawan Psikopat dari Abad Pertengahan

Baca Juga: Sejarah Kelam Mumi Mesir di Eropa: Dibongkar, Dihancurkan dan Dimakan