Upaya Pembakaran Ruang Publik hingga Masjid di Surakarta Tahun 1923

By Galih Pranata, Kamis, 18 Agustus 2022 | 11:00 WIB
Masjid Wustho MN (Mangkunegaran) yang cukup tua, pernah menjadi sasaran pembakaran sejumlah oknum yang meresahkan di Surakarta pada 1923. (Kembangraps/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Sekelompok pemuda misterius meracau ruang publik di Kota Surakarta pada tahun 1923. Sebuah laporan singkat dirangkum oleh pewartaan Belanda di tahun tersebut.

Sebagaimana berita-berita Belanda yang terbit di tahun itu, memberitakan tentang sejumlah kekacauan yang ditimbulkan. Mulai dari serangan yang ditujukan kepada aristokrasi Surakarta hingga ruang-ruang publik masyarakat.

Koresponden dari Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij merangkum sejumlah laporan dalam berita berjudul Branden en Bommen in Indië: Kommunistische aktie yang terbit 31 Desember 1923.

Ia menyebut sejumlah kekacauan di Surakarta sepanjang bulan September hingga November 1923 telah diketahhui pihak kepolisian Hindia Belanda. "Sekelompok 'geng' telah membuat keonaran," tulisnya.

'Geng' yang disinyalir membuat keonaran itu disebut oleh koresponden berkebangsaan Belanda dari De Semarangsche Locomotief adalah "sekelompok komunis."

Oknum itu diketahui melancarkan aksinya pada 17-18 September 1923 setelah ditemukan kebakaran oleh petugas patroli di gudang komedie-loodsen. Kemudian, kekacauan berlanjut pada sore hari tanggal 21 September 1923.

Kebakaran terjadi di gudang-gudang pameran di Aloon-aloon (alun-alun di depan Keraton Surakarta) terbakar. "Kerusakan yang ditimbulkan akibat kebakaran diperkirakan f.8 hingga f.9000," imbuh koresponden Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij.

Tak puas membakar gudang pameran di alun-alun utara keraton, pembakaran juga terjadi di tempat peribadatan, sebuah masjid! 

Tercatat pada 30 September 1923, "para penjaga masjid tua M.N. (Masjid Wustho praja Mangkunegaran) menemukan api di tempat ibadah ini." Beruntung pengurus masjid berhasil memadamkan si jago merah tepat waktu sebelum melahap habis objek di dalamnya.

Penjagaan ketat dilakukan sepanjang Mangkunegaran dan keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Hal ini berhasil tatkala para penjaga mengetahui dan menggagalkan aksi pemuda yang hendak membakar warung makan di sekitar alun-alun utara.

    

Baca Juga: Serangan Komunis Meresahkan Pakubuwana X dan Aristokrasi Surakarta

Baca Juga: Dari Rumah Sakit Orang Eropa, Ziekenzorg di Surakarta Melintang Zaman

Baca Juga: Bernaung di Bawah Atap Joglo: Hunian Para Priayi Aristokrat Jawa

Baca Juga: Di Balik Penamaan Vorstenlanden untuk Menyebut Yogyakarta-Surakarta

     

Selepas bulan September, agaknya kekacauan belum berakhir. Pada sore hari tanggal 4 Oktober 1923, terjadi kepanikan di gedung Wayang Orang Sriwedari yang dikelola van her Röneker, karena ditemukan adanya kebakaran.

Setelah sempat mereda beberapa minggu, serangan kembali terjadi. Upaya pembakaran dilakukan oleh oknum setengah dua belas malam menjelang dini hari pada tanggal 13 Oktober. Telah ditemukan kebakaran di tempat penyimpanan gamelan sekaten.

Lain di tempat penyimpanan gamelan, sehari sebelumnyapada 12 Oktoberditemukan percobaan pembakaran di gudang rel dan Pekerjaan di Stasiun Balapan. Setelahnya, menjelang malam sekaten, sebuah hektograf disebar.

Suasana sekaten antara tahun 1910-1930 yang bertempat di depan Masjid Agung Surakarta (alun-alun utara Surakarta). (Boekhandel Vogel v.d. Heijde & Co./KITLV)

Hektograf yang berisi ancaman kepada para pengunjung sekaten, membuat kepanikan. Hektograf itu berbunyi: "peringatan untuk para pengunjung sekaten, yang mencintai hidup mereka... (peringatan bahaya)."

Tanggal 8 November 1923 menjadi serangan terakhir. Ditemukan pembakaran di gudang Wirjoatmodjo, seorang konglomerat dan saudagar batik di Laweyan yang merugi. Namun, selepas kejadian ini, tidak tercatat lagi sejumlah kericuhan sampai ditutupnya berita pada Desember 1923. 

Pembakaran satu demi satu ruang publik semakin meresahkan. Hanya saja, belum diketahui secara jelas motif apa yang menjadi motor dari serangkaian serangan tak bertuan.