Es di Perbukitan Sekitar Arktik Mencair, Karbon Purba Mengancam Kita

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 16 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Longsoran es membuat dinding tanah di kawasan Arktika Kanada. Longsoran seperti ini membuat karbon organik tanah terlepas ke udara dan memperburuk perubahan iklim. (Simon Zwieback/University of Alaska Fairbanks)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah lereng salju di wilayah terpencil utara Rusia mencair akibat perubahan iklim. Dampak dari pencairan es di lereng bukit di kawasan Arkitk menyebabkan tanah terbuka, dan melepaskan sejumlah karbon organik yang selama ini terkunci di tanah beku selama ribuan tahun.

Tak hanya itu, terlepasnya karbon organik yang selama ini tersimpan justru memperburuk krisis iklim. Dampak dan peristiwanya dilaporkan dalam penelitian terbaru di jurnal The Cryosphere bertajuk Accelerated mobilization of organic carbon from retrogressive thaw slumps on the northern Taymyr Peninsula. Penelitian itu dipublikasikan 15 Juli 2022.

Para peneliti dari ETH Zurich di Swiss, University of Alaska Fairbanks di AS, dan German Aerospace Center di Jerman, telah memantau dari citra satelit. Kemudian mereka memperkirakan pelepasan karbon dari lereng bukit Arktik yang longsor.

Lewat makalah para peneliti menjelaskan, ada peningkatan signifikan dan cepat dari lereng bukit yang runtuh. Reruntuhan itu membuat tanah longsor secara bertahap membuka lebih banyak es yang dapat mencair. Es inilah yang menyimpan lebih banyak karbon, dan pemanasan global membuatnya lepas ke udara.

"Lanskap permafrost diperkirakan akan berubah secara mendalam selama beberapa dekade mendatang," kata Simon Zwieback, salah satu penulis makalah dari Geophysical Institute, University of Alaska Fairbank, dikutip dari rilis. "Di antara banyak konsekuensi dari ini adalah pelepasan gas rumah kaca seperti karbon dioksida, yang dapat memperburuk perubahan iklim."

Penelitian ini difokuskan pada 10.500 mil (sekitar 17.000 kilometer) persegi di utara Semenanjung Taymyr di Siberia Rusia. Daerahnya dibatasi oleh Pegunungan Byrranga di selatan dan Laut Kara di utara.

Gambar citra satelit dibandingkan oleh para peneliti dari dua periode waktu, yakni 2010 hingga 2017 dan 2018 hingga 2021. Pencatatan ini bertujuan agar bisa mencatat ketinggian dan pergerakan sisa-sisa longsoran dan tepi depan tanah yang terbuka.

Para peneliti juga memasukkan peta karbon organik tanah dan membuat asumsi untuk kandungan es tanah dan simpanan karbonnya. Peta karbon organik dan asumsi ini bertujuan untuk menghitung jumlah karbon organik yang terepas dari area.

Area penelitian atas lahan kawasan Arktik Rusia yang mengalami pemerosotan lapisan es di perbukitan. (Philipp Bernhard et al. 2022)

Biasanya, lapisan yang mundur menyisakan jejak es yang ditutupi oleh tanah liat, pasir, kerikil, dan batu, terutama di sepanjang tepi lapisan es. Para peneliti mencatat, lapisan es yang mundur pernah menutupi wilayah Taymyr, saat ini membuat beberapa zona kaya es yang disebut zona tepi es. Sebagian dari dua zona ini masuk dalam wilayah penelitian tim.

Pantauan para peneliti menunjukkan peningkatan kemerosotan pada 82 poin di periode 2010-2017 menjadi 1.404 pada 2018-2021.

   

Baca Juga: Selain Bikin Es Mencair, Pemanasan Global Bikin Erosi Pesisir Arktika

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim: Gletser Andes yang Sinkron dengan Es Kutub

Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan Diperkirakan Naik seiring Cuaca Ekstrem

Baca Juga: Krisis Pangan Akibat Iklim, Genetika Tanaman Buatan Jadi Solusinya

   

Hampir semua peningkatan runtuhan tanah itu terjadi selama wilayah sekitar jadi sangat hangat di tahun 2020. Gambaran laporan mereka menunjukkan bahwa volume tahunan material yang terkena dampak pun meningkat sekitar 43 kali lipat dari periode pertama ke periode kedua. 

Tak hanya itu, dalam pemantauan mereka juga dilaporkan pencairan serupa tersebar luas di Semenanjung Yamal Rusia di Siberia, di barat laut Kanada, dan di kepulauan Arktik Kanada. Alaska memang telah mencair, tetapi tidak sebanyak yang terjadi di Kanada dan Rusia.

"Kehangatan yang ekstrem diperparah dengan banyaknya es di dekat permukaan," jelas Zwieback. "Ini karena warisan jangka panjang dari zaman es masa lalu, tetapi juga fakta bahwa begitu banyak es tua ini masih ada karena musim panas biasanya sejuk dan tidak ada api."

"Dan es tidak terlindungi dengan baik dengan mengisolasi lapisan organik karena tidak banyak kehidupan di iklim yang keras," lanjutnya.