Perempuan di Antariksa: Bagaimana Jika Astronaut Sedang Menstruasi?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 16 Agustus 2022 | 09:00 WIB
Valentina Tereshkova. Wanita pertama di luar angkasa. Bagaimana jika astronot mengalami menstruasi? Solusinya belum begitu jelas. (Difa Restiasari)

Nationalgeographic.co.id—Di ujung awal era perlombaan luar angkasa, perempuan tidak punya kesempatan untuk pergi ke antariksa. Barulah pada Juni 1963, Valentina Tereshkova dari Uni Soviet menjadi pelopor perempuan pertama.

Sementara AS, baru mengizinkan perempuan menjadi korps astronaut pada tahun 1978. Astronaut perempuan pertama mereka adalah Sally Ride yang baru menjelajah antariksa tahun 1983.

Namun, pertimbangan NASA saat mengirimkan Ride ke antariksa membuat daftar pertanyaan untuk persiapan pribadinya. Mereka mencari tahu, seberapa banyak tampon yang diperlukan untuk misi satu minggu bagi perempuan jika menstruasi di antariksa.

Walau mungkin terdengar sepele karena urusan pribadi, masalah menstruasi dan tampon saat ke luar angkasa. Sebab, para insinyur harus memecahkan bagaimana perempuan bisa mengganti tampon pada kondisi tanpa gravitasi, sementara darah mengalir.

Melansir Popular Science, pemahaman fisik untuk perempuan bisa ke luar angkasa dilakukan dalam uji militer. Banyak pria yang penasaran ingin melihat bagaimana nasib perempuan bisa terbang di angkasa sebelum nantinya dicoba untuk pesawat antariksa.

Peserta pilot perempuan banyak yang lulus dalam tes pengujian penerbangan. Rata-rata, wanita lebih kecil, ringan, dan sedikit sumber daya daripada pria, sehingga berpotensi untuk terbang di pesawat antariksa kecil tahun 1960-an. Tetapi, walau secara fisik sehat, para penguji dalam laporan tahun 1964, mempertanyakan apakah siklus menstruasi bisa memengaruhi kemampuan astronaut wanita bekerja di luar angkasa.

Pada 1970-an (sebelum Ride meluncur), NASA tahu bahwa tubuh manusia sangat ahli dalam melawan gravitasi, dan darah bisa dipompa secara ekstrem ke dada. Tetapi, saat tidak ada gravitasi, sistem itu jadi 'malas' dan jantung tidak bekerja keras untuk mengirimkan darah atau cairan.

Varsha Jain, peneliti tamu di Centre of Human and Aerospace Physiological Sciences, King's College London menjelaskan tentang biologis perempuan di luar angkasa di The Conversation. Dia menjelaskan, bahwa manusia memang mengalami perubahan, terutama kepadatan tulang dan massa otot, saat di kondisi gravitas nol. Akan tetapi, "satu sistem yang tidak berubah sama sekali adalah siklus menstruasi wanita."

Hal itu telah diungkap pula oleh NASA dalam makalah mereka. "Terlebih lagi, aliran darah menstruasi sebenarnya tidak terpengaruh oleh keadaan tanpa bobot yang kita alami di luar angkasa, sehingga tidak mengapung kembali--tubuh tahu bahwa ia perlu membuangnya," jelas Jain.

Sally Ride, astronot perempuan Amerika pertama yang pergi ke luar angkasa pada tahun 1983. (Citra Anastasia)

Meski demikian, tidak jelas siapa yang menjadi astronaut pertama yang mengalami menstruasi di luar angkasa. Yang jelas, diketahui periode menstruasi di luar angkasa sama seperti di bumi. Pemahaman ini menjadi tantangan bagi NASA untuk menghadapi astronautnya yang sedang menstruasi saat dalam misi.

Belum ada aturan yang jelas untuk apa yang harus dilakukan untuk astronaut dan menstruasinya, terang Jain. Ada beberapa pilihan, dan lagi-lagi hanya berdasarkan persetujuan wanita itu sendiri untuk mendapatkan perlakuan tertentu.

Pilihan pertama adalah amenore yang diinduksi secara medis. Pilihan ini dapat menekan menstruasi dengan mengacaukan alami tubuh, yang dilakukan oleh beberapa metode kontrol kelahiran, seperti pil kontrasepsi yang harus diminum tiap harinya.

"Tetapi masalahnya adalah, untuk misi tiga tahun (katakanlah, ke Mars dan kembali), Anda memerlukan sekitar 1.100 pil untuk mencegah menstruasi–dan penerbangan perlu mengatasi membawa dan membuang semua kemasan, termasuk biaya peluncuran muatan ekstra ke luar angkasa," terangnya. "Masalah yang sama berlaku untuk produk sanitasi."

Pilihan lain adalah menggunakan alat kontrasepsi hormonal (IUD) yang mencapai hasil yang sama lewat pelepasan hormon dosis rendah secara lokal. Beberapa kasus, IUD adalah pilihan yang lebih baik dalam misi penerbangan antariksa. 

Baca Juga: Lama di Luar Angkasa, Menyebabkan Astronaut Mengalami Tulang Keropos

Baca Juga: Bagaimana Jadinya Misi Antariksa Jika Astronautnya Sedang Diare?

Baca Juga: Kelak, Astronaut Akan Bisa Minum Air dari Gunung Berapi Purba di Bulan

Baca Juga: Mengapa Batas Umur Astronaut Wanita dan Pria Berbeda? Ini Alasannya!

    

IUD bisa menunda menstruasi, bahkan bertahun-tahun. Mungkin kelak pilihan ini bisa diberikan saat perjalanan panjang seperti ke Mars. Ketika IUD dilepas pun, wanita bisa melanjutkan siklus alaminya.

"Terlepas dari kemajuan dalam penelitian berbasis ruang angkasa, masih banyak yang belum kita ketahui. Salah satu masalah adalah apa efek kontrasepsi yang berbeda terhadap kepadatan mineral tulang," urainya.

Namun, andaikan di masa depan masalah ini bisa ditangani dan perempuan bebas untuk menstruasi, kelahiran di luar angkasa memungkinkan. Selama ini bermunculan wacana berpindah planet yang jaraknya memakan waktu tidak sebentar. Sayangnya, hal ini menimbulkan masalah lainnya.

"Memiliki bayi di luar angkasa adalah ide yang tidak masuk akal, karena dampak radiasi di luar angkasa akan sangat merugikan anak yang belum lahir--meninggalkannya sebagai bidang penelitian yang sama sekali tidak etis," ungkap Jain. Untuk itu, ia menyarankan, sebaiknya penelitian tentang menekan menstruasi di luar angkasa masih memungkinkan untuk diungkap lebih lanjut.