Ilmuwan Mencapai Fusi Nuklir Berkelanjutan, Tapi Tidak Bisa Mengulangi

By Ricky Jenihansen, Minggu, 21 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Fasilitas The National Ignition di Lawrence Livermore National Laboratory (Science History Images / Alamy Stock Photo)

Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah mengonfirmasi bahwa tahun lalu, untuk pertama kalinya di laboratorium, mereka mencapai reaksi fusi yang berkelanjutan. Reaksi tersebut berlangsung dengan sendirinya (alih-alih menghilang).

Temuan tersebut membawa kita lebih dekat untuk mereplikasi reaksi kimia yang menjadi sumber energi Matahari. Namun, mereka tidak yakin bagaimana membuat ulang eksperimen tersebut.

Laporan penelitian mereka telah diterbitkan di Physical Review Letters dengan judul "Lawson Criterion for Ignition Exceeded in an Inertial Fusion Experiment."

Seperti diketahui, fusi nuklir terjadi ketika dua atom bergabung untuk membuat atom yang lebih berat, melepaskan ledakan energi yang sangat besar dalam prosesnya.

Ini adalah proses yang sering ditemukan di alam, tetapi sangat sulit untuk ditiru di laboratorium. Itu karena membutuhkan lingkungan berenergi tinggi untuk menjaga agar reaksi tetap berjalan.

Matahari menghasilkan energi menggunakan fusi nuklir dengan menghancurkan atom hidrogen bersama-sama untuk menciptakan helium.

Supernova, matahari yang meledak, juga memanfaatkan fusi nuklir untuk pertunjukan kembang api kosmik tersebut. Kekuatan reaksi inilah yang menciptakan molekul yang lebih berat seperti besi.

Namun, dalam reaksi fusi buatan di Bumi, panas dan energi cenderung keluar melalui mekanisme pendinginan seperti radiasi sinar-x dan konduksi panas.

Untuk membuat fusi nuklir menjadi sumber energi yang layak bagi manusia, para ilmuwan pertama-tama harus mencapai sesuatu yang disebut 'pembakaran', di mana mekanisme pemanasan sendiri menyebabkan kehilangan energi. Setelah pengapian tercapai, reaksi fusi menjadi kekuatannya sendiri.

Temuan tersebut membawa kita lebih dekat untuk mereplikasi reaksi kimia yang menjadi sumber energi Matahari (Getty Images)

Pada tahun 1955, fisikawan John Lawson menciptakan seperangkat kriteria, yang sekarang dikenal sebagai 'kriteria pembakaran seperti Lawson', untuk membantu mengenali kapan pembakaran ini terjadi.

Pembakaran reaksi nuklir biasanya terjadi di dalam lingkungan yang sangat intens, seperti supernova, atau senjata nuklir.

Para peneliti di Lawrence Livermore National Laboratory's National Ignition Facility di California telah menghabiskan lebih dari satu dekade untuk menyempurnakan teknik mereka.

Sekarang mereka telah mengonfirmasi bahwa eksperimen penting yang dilakukan pada 8 Agustus 2021, pada kenyataannya, menghasilkan pembakaran pertama yang berhasil dari reaksi fusi nuklir.

Dalam analisis baru-baru ini, eksperimen tahun 2021 dinilai berdasarkan sembilan versi berbeda dari kriteria Lawson.

 Baca Juga: Eksperimen Fusi Nuklir Pecah Rekor, Hasilkan Energi 10 Kuadriliun Watt

 Baca Juga: Meniru Proses Fusi Nuklir, Tiongkok Ciptakan Matahari Buatan

 Baca Juga: Empat Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Limbah Nuklir, Apa Saja?

"Ini pertama kalinya kami melewati kriteria Lawson di laboratorium," kata fisikawan nuklir Annie Kritcher di National Ignition Facility kepada New Scientist.

Untuk mencapai efek ini, tim menempatkan kapsul bahan bakar tritium dan deuterium di tengah ruang uranium terdeplesi berlapis emas. Mereka menembakkan 192 laser berenergi tinggi ke sana untuk menciptakan gelombang sinar-x yang intens.

Lingkungan intens yang dihasilkan oleh gelombang kejut yang diarahkan ke dalam menciptakan reaksi fusi mandiri.

Ilustrasi reakasi fusi nuklir. (Adobe Stock)

Dalam kondisi ini, atom hidrogen mengalami fusi, melepaskan 1,3 megajoule energi selama 100 triliun detik, yang merupakan daya 10 kuadriliun watt.

Selama setahun terakhir, para peneliti mencoba mereplikasi hasil dalam empat percobaan serupa. Namun sayangnya, mereka hanya berhasil menghasilkan setengah dari hasil energi yang dihasilkan dalam percobaan awal yang memecahkan rekor.

"pengapian sangat sensitif terhadap perubahan kecil yang hampir tidak terlihat, seperti perbedaan dalam struktur setiap kapsul dan intensitas laser," jelas Kritcher.

"Jika Anda memulai dari titik awal mikroskopis yang lebih buruk, itu tercermin dalam perbedaan yang jauh lebih besar pada hasil akhir energi," kata fisikawan plasma Jeremy Chittenden di Imperial College London.

"Eksperimen 8 Agustus adalah skenario kasus terbaik."

Tim sekarang ingin menentukan apa sebenarnya yang diperlukan untuk mencapai pengapian dan bagaimana membuat eksperimen lebih tahan terhadap kesalahan kecil.

Tanpa pengetahuan itu, proses tidak dapat ditingkatkan untuk membuat reaktor fusi yang dapat menggerakkan kota, yang merupakan tujuan akhir dari penelitian semacam ini.

"Anda tidak ingin berada dalam posisi di mana Anda harus mendapatkan segalanya dengan benar untuk mendapatkan pengapian," kata Chittenden.

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo