Baca Juga: Ketakutan Membabi Buta pada Penyihir Bunuh Ribuan Orang Tak Bersalah
Baca Juga: Mercado de las Brujas, Pasar Penyihir yang Membuat Pengunjung Bergidik
Baca Juga: Penyihir di Papua Nugini, Perburuan Mematikan yang Bertahan Hidup
Galen menggambarkannya sebagai tanaman Mesir beracun dengan jus kuning berbau tajam dan tangkai seperti seledri berusuk. Maka ahli botani pada saat itu menganggap persik serigala dan tomat merupakan tanaman yang sama.
Klasifikasi ini kontroversial karena tomat tidak beracun, seperti persik serigala. Naturalis Costanzo Felici pada tahun 1569 juga menyebutkan bahwa tomat tidak mungkin berasal dari Mesir kuno dan Peru.
Rupanya, saat menunggu nama lokal, tomat dicantumkan sebagai apel emas, apel Peru, apel cinta, persik serigala, dan banyak lagi.
Perdebatan itu akhirnya diselesaikan oleh Joseph Pitton de Tournefort, ahli botani Louis XIV. Ia menyebut tomat sebagai "Lycopersicum rubro non striato"—persik serigala merah tanpa tulang rusuk.
Ketakutan terhadap tomat ini berlangsung untuk sementara waktu. Seperti pada tahun 1700-an, julukan tomat adalah "apel beracun", karena orang percaya bahwa tomat meracuni dan membunuh orang setelah memakannya.
Kenyataannya adalah bahwa orang-orang Eropa yang kaya menggunakan piring timah, yang kandungan timbalnya tinggi. Karena tomat memiliki keasaman yang sangat tinggi, buahnya akan mengeluarkan timbal dari piring. “Ini mengakibatkan banyak kematian akibat keracunan timbal,” tutur K. Annabelle Smith di laman Smithsonian Magazine. Namun lagi-lagi, tomat dijadikan kambing hitam.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo