Nationalgeographic.co.id—Temuan tiga sisa jasad manusia di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, telah memberi petunjuk baru tentang praktik penguburan dan migrasi manusia paling awal di Kepulauan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Ketiga jasad tersebut berasal dari 7.500 hingga 13.000 tahun yang lalu.
Sofia Samper Carro, penulis utama studi baru atas temuan tersebut, mengatakan bahwa ketiga jasad dan kuburannya itu penting. Sebab, posisi masing-masing jenazah tersebut menunjukkan praktik penguburan yang berbeda.
Samper Carro mengatakan ini mungkin berhubungan dengan beberapa rute migrasi melalui daerah tersebut dari ribuan tahun yang lalu. "Pemakaman adalah manifestasi budaya yang unik untuk menyelidiki gelombang migrasi melalui terminal Pleistosen hingga periode Holosen di Asia Tenggara," kata Samper Carro seperti dikutip dari EurekAlert.
"Hasil kami memberikan data baru yang signifikan untuk memahami evolusi dan diversifikasi praktik pemakaman di daratan dan pulau Asia Tenggara, berkontribusi pada semakin banyak literatur yang menggambarkan perilaku sosial budaya prasejarah di wilayah ini."
Samper Carro dan tim peneliti internasional dari Australian National University (ANU) di Australia dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan lebih dari 50.000 tulang belulang. Tulang-tulang ini termasuk tiga jasad tersebut. Ada yang terkubur dalam posisi duduk, ada yang dalam posisi tertekuk ke samping.
"Penggalian pertama kami pada tahun 2014 mengungkapkan kail ikan dan tengkorak manusia yang berusia lebih dari 12.000 tahun," kata Samper Carro.
"Ketika tim Australia-Indonesia kembali pada 2018 untuk menggali kuburan asli, mereka menemukan dua jasad lagi terkubur dalam posisi berbeda di atas satu sama lain."
"Tiga pemakaman yang cukup tidak biasa dan menarik ini menunjukkan praktik penguburan yang berbeda, yang mungkin berhubungan dengan penemuan baru-baru ini tentang beberapa rute migrasi melalui pulau-pulau Wallacea dari ribuan tahun yang lalu."
Samper Carro mengatakan bahwa proses panjang mempelajari setiap kuburan itu sempat tertunda karena pandemi COVID-19. Namun, hasil penantian itu pada akhirnya berguna dan berharga.
"Begitu kami menyadari bahwa kami telah menemukan temuan unik seperti itu, saya memiliki proses yang sangat panjang untuk mempelajari setiap bagian. Kami menamakan makalah ini The Talking Dead karena kisah-kisah yang diceritakan setiap bagian (jasad)," tutur Samper Carro.
"Kami sangat senang mempersembahkan makalah yang menunjukkan bagaimana praktik penguburan dapat melengkapi data tentang keragaman genetik dari salah satu hotspot penelitian saat ini di Asia Tenggara."
Baca Juga: Arkeolog Singkap Temuan Makam Anak Berusia 8.000 Tahun di Pulau Alor
Baca Juga: Kerangka Anak Era Holosen, Mata Rantai Masyarakat Nusantara Kuno
Baca Juga: Mengubah Teori Migrasi: Ada Jejak Leluhur Asia Timur di Eropa Timur
"Melalui analisis representasi elemen kerangka, posisi tubuh, artikulasi, dan asosiasi makam, kami memberikan contoh pendekatan holistik untuk praktik pemakaman di Kepulauan Sunda Kecil," tulis para peneliti dalam makalah studi tersebut.
"Hasil kami memberikan data baru yang signifikan untuk memahami evolusi dan diversifikasi praktik pemakaman di Asia Tenggara, berkontribusi pada kumpulan literatur yang berkembang yang menggambarkan perilaku sosial budaya prasejarah di wilayah ini."
Judul makalah studi baru ini berjudul "Talking Dead. New burials from Tron Bon Lei (Alor Island, Indonesia) inform on the evolution of mortuary practices from the terminal Pleistocene to the Holocene in Southeast Asia". Makalah studi ini baru saja terbit di jurnal ilmiah PLOS ONE pada 24 Agustus 2022.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo