Setangkai Payung Zaman VOC, Tudung Cerita Orang Eropa dan Budaknya

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 5 September 2022 | 10:00 WIB
Lukisan karya Aelbert Cuyp dilukis sekitar 1640 dan 1660. Tampak seorang komandan armada VOC, mungkin Jakob Martensen, dan istrinya. Mereka berdiri di atas bukit dengan pemandangan pelabuhan Batavia dengan latar belakang Kastel Batavia. Seorang budak membawa payung mewah demi melindungi pasangan itu (Rijksmuseum Amsterdam)

Ada beberapa adegan menarik yang direkam Nieuhof. Pemandangan anak-anak panti asuhan—yang dalam litografi ini berseragam hijau—sedang bercengkerama dengan sesama dan satwa di pekarangan. Namun, terdapat dua adegan paling menarik untuk disimak.

Litografi bertajuk Spinhuys, rumah pembinaan bagi perempuan, dalam buku perjalanan Johan Nieuhof, yang terbit pada 1682. Tampak di sisi kanan seorang nyonya berjalan diiringi dua budaknya—satu budak bertugas memayungi, budak lain memegang ujung kain panjang yang menjuntai. (Koninklijke Bibliotheek)

Adegan di sisi kiri, karyanya menjadi karya tertua yang menampilkan permainan bulu tangkis. Adegan di sisi kanan, dia merekam empat perempuan, salah satunya perempuan terhormat yang memberikan sedekah kepada seorang anak panti asuhan. Perempuan itu dipayungi oleh seorang pengiringnya. Selain itu terdapat perempuan lain dalam adegan itu yang dipayungi oleh seorang budak bumiputra. Apabila kita menyaksikan busana dan payung yang dikenakan, para perempuan itu bukanlah warga biasa.

Perkara payung dan warga Batavia yan g kian menggaya ini sampai-sampai menjadi urusan VOC. Tampaknya gaya berbusana dan berpayung seperti itu bisa melanggar norma kesopanan, yang sekaligus bisa merusak populasi minoritas Belanda di kota itu.

Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1704-1761) merupakan salah satu pejabat yang begitu gandrung dengan peraturan untuk warga Batavia. Sang gubernur yang menjabat dalam periode 1750-1761 itu menerbitkan serangkaian aturan berdasar pangkat seseorang dalam VOC—yang kelak dikenal dengan ‘Kode Mossel’.

Herald van der Linde mengungkapkan sepak terjang Mossel dalam bukunya bertajuk Jakarta: History of a Misunderstood City, yang diterbitkan Marshall Cavendish International pada Maret 2022. “Ia mengamankan dirinya sendiri dalam sejarah,” tulisnya. Mossel membuat etiket yang detail termasuk sebuah aturan yang disebut "Aturan tentang Perayaan Resmi dan Megah" yang diterbitkan pada 30 Desember 1754.

“Ada peraturan yang menyatakan bahwa hanya orang yang lebih tinggi dari pangkat pedagang kecil VOC yang boleh membawa payung,” ungkap Linde, “meskipun perempuan Eropa juga diperbolehkan menggunakannya.”

Ada kelonggaran penggunaan payung dibanding aturan sebelumnya. Mossel mengizinkan pedagang yunior untuk dipayungi oleh seorang budak. Istri-istri prajurit rendahan dan prajurit-prajurit pribumi, Cina dan Islam, boleh menggunakan payung. Selebihnya, orang yang menggunakan payung harus membawa sendiri.

 

Litografi karya Jacob van Meurs (sekitar 1620 – 1680) yang bertajuk De Kruys Kerk op Batavia terbit pada 1682. Tampak sebagian warga Batavia yang dipayungi oleh budak-budak mereka di pekarangan Gereja Salib yang menghadap Stadhuisplein, atau lapangan balai kota. (Tropenmuseum)

Peraturan lain yang digagas Mossel adalah jumlah kuda yang diperbolehkan untuk menarik kereta, lagi-lagi berdasarkan pangkat VOC. Penggunaan kereta kaca hanya diperuntukkan oleh gubernur jenderal. Bahkan soal kancing busana pun gubernur jenderal mengaturnya, hanya pria berpangkat pedagang atas yang diizinkan mengenakan pakaian dengan kancing.

“Kode Mossel adalah kode yang mengikat tampilan kekayaan dan status ke peringkat dalam hierarki VOC,” ungkap Linde.

Sebelum Mossel menjabat sebagai gubernur jenderal, seperti apakah pemakaian payung di Batavia? Nicolas de Graaff pertama kali menyaksikan Kota Batavia pada akhir 1640. Setidaknya dia telah melakukan perjalanan dari Belanda ke Hindia Timur sebanyak lima kali. Dia merupakan ahli bedah di kapal VOC, seniman lukis, dan penulis kisah perjalanan.